Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2007

Challenging the Sacred Block

The court hearing of a suit by Amien Rais and 100 others demanding that the Cepu Block management agreement be annulled has begun. ExxonMobil asked that the agreement be respected. JAKARTA Regional Representatives Council (DPD) member Marwan Batubara is busy collecting signatures. Last week three of his subordinates were sent out to visit more than 100 people to get their signatures for a power of attorney that he had prepared. “I’m optimistic, it will end in less than three weeks,” he told Tempo. The power of attorney was for a suit presented by 111 people against nine institutions and mining operators. This includes the Minister of Energy & Mineral Resources, the state-owned oil company Pertamina, the Upstream Oil & Gas Regulatory Agency, ExxonMobil, the Department for State-Owned Enterprises (SOEs), and PT Humpus Patragas. They are challenging an agreement over the management of the Cepu Block in the boarder region between Central and East Java that has fallen in the hands

Menggugat Blok Keramat

Sidang gugatan Amien Rais dan seratus orang lainnya, yang menuntut agar kontrak pengelolaan Blok Cepu dibatalkan, mulai digelar. ExxonMobil minta perjanjian dihormati. ANGGOTA Dewan Perwakilan Daerah DKI Jakarta, Marwan Batubara, tengah berburu tanda tangan. Sejak pekan lalu tiga anak buahnya dikerahkan untuk mendatangi lebih dari seratus orang agar mereka ikut membubuhkan tanda tangan di surat kuasa yang ia siapkan. ”Saya optimistis, semuanya selesai sebelum tiga pekan,” ujarnya kepada Tempo. Surat kuasa yang disiapkannya itu merupakan syarat gugatan yang diajukan 111 orang kepada sembilan lembaga dan pengelola pertambangan. Antara lain, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Pertamina, Badan Pengelola Migas, ExxonMobil, Kementerian BUMN, dan PT Humpus Patragas. Mereka menggugat pengelolaan Blok Cepu di kawasan perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur yang jatuh ke tangan ExxonMobil. Selain jumlahnya bejibun, penggugat berasal dari berbagai kalangan. Mereka antara lain mantan Ketua MPR

Suciwati Sues, Garuda Denies

Garuda Airlines is believed to have violated aviation regulations that resulted in the death of Munir. But the airline’s attorney claims that Munir was actually poisoned in Singapore. CHAIRUL Anam feels that all the “ammunition for battle” brought into the court room is now enough. A stack of evidence that Garuda Airlines committed violations resulting in the death of Munir has been handed over to the judges. Suciwati’s lawyer is convinced that Garuda will be knocked out in the face of the civil suit presented by his party. “The supporting evidence is very strong,” said the lawyer from the Jakarta Legal Aid Foundation (LBH) who is also an activist with the Human Rights Working Group. Suciwati’s suit calls for PT Garuda Indonesia to be held responsible for Munir’s death during a flight from Singapore to Amsterdam, Holland on September 7, 2004. Eleven parties are being sued by Suciwati, including Garuda, Pollycarpus Budihari Priyanto and the pilot who flew the GA974 flight Munir took fr

Suci Menggugat, Garuda Menampik

Garuda dianggap melanggar konvensi penerbangan yang menyebabkan Munir tewas. Pengacara maskapai ini menyatakan Munir diracun di Singapura. SEMUA ”amunisi pertempuran” di ruang sidang itu sudah dirasa cukup oleh Chairul Anam. Segepok bukti bahwa maskapai penerbangan Garuda melakukan pelanggaran dalam kasus tewasnya Munir sudah disodorkan ke hakim. Pengacara Suciwati ini yakin Garuda bakal ”KO” menghadapi gugatan perdata yang diajukan pihaknya. ”Bukti pendukungnya sangat kuat,” ujar pengacara Lembaga Bantuan Hukum Jakarta yang juga aktivis Human Right Working Group ini. Gugatan Suciwati ini untuk menuntut tanggung jawab PT Garuda atas terbunuhnya Munir dalam penerbangan dari Singapura menuju Amsterdam, Belanda, pada 7 September 2004. Ada 11 pihak yang digugat Suciwati, antara lain PT Garuda Indonesia, Pollycarpus Budihari Priyanto, hingga pilot yang membawa pesawat GA974 rute Jakarta-Amsterdam, pesawat yang ditumpangi Munir. Dalam gugatan setebal 19 halaman, ibu dua anak itu menilai PT G

Senayan as a Role Model

Several public organizations propose a judicial review of the regulation on the DPRD budget, a regulation born out of DPRD members’ demand for welfare allowances and benefits. A CROWD of a hundred people from various public organizations demonstrated in protest against Government Regulation (PP) No. 37/2006 at the Yogyakarta Regional House of Representatives (DPRD) building last Monday. The demonstrators carried banners bearing angry slogans such as “PP 37/2006 Robs the People’s Money.” The event marked the start of a protest rally that would be conducted in several cities. “Our aim is to abolish the regulation,” said Denny Indrayana, director of the Yogyakarta Anticorruption Study Center. Over the last two weeks, the regulation on the Protocol and Finances of the DPRD leader and members has attracted criticism. The regulation deals with member salary and benefits. Two new issues have surfaced in connection with this regulation, namely, the allowance for intensive communication for th

