Skip to main content

Posts

Showing posts from August, 1997

Unjuk Rasa Boleh, Asal Aman

Sejumlah kiai di Jawa Timur membolehkan unjuk rasa sebagai bentuk amar makruf nahi mungkar. Upaya mencegah kerusuhan dengan rambu-rambu fikih. BOLEHKAH aksi unjuk rasa dari sudut pandang agama Islam? Para kiai Nahdhatul Ulama di Jawa Timur membahas kasus tersebut--rasanya ini pembahasan yang pertama kali. Tentu, bukan tanpa latar belakang (asbabun nuzul). Seperti diketahui, belakangan ini, kerusuhan yang merupakan buntut dari unjuk rasa marak di daerah-daerah kantung santri. Menyebut dua kasus besar, misalnya, protes masyarakat terhadap vonis atas Soleh yang menghina almarhum K.H. As'ad Syamsul Arifin, kiai besar dari Pesantren Asembagus, dan kerusuhan di Sampang akhir Mei lalu karena protes masyarakat atas kecurangan dalam pelaksanaan pemungutan suara. Bahwa setiap muslim haruslah melakukan fungsi kritik sosial seperti yang tersurat dalam prinsip amar makruf nahi mungkar (menyuruh berbuat baik, mencegah perbuatan yang merusak), rasanya sudah diketahui umum. Namun, bagaimana cara m

Jawa Timur dan Seribu Perampokan

Jawa Timur dinobatkan sebagai provinsi terjahat. Antara Mei dan Juni 1997 saja sudah terjadi perampokan nasabah bank 20 kali. SEBUAH provinsi dengan rekor kejahatan yang kelewat tinggi adalah sebuah masalah besar. Itulah yang menimpa Jawa Timur yang beribu Kota Surabaya. Belum lama ini, Mabes Polri menobatkan Jawa Timur sebagai provinsi terjahat di Indonesia. Maksudnya: daerah dengan tingkat kriminalitas tertinggi. Prestasi unik bagi provinsi terbanyak penduduknya itu didasarkan pada catatan kriminalnya dalam dua tahun terakhir. Perhatikan. Sampai akhir 1996, Jawa Timur membukukan 11.285 kali tindak kejahatan. Adapun sejak Januari sampai Mei 1997, angka itu sudah mencapai 9.358. Bersamaan dengan pengumuman itu, Polwil Surabaya memperingati masyarakat agar waspada terhadap tiga jenis kejahatan, yaitu perampokan nasabah bank, pembunuhan, dan pemerkosaan. Sejak Januari hingga Mei 1997, tiga jenis kejahatan itu membukukan catatan masing-masing 11 kasus, 13 kasus, dan tujuh kasus. Khusus un

Bukan Salah Bunda

UU Kewarganegaraan dinilai menyengsarakan wanita. Sudah banyak kasusnya. KEKHAWATIRAN kerap menghantui sanubari Waty. Karyawati sebuah perusahaan di Jakarta itu waswas bila anak semata wayangnya, Atiq Rahman, lima tahun, hilang dari pelukannya. Soalnya, bekas suaminya, Ali, tetap berupaya meraih Atiq secara tidak sah. Waty, warga negara Indonesia, dan Ali, warga Pakistan--keduanya kini berusia 34 tahun-- menikah di Bogor pada tahun 1992. Belakangan, rumah tangga mereka oleng. Ketika Atiq berusia sembilan bulan, bocah itu dilarikan Ali ke Pakistan. Tentu saja Waty galau. Dia melapor ke polisi, tapi Ali tak terjangkau hukum Indonesia. Di imigrasi, Ali juga tak bisa dicekal karena ia dan Atiq sama-sama berkewarganegaraan Pakistan. Saking kesalnya, Waty segera mengajukan perceraian dengan Ali ke Pengadilan Agama Bogor, dan dikabulkan pada Oktober 1993. Setelah itu, dia menyusul Atiq ke Pakistan. Melalui pengadilan di Lahore, Pakistan, Waty bisa memperoleh hak perwalian atas Atiq. Maka, set