Skip to main content

Posts

Showing posts from July, 1997

Menolak Sate Kambing dan Selebaran Gelap

Selebaran gelap anti-Gus Dur beredar di berbagai daerah. Cara mengatasinya cukup dengan pengajian. "Semuanya untuk mendiskreditkan NU," kata Gus Dur. KIAI Haji Abdurrahman Wahid untuk sementara mesti menyingkirkan jauh-jauh santapan kegemarannya: sate kambing. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu juga "haram" menyentuh semua masakan yang mengandung garam, santan, atau lainnya yang berpotensi mendongkrak kadar kolesterolnya. Maklum, ia baru diizinkan meninggalkan Rumah Sakit Koja di Jakarta Utara, Rabu pekan lalu, 16 Juli, setelah dirawat selama 10 hari di sana lantaran penyakit darah tinggi. Namun, boleh jadi, bukan pantangan makanan itu yang paling berat bagi tokoh yang lebih populer dipanggil Gus Dur itu. Menurut Yeni, putri keduanya, dokter juga melarang ayahnya memikirkan persoalan yang membuat kening berkerenyit. "Pokoknya, tak boleh memikirkan yang berat-berat dulu," ujarnya. Padahal, akhir-akhir ini cukup banyak masalah yang mengharu

Tanpa Pemberitahuan, Hukuman Mereka Dikuatkan

Aktivis PRD sudah divonis banding, sementara memori banding baru diterima beberapa hari sesudahnya. Mereka protes dan akan tetap melakukan kasasi. ANAK-ANAK muda itu kini tak mirip aktivis lagi. Budiman Sudjatmiko dan teman-temannya, para pentolan Partai Rakyat Demokratik (PRD), kini tak lagi berkulit gelap akibat terbakar matahari di saat mereka melakukan aksi unjuk rasa. Kulit mereka yang putih bersih membuatnya lebih mirip pemuda-pemuda rumahan yang tak pernah bergaul dengan buruh atau aparat keamanan. Kurungan penjara selama hampir setahun (Budiman dkk. ditangkap di rumah Beni Sumardi di Bekasi bulan Agustus 1996), memang mampu mengubah penampilan fisik Budiman, 27 tahun, Ketua Umum PRD. Begitu juga rekan-rekannya sesama aktivis PRD yang ditahan di Rumah Tahanan Salemba: Garda Sembiring, 27 tahun, Jakobus Eko Kurniawan, 27 tahun, Ign. Pranowo, 28 tahun, dan Suroso, 24 tahun. Namun, satu hal tak berubah dalam diri anak-anak muda itu, cara berbicara mereka tetaplah meledak-ledak dan

Generasi 70 di Pucuk Kodam

Pangdam-pangdam baru sekarang berasal dari generasi tahun 1970-an. Diharapkan, mereka bisa lebih luwes dan mengikuti perkembangan zaman. Tapi, pengamat dari LIPI meragukannya. LOKOMOTIF di pucuk pimpinan TNI Angkatan Darat sudah berangkat. Maka gerbong-gerbong di belakangnya pun secara otomatis ikut maju. Kali ini, gerbong agak penuh, karena banyak yang harus diajak "melesat". Selain membawa para perwira yang terkena mutasi--yang paling tidak setiap setahun sekali dilakukan secara besar-besaran--juga membawa mereka yang mendapat tugas karena terjadi pemekaran atau validasi di tiga angkatan (Polri, Angkatan Udara, dan Angkatan Laut). Itulah yang terjadi dalam mutasi dan validasi yang beritanya sudah menghangatkan media massa sejak Wiranto diangkat sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat, 6 Juni lalu. "Terjadi mutasi 298 jabatan perwira tinggi yang terdiri dari 250 jabatan di lingkungan Departemen Hankam, 29 ditugaskaryakan, dan 19 orang pensiun," kata Kepala Pusat Pen

Rebutan Kursi Pasca-pemilu

Di berbagai daerah terjadi perebutan kursi ketua dan wakil ketua DPRD. Umumnya antara Golkar dan ABRI, tapi ada juga yang dengan PPP. KURSI ketua dewan rupanya begitu nyaman untuk diduduki, sampai-sampai membuat beberapa pihak "berebut" untuk mendapatkannya. Maka, tak usah heran mendengar berita tentang "perebutan" kursi Ketua DPR/MPR antara mantan Kepala Staf Sosial-Politik ABRI Letjen Syarwan Hamid dan Ketua Umum DPP Golkar Harmoko, beberapa waktu lalu. Persaingan lewat media-media massa yang meruncingkan suasana itu akhirnya dicoba dinetralkan oleh Menteri Sekretaris Negara Moerdiono, yang mengatakan bahwa kursi Ketua DPR/MPR pasti akan diberikan kepada ketua organisasi peserta pemilihan umum yang terbesar. Spekulasi baru benar-benar teredam ketika pihak ABRI--dilakukan sendiri oleh Panglima ABRI Jenderal Feisal Tanjung--mengucapkan kalimat yang senada dengan omongan Moerdiono. Namun, sementara kursi Ketua DPR/MPR sudah aman di bawah genggaman Golkar, tak demikia

