Skip to main content

Posts

Showing posts from June, 2007

Prosecutors in the Jungle

THEY are called the team of prosecuting attorneys in charge of the Bank Indonesia Liquidity Assistance (BLBI) case. From here, it is clear what the special target of the team formed by the Attorney General’s Office are. They are the country’s top problem debtors, black tycoons who were able to settle their debts with help from the central bank, or in other words state money—valued at hundreds of billions or even trillions of rupiah. Today, the team comprising 35 prosecuting attorneys is being readied. “The target is to ensure that by July 22 they will have been formed,” said Secretary to the Deputy Attorney General for Special Crimes, Kemas Yahya Rahman, last Thursday. On that day, which coincided with the Attorney General’s birthday, Kemas Rahman had pocketed 75 names of prospective members before the final selection. They come from various areas, with some from the AGO. “Right now, we are selecting from among the deputy attorneys general,” said Kemas Rahman. Place of work is not an i

The Past Catches Up with Nursalim

The Attorney General’s Office is breaking new ground. Two special teams are being formed to re-investigate the Rp650 trillion BLBI debt settlement by former owners of banks devastated by the economic crisis 10 years ago. One target may be—once again—the boss of Gajah Tunggal, Sjamsul Nursalim. Documents obtained by Tempo point to possible crimes committed by Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) he owned. The Attorney General at the time even asked the United States to trace BDNI’s assets there. ...one morning in 2002. KWIK Kian Gie very clearly recalls the moment five years ago. Kwik, who at the time was National Development Planning Minister, rushed to respond to a summons by President Megawati Sukarnoputri to her official residence at Jalan Teuku Umar in Menteng, Central Jakarta. The clock showed 7am. Upon arriving, Kwik was surprised to see that all the economic ministers under Coordinating Minister for the Economy Dorodjatun Kuntjoro-Jakti had gathered there. “It was just like a c

Dulu Obral Kini Menjegal

Kejaksaan Agung membuat gebrakan baru. Dua tim khusus tengah dibentuk untuk menelisik ulang penyelesaian utang BLBI senilai Rp 650 triliun oleh para mantan pemilik bank yang remuk diterjang krisis ekonomi sepuluh tahun silam. Bisa jadi bos Grup Gajah Tunggal, Sjamsul Nursalim, akan kembali dibidik. Setumpuk dokumen yang dimiliki Tempo mengindikasikan adanya berbagai tindak pidana di Bank Dagang Nasional Indonesia miliknya. Kejaksaan Agung pun pernah meminta pihak Amerika melacak asetnya di sana. ... suatu pagi, 2002. KWIK Kian Gie masih ingat betul momen lima tahun silam ini. Dengan tergesa-gesa, Kwik yang saat itu menjabat Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional memenuhi undangan Presiden Megawati Soekarnoputri datang ke kediaman resminya di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat. Jarum jam baru menunjuk angka 07.00. Namun alangkah terkejutnya Kwik sesampainya di sana. Para menteri ekonomi yang dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti sudah lengkap berkum

Jaksa Masuk Hutan Memedi

NAMANYA tim jaksa penanganan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Dari sini bisa dibaca yang bakal menjadi target khusus tim bentukan Kejaksaan Agung itu. Mereka adalah pengemplang kakap atau biasa disebut debitor bermasalah, obligor nakal, dan konglomerat hitam yang selama ini menikmati utang dari bank sentral alias duit negara—yang nilainya beratus miliar atau bahkan triliunan rupiah. Saat ini tim yang akan berisi 35 jaksa itu sedang disiapkan. ”Targetnya, sebelum 22 Juli sudah harus terbentuk,” kata Sekretaris Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kemas Yahya Rahman, Kamis pekan lalu. Tanggal itu bertepatan dengan hari jadi kejaksaan. Kemas sudah mengantongi 75 nama calon anggotanya sebelum dikempiskan. Mereka berasal dari ber-bagai daerah, sebagian dari Kejaksa-an Agung. ”Sedang diseleksi jaksa agung muda,” kata Kemas Rahman. Untuk tempat kerja, tak ada soal. Tim akan menggunakan ruang bekas Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor). Tim yang dipimpin Hendarman S

