Skip to main content

Posts

Showing posts from April, 1998

Menyoal Kembali UU Politik

Tuntutan pencabutan lima paket undang-undang politik kembali mengemuka, bersamaan dengan kian menguatnya desakan reformasi politik dari mahasiswa. Akankah pemerintah bersedia? MULA-MULA, yang dituntut mahasiswa adalah reformasi politik. Karena ditantang membuat konsep, lalu tuntutan dielaborasi. Yang muncul adalah-keininan lama: pencabutan lima paket undang-undang politik. Paket yang dimaksud terdiri dari UU tentang (1) Pemilihan Umum; (2) Susunan dan Kedudukan MPR/DPR; (3) Partai Politik dan Golkar; () Referendum. dan; (5) Organisasi Kemasyarakatan. Desakan agar kelima paket yang sebagian diberlakukan sejak tahun 1985 itu dicabut kini terdengar hampir dalam setiap demo mahasiswa. Dan. gaungnya pun semakin keras saja, sampai Presiden Soeharto dan pembesar pcmclintah yang lain perlu menanggapi. Sejak awal diberlakukan, paket ini sebenarnya telah kerap dipersoalkan pakar beserta kalangan prodemokrasi. Pasalnya, dianggap hanya mengukuhkan supremasi lembaga kepresidenan dan unsur eksekutif

Soetandyo: "Merupakan Kunci Reformasi Politik"

SOETANDYO Wigyosoebroto menyebut kunci reformasi politik adalah reformasi lima paket undang-undang politik. Reporter D&R Abdul Manan mewawancarai guru besar Universitas Airlangga tersebut. Berikut petikannya. Mahasiswa sekarang ramai mempersoalkan lima paket undang-undang politik. Sebenarnya, apa urgensinya? Mahasiswa mengharapkan reformasi tidak berhenti di bidang ekonomi saja. Karena, menurut paham mereka, segala sebab krisis ekonomi ini berakar pada struktur politik. Ekonomi sangat dikontrol oleh kepentingan-kepentingan politik. Karena itu, harus berlanjut ke reformasi politik. Dan, kunci reformasi politik adalah reformasi lima paket undang-undang politik. Salah satu argumen mahasiswa: paket undang-undang politik telah mengebiri hak politik rakyat. Ya, memang. Kelima undang-undang itu, ditambah UU tentang Pemcrintah Daerah dan Pemerintah Desa, itu telah memperbesar kewenangan pemerintah pusat, sedangkan politik rakyat makin menyusut. Menurut Anda, apa "kesalahan" pali

Ya Dialog, Ya Demo

Larangan serta dialog tampaknya belum akan meredakan aksi kampus. Mahasiswa di perguruan tinggi paling bergolak menganggap sepi langkah pemerintah. AKSI Mahasiswa menggelinding terus bagai bola salju. Larangan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (P & K) Wiranto Arismunandar agar tak berpolitik praktis di kampus tidak menyurutkan hasrat mahasiswa untuk melanjutkan protesnya. Sebaliknya, mereka semakin memperbesar barisan dengan membangun aliansi di beberapa kota. Larangan Menteri Wiranto Arismunandar mereka anggap sepi saja dengan alasan tak jelas batasannya. Malah, mantan Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) yang minta mahasiswa lebih dulu mereformasi diri itu kian kerap mereka desak untuk mundur. Lalu, bagaimana dengan larangan turun ke jalan yang diumumkan Panglima Komando Daerah MiliterJaya Sjafrie Sjamsoeddin dan Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Hamami Nata, Jumat, 17 April lalu, serta penilaian Presiden Soeharto bahwa unjuk rasa di kampus telah mengganggu proses belajar-me

Melibas Mafia Peradilan

Menteri Kehakiman Prof. Muladi bakal menggebrak mafia peradilan. Bagaimana kendala dan ekspektasinya? MAKHLUK yang satu ini acap disebut-sebut, dicaci, bahkan diburu. Ia diakui dan dirasakan selalu menghantui proses peradilan, namun tak kunjung terjamah wujudnya. Bahkan ketika jabatan Menteri Kehakiman kini diemban Prof. Muladi, orang pun kembali mensinyalimya: "mafia peradilan". Meski hasrat awal Menteri Muladi hendak membabatnya, toh banyak aparat peradilan, termasuk Muiadi, tak setuju dengan istilah rnafa peradikln. Begitupun, hampir tiada yang tak sepakat bahwa berbagai praktik negatif di peradilan entah korupsi, kolusi, percaloan perkara, ataupun pungutan nan jauh melampaui tarif resmi--mesti segera diberantas. Tinggal sekarang persoalannya, bagaimana mendekatkan hal yang senyatanya (das sein) dengan yang seharusnya (das sein). Setidaknya, contoh fenomena yang pernah mencuat di Pengadilan Negeri (PN) Medan bisa ditilik kembali. Pada tahun lalu, sebanyak 61 pengacara di s