Skip to main content

Posts

Showing posts from August, 1998

Tanah Parang, dan Krisis

Warga rame-rame mematoki lahan tidur. Gubernur Jakarta mengizinkan. Bakal muncul problem hukum. TANPA menghiraukan tembakan peringatan polisi, bentrok fisik itu terjadi pada Minggu pagi, 9 Agustus lalu. Ratusan warga saling pukul dan main parang dengan para satuan pengamanan (satpam) beserta puluhan orang sipil di sekitar pacuan kuda, Pulomas, Jakarta Timur. Keributan baru berhenti begitu ada warga terluka parah. Tangan warga itu, Alfian Surianto, 21 tahun, berlumuran darah. "Setelah lima belas menit tak sadarkan diri, baru saya ingat, telapak tangan kanan saya hilang," tutur pemuda yang mengaku korban pemutusan hubungan kerja (PHK) di PT Yasonta, Pulogadung, itu. Rekan-rekannya segera menemukan potongan tangan itu, tergeletak di balik semak. Alfian dibawa ke rumah sakit. Malamnya, setelah dioperasi selama 13 jam di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, telapak tangan Alfian bersambung lagi dengan tangannya. "Terpaksa kami menanggung sendiri biayanya," tutor Siboru Simamo

Kok, Warga Gampang Mengamuk?

Sembilan orang di Gresik tewas diamuk massa. Di Tulungagung, balai desa dirusak. DUKA dan galau sulit pupus dari benak Ismani. Sebab, suaminya, Dodi Hartawan, dan delapan temannya tewas dianiaya warga di Desa Boteng, Kecamatan Menganti, Gresik, Jawa Timur. Namun, sampai kini para pelaku, yang mengira Dodi dan kawankawan adalah komplotan pencuri sepeda motor, tiada yang ditahan polisi. Padahal, "Suami saya bukan perampok," tutur Ismani, ibu dua anak berusia lima dan tiga tahun itu, sembari terisak menangis. Dia, juga segenap tetangganya di Desa Banyuurip, Menganti, tetap , menuntut Kepolisian Resor Gresik untuk mengusut tuntas kasus main hakim itu. Tak sedikitpun Ismani menduga musibah bakmenimpa sang suami, tatkala Dodi tak kunjung pulang. Yang membuatnya gelisah waktu itu hanyalah kemungkinan mobil tua jenis Hijet milik Dodi mogok di jalan atau kehabisan bensin. Pada Kamis, 30 Juli lalu, pukul 20.00, Dodi, yang pegawai kantor Golkar Jawa Timur, pergi mengantar Nono, tukang

Pesan si Doel untuk Anak Indonesia

Puluhan ribu anak-anak tak bisa melanjutkan sekolah karena krisis ekonomi. Siapa bertanggung jawab atas nasib mereka? KITA semua tahu, keadaan memang susah. Apa pun yang terjadi, anak-anak jangan sampai putus sekolah," begitu pesan Rano Karno, dalam iklan yang ditayangkan hampir semua stasiun televisi. Dalam iklan yang didukung oleh hampir semua pemain Si Doel Anak Sekolahan itu, Rano menganjurkan agar anak-anak tetap melanjutkan sekolah walaupun krisis ekonomi sedang melanda Indonesia. Memang, tingginya angka anak-anak yang tidak melanjutkan lagi sekolahnya, pada tahun ajaran baru. Juli lalu, sungguh luar biasa. Hampir tak pernah terjadi dalam sejarah Orde Baru selama ini. Di Jawa Timur, misalnya, 40 ribu anak usia sekolah terpaksa meninggalkan bangku sekolah. Pelinciannya: 30 ribu siswa sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah, dan 10 ribu siswa sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP). Angka itu memang belum pasti benar. Bisa lebih kecil, bahkan bisa pula lebih besar. Para sis

Misteri Sepatu Kiri

Seorang pejabat di Surabaya raib. Diduga berlatar kasus ratusan hektare tanah kas desa. WILOGO, pembantu Wali Kota Surabaya Bagian Selatan, bakal memperpanjang daftar orang hilang, Sudah tiga pekan, ia raib penuh teka-teki. Kasusnya pun menjadi sensasi tersendiri di Surabaya. Meski Pemerinlah Daerah Kotamadya (Kodya) Surabaya telah meminta bantuan polisi dan Badan Koordinasi Stabilisasi Nasional Daerah Jawa Timur untuk melacak nasib Wilogo, pihak kodya juga mengerahkan aparatnya untuk tujuan serupa. Warga Surabaya diminla juga dukungannya. Janggannya pula, rumah Wilogo di Jalan Semolowaruelok Blok AG/19, Surabaya, dijaga ketat oleh aparat kodya dan beberapa lurah. Tak sembarang orang bisa menemui keluarga Wilogo--termasuk istri Wilogo, Ny. Tuti Pujiastuti. Menurut Ny. Tuti, suaminya pergi meninggalkan rumah pada Rabu, 29 Juli lalu, pukul 20.00. Wilogo mengendarai mobil Timor biru metalik bernomor polisi L 9021 CE. Ia ke rumah Wali Kota Surabaya Soenarto Soemoprawiro. Di situ memang ada

Korban Lain Penculik dan Penganiayaan

Sejumlah aktivis surabaya bersaksi telah diculik dan dianiaya aparat militer. Tapi, Panglima Kodam Brawijaya membantah. PARTAI Rakyat Demokratik (PRD) telah dipersalahkan sebagai otak kerusuhan 27 Juli 1996. Adalah Syarwan Hamid, Kepala Staf Sosial-Politik ABRI waktu itu, yan menyatakan Budiman Sujatmiko dkk. sebagai penyulut prahara berdarah di Jakarta itu. Orang-orang PRD dan organisasi yang diwadahinya--Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID), Pusat Perjuangan Buruh Indonesia (PPBI), Jaringan Kerja Kesenian Rakyat (Jakker), Serikat Tani Indonesia (STI), dan Serikat Rakyal Indonesia-diburu dan dibui. Ada dari mereka yang cuma beberapa hari ditahan. Namun, para pentolannya masih dipenjara. Kini, ada kabar baik dari pemerintah B.J. Habibie. Sebagian dari mereka akan dibebaskan, segera. Termasuk Ketua Pendidikan dan Propaganda PPBI Wilson dan Ken Budha Kusumandaru yang selama ini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur. Juga tiga aktivis Surabaya, Dita