Skip to main content

Posts

Showing posts from June, 1997

Mega, Haul, dan Wayang Kulit

Kepolisian Yogyakarta membatalkan izin pentas wayang kulit menyambut syukuran keluarga Acun Hadiwijoyo karena Megawati akan hadir. Hak pribadi Mega dipersempit? KEHIDUPAN Megawati, seperti pernah dilukiskan Bung Karno dalam bukunya, Penyambung Lidah Rakyat, akan mengalami cobaan dan gejolak. Ia tiga kali menikah, sekolahnya tidak selesai, dan kini hak-haknya pun banyak yang dijegal. Baik haknya sebagai Ketua Umum PDI hasil Musyawarah Nasional PDI 1993 maupun hak-hak pribadi lainnya. Penderitaan yang dialami Megawati, 51 tahun, rupanya tak urung berhenti. Sabtu akhir pekan lalu, 21 Juni, ia kembali kehilangan hak pribadinya. Izin pergelaran wayang kulit dalam rangka hajatan syukuran sebuah keluarga di Yogyakarta dicabut. Penyebabnya sepele: Megawati akan hadir pada acara wayang kulit itu. Padahal, kedatangan putri Bung Karno tersebut dalam kapasitasnya sebagai pribadi, bukan sebagai Ketua Umum DPP PDI hasil Musyawarah Nasional PDI 1993. Tamu undangan dan penonton yang sudah datang di Nd

Tragedi Kiai Hisyam

Aparat keamanan di Madura diduga telah menganiaya warga setempat. Bahkan, ada kiai yang digunting kupingnya. Tapi, pihak Kodam V/Brawijaya menyangkal. KERUSUHAN massa di Sampang dan Pamekasan, Madura, Jawa Timur, awal bulan ini tampaknya bakal berujung di pengadilan. Kamis, 19 Juni lalu, 32 warga Pamekasan melaporkan kasus penganiayaan yang mereka alami ke Yayasan Lembaga Pembela Hukum (LPH) Yogyakarta. Menurut Artidjo Alkostar, ketua yayasan itu, hal tersebut adalah laporan penganiayaan kedua yang disampaikan oleh warga Pamekasan ke LPH Yogyakarta. Sebelumnya, pada 7 Juni lalu, pihaknya juga menerima pengaduan tertulis dari 46 orang warga Sampang, yang mengaku telah dianiaya aparat keamanan di Madura. Kedua kasus penganiayaan itu terjadi dalam waktu yang berbeda. Yang pertama terjadi Minggu malam, 1 Juni 1997 lalu, menimpa 46 orang warga Dusun Pamulaan, Desa Congapan, Kecamatan Camplong, Kabupaten Sampang. Sore itu, K.H. Hisyam, pimpinan Madrasah Ibtidaiah Darul Iman di Desa Congapan

Pemberontakan di Medaeng

Tiga pekan setelah kerusuhan 25 Mei, penghuni Rutan Medaeng, Sidoardjo, kembali mengamuk. Kini, mereka membakar rutan dan menjebol dinding. Kesal terhadap petugas? KERUSUHAN di lembaga pemasyarakatan (LP) adalah cerita biasa, tapi kerusuhan dengan pembakaran bukanlah kisah biasa. Itulah yang terjadi Rabu malam pekan lalu, 11 Juni, di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Medaeng yang terletak di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Menjelang tengah malam, rutan yang jadi hotel prodeo untuk tahanan-tahanan yang "punya nama", seperti aktivis Dita Indah Sari, Coen Husein Pontoh, dan Astini, si penjagal tiga wanita, itu bergolak. Kerusuhan dimulai dengan ributnya para tahanan dan narapidana (napi) menggebrak-gebrak jeruji besi tahanan. Bunyi dari Blok F--di sana ada Blok A sampai F dan ruang tahanan wanita--itu menyebar ke blok-blok lain dan memecahkan keheningan malam. Bayangkan saja, ada 575 tahanan dan napi di rutan yang luasnya 1,2 hektare itu. "Dari Blok F itulah awal kerusuhan itu,