Mereka Becermin ke Senayan

Sejumlah lembaga masyarakat segera mengajukan gugatan uji materiil terhadap Peraturan Pemerintah tentang Keuangan DPRD. Peraturan ini keluar karena tekanan para wakil rakyat. SEKITAR seratus orang mendatangi kantor DPRD Yogyakarta. Mereka mengusung sejumlah poster. Satu di antaranya tampak besar dan mencolok mata. ”PP 37/2006 Merampok Uang Rakyat,” demikian bunyinya. Aksi yang dilakukan sejumlah anggota lembaga swadaya masyarakat Kota Gudeg, Senin pekan lalu, itu mengawali protes penolakan terhadap Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2006, yang rencananya bakal digelar di sejumlah kota lainnya. ”Targetnya, peraturan itu dicabut,” kata Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Yogyakarta, Denny Indrayana. Inilah Peraturan tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD, yang dua pekan terakhir mengundang kecaman di sana-sini. Peraturan tersebut mengatur gaji dan fasilitas anggota DPRD. Yang baru dalam aturan tersebut, munculnya tunjangan komunikasi intensif untuk anggota DPRD

Menolak tapi Menerima

HUJAN interupsi membuat alot Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sleman, medio Desember lalu. Dari 34 orang anggota Dewan yang hadir, hanya lima yang tidak setuju draf Rancangan Perubahan Peraturan Daerah tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota. Pimpinan sidang melakukan voting. Akhirnya lima wakil rakyat dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menolak itu pun keok. Draf yang disusun untuk menyikapi terbitnya Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2006 itu ditetapkan dengan pola maksimal. Besarnya, tiga kali uang representasi ketua dewan. Itu yang dipersoalkan dan menjadi dasar penolakan kelima wakil rakyat tersebut. Alasannya, penetapan itu tidak mempertimbangkan beban kerja dan kemampuan daerah. Wakil Ketua Dewan Kabupaten Sleman, Yogyakarta, Rahman Agus Sukamto, mengatakan bahwa berdasarkan keputusan itu, 45 orang anggota Dewan Kabupaten Sleman akan menerima tunjangan komunikasi intensif masing-masing Rp 75,6 juta per tahun. Berarti, daerah haru

Tersandung Proyek Loa Kulu

AKHIRNYA status tersangka ”dijeratkan” ke Bupati Kutai Kartanegara, Syaukani H.R. Setelah pertengahan Desember lalu ia diperiksa berjam-jam di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin pekan lalu Komisi menetapkan bupati yang sudah dua periode memimpin Kutai Kartanegara itu sebagai tersangka korupsi pembangunan lapangan terbang. ”Bukti-buktinya kuat,” ujar juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Johan Budi, kepada Tempo. Sebenarnya pekan-pekan ini KPK akan memeriksa kembali Syaukani. Tapi pemeriksaan ini dibatalkan lantaran Syaukani sakit. Menurut sumber Tempo, KPK sempat tak percaya Syaukani sakit dan memerintahkan stafnya menyelidiki kebenaran berita itu. ”Ya, pokoknya setelah sehat, kami akan menjadwalkan kembali pemeriksaannya,” kata Johan. Butuh waktu panjang bagi KPK untuk menetapkan status baru Syaukani ini. Puluhan saksi sudah dipanggil untuk dimintai keterangan seputar pembangunan Bandara Sultan Kutai Berjaya di Kecamatan Loa Kulu, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Sebelu

Kesandung Belanja Rutin

SJAHRIEL Darham kelihatan letih ketika meninggalkan ruang pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta, Rabu malam pekan lalu. Baju safari abu-abu dan peci hitamnya tak membuat bekas Gubernur Kalimantan Selatan (periode 2000-2005) itu kelihatan gagah seperti di masa dinas dulu. Maklum, lelaki kelahiran Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, yang kini 61 tahun itu baru diperiksa selama 12 jam. Ia pun tak berselera menjawab berbagai pertanyaan seputar pemeriksaan. ”Kalau sesuai dengan prosedur, ya, saya ikuti saja,” ujarnya pendek. Ketika mengembalikan kartu tamu dan menukarnya dengan kartu tanda penduduk di meja keamanan KPK, tangan Sjahriel gemetar. Tapi ia tetap melempar senyum ke arah wartawan saat petugas berseragam menggiringnya ke mobil Kijang yang sudah menunggunya. Sjahriel diantar ke ruang tahanan Badan Reserse dan Kriminal di Markas Besar Kepolisian RI—yang jaraknya sekitar 30 menit dari kantor KPK. Itu pemeriksaan kedua. Pada 11 Desember 2006, Sjahri