Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 1998

"Kepala Singa" di Makam Bung Karno

Rezim Soeharto mencoba "melenyapkan" Bung Karno dengan menempatkan makamnya di Blitar, Jawa Timur, sejauh mungkin dari Jakarta. Tetapi "de-soekarnoisasi" itu gagal. Makam Bung Karno tiap hari tetap diziarahi ribuan rakyat. MACAN mati meninggalkan kulit, gajah mati meninggalkan gading. Orang besar mati meninggalkan nama. Itulah yang terjadi pada Bung Karno, Presiden Pertama RI dan salah satu proklamator kemerdekaan, meski rezim Soeharto mencoba menghapus nama Soekarno dari sejarah. Polemik sejarah tentang siapa sebenarnya penggali Pancasila bisa dibilang termasuk bagian dari upaya ini. Rezim Soeharto melakukan segala hal untuk mengecilkan dan "menghabisi" Soekarno, termasuk melarang kunjungan keluarga dan kerabatnya ketika ia sakit, menuduhnya terlibat PKI, termasuk kemudian menolak memenuhi keinginan Soekarno sebelum wafatnya, yang ingin dimakamkan secara sederhana di Batutulis, Jawa Barat. Putra bungsunya, Guruh Soekarnoputra, menceritakan kepada D&R,

Sampai Kapan Habibie Bertahan

Mahasiswa berdemo lagi, menuntut harga sembako diturunkan, dan Presiden Habibie turun. Muncul demo tandingan, mempertahankan Habibie. Wajah politik kita hari ini. SEPERTINYA mereka hendak mengulang sejarah. Ribuan mahasiswa mendatangi gedung DPR-MPR, dua pekan lalu, dan siap menggelindingkan yang dulu oleh sebagian pers Barat disebut "Revolusi Mei". Ketika itu, 19 Mei, mereka menginap di gedung itu, dan beberapa hari kemudian Presiden Soeharto mengundurkan diri. Senin, 7 September dua pekan lalu itu, di antara 2.000-an mahasiswa beberapa mengacung-acungkan poster. "Habibie turun!" bunyi salah satu poster. "Turunkan harga sembako," bunyi poster yang lain. Tapi, mereka masuk ke halaman gedung pun tak bisa. Aparat keburu menutup gerbang, dan mahasiswa hanya bisa sampai di luar pagar. Di salah satu sisi, pagar berupa teralis besi itu roboh didesak-desak demonstran. Itu di Jakarta. Dua hari kemudian, demonstrasi muncul di Surabaya. Tuntutannya sama, meski bunyi

Gawat, Pegadaian Terancam Bangkrut

Perum Pegadaian kesulitan uang. Benteng terakhir sumber dana rakyat kecil itu terancam bangkrut. SEORANG perempuan setengah baya tampak kecewa. Perhiasan emas seberat 400 gram yang hendak digadaikannya ditolak petugas Pegadaian Cabang Salemba, Jakarta Pusat. Seharusnya, dengan menggadaikan emas sebanyak itu paling tidak ia bisa dapat pinjaman Rp 20 juta. Namun, perempuan itu hanya dapat pinjaman Rp 1,5 juta. "Pembatasan ini terpaksa dilakukan," ujar Firdaus Mutiara, Kepala Pegadaian Salemba. Perintah pembatasan pemberian pinjaman untuk nasabah datang dari Direksi Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian beberapa bulan lalu. Mulai Agustus ini, 638 cabang pegadaian di 27 provinsi diminta menciutkan batas maksimal pinjaman, dari Rp 20 juta jadi Rp 5 juta per surat bukti kredit. "Pinjaman maksimal Rp 5 juta pun masih terlalu besar. Untuk pemerataan, karena keadaan sekarang memang sulit, saya turunkan batas maksimalnya jadi Rp 1,5 juta," ujar Firdaus. Di Pegadaian Cabang Kebayo

Mereka Lapar, lalu Menjarah

Daya beli yang menurun dan harga beras yang mahal memaksa orang menjarah apa saja yang bisa dijarah. HAJI ANANG, pengusaha penggilingan padi di Desa Sukoreno, Kalisat, Jember, Jawa Timur, kaget. Malam hari, 31 Agustus lalu, gudang beras miliknya didatangi massa yang tampak beringas Haji Anang dituding menimbun 100 ton beras depot logistik (dolog). Terang saja, Haji Anang gusar. Ia membantah karena memang tak menyimpan beras dolog, seperti yang dituduhkan warga. Haji Anang malah mempersilakan massa untuk memeriksanya sendiri. Benar, tak ada beras dolog di gudang Sukorono Makmur, nama perusahaan penggilingan beras milik Haji Anang itu. Beras yang ada di gudang adalah beras lokal sebanyak 91 karung. Namun, kenyataan itu tak membuat massa bubar. Sebaliknya, mereka meminta Haji Anang agar menjualnya seharga Rp 2 ribu per kilogram. Permintaan itu semula ditolak. Namun, karena massa terus memaksa, Haji Anang menyerah. Beras yang seharusnya bisa dijual Rp 4 ribu per kilogram di Kota Jember itu

Awas, Kelaparan Mengancam

Harga beras terus melejit tak terkendali. Operasi pasar Bulog malah "disabot" para spekulan dan tengkulak. Akibatnya, rawan pangan mengancam di mana-mana. PERUT lapar gampang menjelma jadi kemarahan. Itulah yang terjadi di Bondowoso, Jawa Timur, Rabu, 26 Agustus lalu. Di pagi hari, ratusan orang secara bersamaaan menjarah sekitar 150 ton beras yang teronggok di empat gudang perusahaan penggilingan padi. Siang harinya, aksi penjarahan merembet ke toko-toko yang menjual sembilan kebutuhan pokok alias sembako. Akibatnya, para pedagang lain segera menutup tokonya selama beberapa hari. Suasana Kota Bondowoso dan beberapa kota kecamatan lain lengang dan mencekam. Di hari yang sama, Kantor Depot Logistik (Dolog) Jawa Timur di Jalan Ahmad Yani, Surabaya, didalangi sekitar 200 aktivis Arek Surabaya Pro Reformasi (ASPR). Mereka menuntut transparansi dolog saat mendistribusikan sembako ke masyarakat. "Selama ini, aparat dolog tidak becus mengurusi distribusi sembako. Akibatnya, har

Sisa Yahudi di Indonesia

ORANG Surabaya yang lalu-lalang di jalan Kembang jepun acap kali tak sadar jika rumah nomar 4-6 merupakan rumah ibadah: umat Yahudi, satu-satunya di Indonesia. Tahun 1970-an, banyak orang mengenal peragawati Surabaya yang bernama Rita Aaron namun tak menyadari bahwa ia adalah salah satu orang Yahudi yang hidup dengan damai di sini. Pada awal abad ke-20, pada masa awal kedatangan mereka ke Indonesia, jumlah mereka dalam catatan pemerintah Hindia Belanda mencapai sekitar seribu keluarga. Mereka datang bersama dengan sekelompok orang Arab, yang juga sama-sama datang dari Timur Tengah, yang menyelamatkan diri dari kecamuk Perang Dunia I. Kini, masyarakat Yahudi bisa dihitung dengan jari. Tak jelas kenapa. Yang jelas, komunitas terbesar kini tinggal di Jakarta, 85 keluarga, sementara di Surabaya tinggal lima keluarga: Kedudukan Surabaya telah tergeser bersamaan dengan tergeseraya Surabaya sebagai sentra bisnis. Namun di Kota Buaya tersisakan sebuah sinagoga yang tidak didapatkan di kota lai