... dan di Bangkalan pun Terjadi

MALAM itu para pemain orkes dangdut lokal dan cewek penyanyi yang berpakaian menyala sedang mengetes alat musik di panggung. "Tes, tes, setong, due," penyanyi itu mencoba mikrofon dalam bahasa Madura. Tiba-tiba, entah bagaimana, menurut saksi mata, sebagian pengunjung tiba-tiba naik mendekati perangkat tata suara elektronik. Mereka bukan mau berjoget. Tapi, serta-merta mereka merusak peralatan mahal itu, memorakporandakannya, dan--puncaknya--membakar panggung. Arena joget sekejap berubah jadi bara amuk. Itulah adegan-adegan awal peristiwa kerusuhan Bangkalan, Sabtu malam pekan lalu, 14 Juni, pukul 20.30. Seperti diketahui Pemda Bangkalan pada libur akhir pekan itu menyelenggarakan hajatan syukuran atas diperolehnya Penghargaan Adipura. Ada pesta, pameran makanan khas Madura, panggung musik dangdut, dan pemutaran film layar tancap. Hiburan rakyat itu menyedot ribuan pengunjung. Dan, acara belum dimulai benar, meledaklah kerusuhan itu. Pada waktu yang sama, sebagian massa di

..., Lalu Pencoblosan pun Diulang

Dan, PPP pun kalah di 65 TPS yang diulang. Tapi, 57 persen pemilih tak hadir. Empat puluh lima calon anggota legislatif dari PPP Sampang mengundurkan diri. WARGA PPP Sampang menuntut, pencoblosan ulang dilaksanakan di seluruh Kabupaten Sampang, di lebih dari 1.000 TPS. Lembaga Pemilihan Umum, juga Gubernur Jawa Timur Basofi Sudirman dan Bupati Sampang Fadillah Budiono, bilang tak mungkin. Atas dasar apa? Yang tak bisa dihitung adalah TPS yang kotak suaranya hilang atau terbakar. Dan, itu ada di 86 TPS. Pokoknya, Rabu, 4 Juni, memang pencoblosan diulang, setelah sejak Senin pekan ini segala keperluan untuk acara itu disiapkan. Pada harinya ternyata yang diulang cuma di 65 TPS. Di 21 TPS yang sedianya akan diulang juga dinyatakan tak perlu karena kotak suara ditemukan lengkap dengan isinya, kartu suara. Berikut laporan Abdul Manan, Koresponden D&R di Surabaya, dari Sampang. Selasa malam pekan ini, Sampang diliputi suasana cukup tegang. Di pintu masuk Kota Sampang, semua pengemudi ken

K.H. Alawy Muhammad: "..Kembalikan sebagaimana Baiknya"

KANTOR DPP PPP di Jalan Diponegoro hari itu, Sabtu, 31 Mei, ramai. Rombongan dari Jawa Timur hadir, dipimpin langsung oleh Ketua PPP Jawa Timur, Syumli Sadli. Ia didampingi wakilnya, Muntholib. Bersama mereka adalah Muhammad Fadli Gozali, Ketua PPP Pamekasan. Lalu, N.M. Hasan Asy'ari, Sekretaris PPP Sampang. Dan, dengan pakaian khas, bersorban hijau adalah Kiai Alawy Muhammad, pemimpin Pondok Pesantren At Toriqqi: Dialah ulama, pemimpin umat, dan tokoh masyarakat berpengaruh. Wartawan berjubel. Memang, itulah konferensi pers Partai Bintang, dengan acara utama ihwal kasus Sampang, Madura, Jawa Timur. Itulah, bila Kiai Alawy mendapat perhatian khusus. Bukan baru sekali ini, kiai yang tinggi semampai yang kini menjelang 70 tahun itu harus berdiri di depan ketika masyarakat Madura menghadapi masalah. Dulu, Oktober 1993, Kiai Alawy menjadi wakil masyarakat Sampang dalam kasus Waduk Nipah. Waktu itu, korban pun jatuh. Dan, Kiai Alawy tak bisa menerima. Ia, bersama warga Sampang, mengusut