Indonesia, Sekadar Mengimbau

CLASS ACTION para jaksa penuntut umum di 40 negara bagian AS terhadap perusahaan rokok karena dianggap bertanggung jawab atas kesehatan masyarakat mungkin tidak akan terjadi di Indonesia. Ketergantungan AS terhadap pajak penghasilan dari cukai tembakau tidak sebesar yang dialami Indonesia. Bayangkan saja, tahun 1996 saja cukai tembakau yang diterima Pemerintah Indonesia dari industri rokok di dalam negeri mencapai Rp 3,5 triliun. Tahun 1997 ini ditargetkan meningkat menjadi Rp 4,6 triliun. Nilai cukai itu tentu saja belum termasuk pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai. Karena itu, pemerintah tak berani mengambil risiko mengutik-utik industri rokok, apalagi menuntutnya. Belum lagi tenaga kerja yang diserap industri ini. PT Gudang Garam saja kini mempekerjakan 45 ribu karyawan dan PT Sampoerna sekitar 27 ribu karyawan. Padahal, di Indonesia kini terdapat sekitar 500 pabrik rokok kretek, walaupun yang tercatat resmi di Gabungan Pabrik Rokok Indonesia hanya ada 130 buah. Maka, tak

Pilih Kasih untuk Pelanggar Pemilu

Menurut Ketua Panwaslak ada 3.000 kasus pelanggaran pemilu yang akan ditindaklanjuti. Tapi, hingga kini hanya pelaku kerusuhan yang diadili, sedangkan kasus kecurangan tak diproses. SEPERTI siaran ulangan, sesudah lakon pemilihan umum usai, adegan akan berputar kembali seperti keadaan lima tahun lalu. Para pejabat Panitia Pemilihan Indonesia mengucapkan syukur karena pesta demokrasi bisa berjalan dengan sukses, Golkar bergembira-ria merayakan kemenangannya yang gilang-gemilang, sedangkan para calon anggota legislatif yang bakal jadi anggota dewan mulai bersiap-siap mendapat kursi maupun fasilitas yang menggiurkan. Segala kemeriahan sesudah pesta selesai itu seolah ingin melupakan noda-noda hitam yang terjadi selama persiapan dan saat berlangsung acara akbar tersebut. Noda-noda hitam itu berupa pelanggaran selama kampanye dan terutama aksi-aksi kecurangan yang dilakukan pada saat pencoblosan untuk memenangkan Golkar. Bagaimana nasib kasus-kasus pelanggaran itu? Apakah cuma jadi tumpukan

Pagi Sore Sama Saja

Berbagai perguruan tinggi negeri ramai-ramai membuka program ekstensi. Tes masuk lebih longgar, namun biaya kuliah tidak jauh berbeda dengan swasta. Bagaimana mutu lulusannya? GAGAL menempuh ujian masuk perguruan tinggi negeri (UMPTN)? Jangan khawatir, dunia belum kiamat. Ijazah dari perguruan tinggi negeri masih bisa diperoleh. Ikut saja program ekstensi. Jurusannya beragam, perguruan tingginya pun banyak. Semula program kuliah setingkat S1 yang perkuliahannya diadakan sore hari itu terbatas di jurusan yang tidak banyak memerlukan laboratorium praktik, seperti di jurusan ilmu-ilmu sosial dan fakultas hukum. Namun, kini jurusan yang memerlukan banyak praktikum, seperti teknik dan kedokteran pun membukanya. Universitas Indonesia, misalnya, memang sejak lama memiliki program ekstensi di Fakultas Hukum dan Ekonomi. Tahun 1987, program ekstensi di Jurusan Hukum sempat dihentikan. "Namun, karena adanya kebutuhan dari masyarakat, terutama dari mereka yang bekerja di bank, perusahaan swa

Mereka yang Tersisa dari Kerusuhan

Nasib korban-korban kerusuhan tak berkepastian.Yang sudah mati, ada yang tak diakui sebagai korban kerusuhan. Ada juga yang dituduh macam-macam.Yang masih hidup pun tak bebas. KERUSUHAN rupanya selalu menyisakan banyak persoalan. Ambil contoh kerusuhan 27 Juli, hampir setahun lalu, yang hingga kini masih menyisakan problem belum ditemukannya beberapa orang yang dikabarkan hilang. Demikian juga kasus kerusuhan di Sampang dan Jember--yang oleh aparat keamanan dinyatakan sudah selesai--pun masih meninggalkan masalah. Mereka yang dinyatakan hilang dalam insiden Sampang itu sampai kini belum ditemukan. Namun, seminggu setelah kerusuhan, ada yang ditemukan dalam keadaan sudah menjadi mayat. Persoalan tak lantas jadi jelas karena masyarakat menganggap mereka jadi korban kerusuhan, tetapi pihak keamanan berkeras: mereka bukan korban insiden tersebut. Contohnya, Achmad Wafir, 27 tahun, warga Dusun Brembeng, Desa Tamansareh, Sampang. Ia dinyatakan hilang pada malam kerusuhan 29 Mei 1997. Menurut