Skip to main content

Posts

Showing posts from August, 2003

From Hambali to Asmar

MEDIA reports appearing the day after the bomb blast at the Marriott Hotel dealt a real blow to the family of Marji'a, 58. Her son, Asmar, is alleged to be the perpetrator of the sadistic incident. Asmar is being charged not only with bombing the hotel, he is also suspected of being a member of Jamaah Islamiyah (JI), an international terrorist network. His name is now linked to Mustofa, the former leader of JI for Sulawesi and the southern Philippines. Asmar too is reported to be part of the Lampung Wakalah (Chapter) and the Bengkulu Group of JI. Most likely, Asmar belongs to the same network as Hambali, a senior JI activist nabbed by the authorities in Thailand last week. Until a fair trial is staged, nobody can confirm Asmar's role in the Marriott blast. Unfortunately, he perished in the horrific explosion and Hambali has been taken under US custody. Mere speculations will color the real story of JI for a long time to come. Abdul Manan +++ CONNECTIONS OF ASMAR LATIN SANI Dr.

Makan Siang Berdarah di Marriott

KESIBUKAN makan siang di Restoran Syailendra belum lagi berakhir ketika bom itu meledak. Ia datang begitu saja: menghancurkan sebagian besar ruang di Hotel Marriott, sebuah restoran, Plaza Mutiara, dan Wisma Rajawali, yang terletak di sebelahnya. Juga membunuh setidaknya 10 orang dan melukai puluhan orang lainnya. Tak sedahsyat bom Bali yang meledak Oktober tahun lalu, bom ini tak urung membuat orang bertanya: sebegitu berbahayanyakah tinggal di Indonesia saat ini? Bom bisa meledak di mana saja, kapan saja, dan tak pernah memilih korbannya. Polisi secara tersirat menghubungkan kasus Marriott dengan bom Bali. Keduanya diduga dilakukan oleh jaringan Jamaah Islamiyah--organisasi yang oleh intelijen Barat diyakini memiliki hubungan dengan Al-Qaidah. Kedua tragedi itu memang memiliki persamaan, tapi juga perbedaan. Salah satu isyarat yang dipakai polisi untuk menghubungkan Jamaah Islamiyah dengan bom Marriott adalah sejumlah penemuan bahan peledak di Semarang dan Jakarta. Tapi, hingga terbu

Tahun Depan, Sidang Lagi

PDI Perjuangan mengalah, tahun 2004 tetap ada Sidang Umum MPR untuk mendengarkan laporan presiden. HARI beranjak siang saat enam anggota Komisi B dan Komisi C MPR dari Fraksi PDI Perjuangan datang ke Jalan Teuku Umar 27, Jakarta, Rabu pekan lalu. Kader banteng itu ingin mendengar pendapat Presiden yang juga Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, tentang perlunya Sidang Umum MPR 2004 yang akan meminta pertanggungjawabannya. "Mau disuruh membuat laporan pertanggungjawaban, pertanggungjawabannya dinilai, mau ditanggapi, terserah. Enggak ada masalah," kata Megawati seperti ditirukan Agus Condro, yang saat itu ikut konsultasi. Titah inilah yang mengakhiri sikap ngotot PDI Perjuangan sehingga tak ada voting dalam pengambilan keputusan pada Sidang Tahunan MPR 2003. Selain soal rehabilitasi nama baik Sukarno, agenda Sidang Umum MPR 2004 ini jadi perdebatan alot. Sedari awal PDI Perjuangan menilai MPR tak perlu menggelar sidang tahun depan, apalagi sampai minta laporan per

Rp 200 Billion Minus Recommendations

ANYTHING is possible under the sun," Amien Rais said. Politics, too, is like that--the impossible becomes logical and wins out in the end. The latest example is the failure of a proposal put up by the House of Representatives (DPR) factions to add one more commission at the Annual Session of the People's Consultative Assembly (MPR), now under way in Senayan, Jakarta. The proposed additional Recommendations Commission was to provide evaluations of the performances of the president, DPR and Supreme Court. Even though the proposal was supported by seven DPR factions, last Wednesday's consultative meeting of the MPR and DPR leaderships rejected it. That meeting only agreed to form three commissions for this year's annual session: one to discuss the Constitutional Court, another for the evaluation of 1960-2002 MPRS/MPR Decrees, and the last to discuss the MPR's procedures. Chatibul Umam, a member of the National Awakening Party (PKB) faction, said that the Recommendatio

Rp 20 Miliar Minus Rekomendasi

DI bawah matahari, semuanya menjadi mungkin," kata Amien Rais. Politik pun begitu: yang mustahil bisa dibuat masuk akal dan dimenangkan. Contoh terbaru adalah gagalnya usul fraksi-fraksi DPR untuk menambah satu komisi dalam Sidang Tahunan MPR yang tengah berjalan di Senayan, Jakarta. Tambahan satu komisi itu adalah Komisi Rekomendasi--yang diusulkan memberikan evaluasi terhadap kinerja Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung. Walaupun usul didukung tujuh fraksi DPR, rapat konsultasi pimpinan MPR dengan DPR, Rabu pekan lalu, menampik usul ini. Yang disetujui rapat itu, Sidang Tahunan MPR tahun ini hanya membentuk tiga komisi yang membahas Mahkamah Konstitusi, membahas evaluasi Ketetapan MPRS/MPR 1960-2002, dan membahas tata tertib MPR. Menurut Chatibul Umam, anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa, Komisi Rekomendasi penting untuk menilai progress report ketiga lembaga tinggi negara tadi. Lagi pula, menurut Chatibul, MPR sesuai dengan Tata Tertib Pasal 97 ayat 2 masih memiliki wewenang untuk m

Bom di JW Marriott

Menyesal sekali saya tak bisa melihat langsung saat-saat setelah terjadi ledakan di Hotel J.W. Marriott, 5 Agustus. Sebab, saat itu saya harus ke Pengadilan Jakarta Pusat untuk menjadi saksi dalam kasus gugatan legal standing AJI terhadap Kapolri dalam kasus kekerasan di kantor Majalah Tempo. Sejak jam 11 saya sudah ada di pengadilan. Kabar tentang ledakan itu juga saya dengar dari teman-teman wartawan yang ada di sana. Karena saya tak bisa datang, akhirnya saya mengetahui informasi detailnya lewat Suara Pembaruan. Saya baru ke lokasi tadi siang --sebelum ke PN Jakarta Pusat lagi untuk melihat sidang gugatan Tomy Winata terhadap Tempo. Dampak ledakan itu memang lumayan luar biasa. Hampir semua kaca depan hotel itu pecah. Lobi hotel, berantakan. Dan kaca Plaza Mutiara, tetangganya, juga mengalami nasib sama. Karena nontonnya dari jarak sekitar 50 meter, hanya itu saja kerusakan yang kelihatan.

Application Form

The registration of candidates for Provincial Houses of Representatives members has opened. AN elderly man entered the yard of the General Election Commission (KPU) Office on Jalan Veteran in Semarang, and joined dozens of other people lining up to obtain forms to become DPD members, last Tuesday. "I'm only collecting for my friends," said Muchlas, a 60-year-old retired civil servant, timidly. He was one of about 430 people, collecting the forms needed to compete in the Central Java Provincial House of Representatives (DPD) election. Muchlas, a resident of Salatiga, will later compete with retired civil servants, former officials, community figures, non-governmental organizations (NGO) activists, artists, celebrities, businesspeople, merchants and students to represent the region in the new institute, the new DPD. This is the first time since the 1955 General Elections that there will be regional representatives. This has been made possible because of the amendments to th

A Matter of Political Will

The establishment of a Constitutional Court is facing doom--a rush has started for positions as justices of the constitution. ZAINAL Arifin looked absorbed in his work of examining the stack of documents on his desk on the seventh floor of the Nusantara I Building of the House of Representatives (DPR) last Thursday. Unlike the other DPR members, who have gone on recess since July 9, these days Zainal is preoccupied with studying the draft law that was completed on Saturday two weeks ago. "I'm putting the finishing touch on the bill as it will be discussed on Tuesday," said the Chairman of the Standing Committee on the Draft Law on the Constitutional Court. Assisted by a five-member DPR team of experts, Arifin raced to complete the bill for discussion by the Standing Committee on July 29. On the next day the bill will be submitted to a session of a special committee before being passed at an extraordinary plenary meeting of the DPR on July 31. This express work is intended

Rebutan Kursi Wakil Daerah

Pendaftaran calon anggota DPD dibuka. Pesertanya membludak, meski dengan modal nekat. PRIA berumur itu tampak memasuki halaman Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jalan Veteran, Semarang. Dia ikut antre bersama puluhan orang yang sedang mengambil formulir untuk menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Selasa pekan lalu. "Saya hanya mengambil untuk teman-teman saya," kata Muchlas, pria tersebut, dengan malu-malu. Muchlas berusia 60 tahun. Ia salah satu dari sekitar 430 orang yang mengambil formulir untuk ikut berlaga dalam pemilihan DPD Jawa Tengah. Pensiunan pegawai negeri sipil yang tinggal di Salatiga itu kelak akan bersaing dengan bekas pejabat, tokoh organisasi kemasyarakatan, aktivis LSM, budayawan, pengusaha, pedagang, dan mahasiswa untuk mewakili daerah ini dalam lembaga baru DPD. Inilah untuk pertama kali setelah Pemilu 1955 ada wakil daerah. Itu dimungkinkan karena amendemen UUD 1945 yang menetapkan susunan MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipil

Berpacu Mengejar Tenggat

Pembentukan Mahkamah Konstitusi terancam gagal. Berebut jadi hakim konstitusi. ZAINAL Arifin tampak tekun meneliti tumpukan berkas di meja kerjanya di lantai 7 Gedung Nusantara I DPR RI, Kamis pekan lalu. Tak seperti anggota DPR lainnya, yang reses sejak 9 Juli, hari-hari Zainal diisi dengan meneliti rancangan undang-undang (RUU) yang baru selesai dibahas Sabtu dua pekan lalu. "Saya sedang membereskan draf yang akan dibahas Selasa," kata Ketua Panitia Kerja RUU Mahkamah Konstitusi itu. Dibantu lima tim ahli DPR, Arifin ngebut merampungkan draf RUU ini sebelum dibahas panitia kerja pada 29 Juli. Esoknya, draf akan dibawa ke sidang panitia khusus, sebelum disahkan dalam rapat paripurna luar biasa DPR, 31 Juli. Kerja ekspres ini untuk mengejar tenggat pembentukan Mahkamah Konstitusi, pada 17 Agustus, seperti diamanatkan UUD 1945. Mahkamah Konstitusi ini memang barang baru. Kewenangannya tergolong istimewa. Selain menguji undang-undang terhadap UUD 1945, menyelesaikan sengketa ke