Buron Terhormat dari Tolitoli

Tujuh anggota DPRD menghilang saat akan dieksekusi. Jaksa menyesalkan lambatnya pengiriman putusan dari Mahkamah Agung. HILANG sudah kesabaran Kepala Kejaksaan Negeri Tolitoli, Sulawesi Tengah, Fachruddin Siregar. Setelah diberi waktu sepekan untuk masuk penjara secara baik-baik tapi tidak menggubris, kini tujuh bekas anggota DPRD Tolitoli dimasukkan ke daftar buron kejaksaan. ”Tidak ada jalan lain, mereka harus dijemput paksa, di mana pun mereka berada,” ujar Fachruddin. Tujuh orang tersebut adalah terpidana kasus korupsi dana anggaran pendapatan dan belanja daerah sebesar Rp 4,5 miliar. Mahkamah Agung menghukum mereka lima sampai enam tahun penjara, 22 Desember 2005. Namun kejaksaan baru menerima putusan itu 18 bulan kemudian, tetapnya 22 Mei lalu. Rupanya, waktu sepanjang itu dipakai para terpidana untuk kabur. Dalam kasus korupsi dana APBD itu, sebenarnya ada 14 anggota DPRD periode 1999-2004 yang jadi tersangka. Kasusnya dipecah menjadi dua berkas. Berkas pertama: Umar Alatas, Zai

Selembar Perjanjian Jadi Perkara

Sebuah pabrik cokelat menyeret dua bekas karyawannya ke meja hijau. Dituduh melanggar perjanjian kerja sekaligus membocorkan rahasia dagang kepada pesaing. INI bisa menjadi pelajaran untuk mereka yang baru diterima sebagai pekerja. Bacalah detail perjanjian yang disodorkan perusahaan. Jika tidak, bukan mustahil urusan seperti ini berujung ke meja hijau. Setidaknya demikianlah nasib yang menimpa Rachmat Hendarto, 35 tahun, dan Andreas Tan Giok San, 34 tahun. Sejak Senin pekan lalu, dua karyawan PT Bumi Tangerang Mesindotama, Tangerang, itu diadili di Pengadilan Negeri Bandung. ”Mereka melanggar Undang-Undang Rahasia Dagang,” kata jaksa Ahmad Nurhidayat. PT General-lah—perusahaan tempat mereka bekerja dulu—yang memperkarakan keduanya ke pengadilan. General, perusahaan pengolah biji cokelat yang berlokasi di daerah Dayeuh Kolot, Bandung, menuduh dua karyawannya itu melanggar perjanjian yang pernah disepakati. General adalah anak cabang perusahaan Petra Food Limited, yang berpusat di Singa

A Fifty-Fifty Chance?

THE Attorney General’s Office (AGO) must work extra-hard if it wants to battle it out against Suharto in the civil court. This is because many of the documents which their case is based on consist of mere photocopies. “Some of the documents are photocopies, but some are originals,” insisted Dachmer Munthe, the AGO’s Director for the Reinstatement and Protection of Rights, as well as Chairman of the Team of Prosecuting Attorneys, showing some original documents to Tempo, on Friday last week. General (ret) Suharto, the most powerful man during Indonesia’s New Order period, is being prosecuted for misusing Supersemar Foundation funds for various purposes in open violation of the law. This foundation, established May 16, 1974, has at least Rp1.5 trillion in assets. This money was collected from government banks, which were required to hand over 2.5 percent of their annual profits. In addition to being channeled for social purposes, the funds also flowed into companies owned by Suharto’s fr

Peluangnya Fifty-Fifty?

KEJAKSAAN Agung harus bekerja ekstrakeras jika hendak bertarung di pengadilan perdata. Ini lantaran dokumen yang menjadi modal menggugat ternyata banyak yang berupa fotokopian. ”Sebagian dokumen fotokopi, tapi sebagian asli,” kata Direktur Pemulihan dan Perlindungan Hak yang juga ketua tim pengacara negara Dachmer Munthe, sembari menunjukkan sejumlah dokumen asli kepada Tempo, Jumat pekan lalu. Soeharto, sang Jenderal Besar, orang terkuat pada masa Orde Baru, digugat lantaran menyalahgunakan uang Yayasan Supersemar untuk berbagai kepentingan yang melanggar undang-undang. Dalam yayasan yang didirikan pada 16 Mei 1974 ini, setidaknya ada aset Rp 1,5 triliun. Uang itu dihimpun dari bank BUMN yang diwajibkan menyetor keuntungan 2,5 persen. Selain untuk tujuan sosial, dananya juga mengalir ke perusahaan keluarga dan kerabat Soeharto. Fulus itu antara lain dikirim ke Bank Duta, PT Sempati Air, dan PT Kiani Lestari. Dengan sebagian bukti berupa dokumen fotokopi, banyak yang pesimistis negara

Terkena Getah Manado Square

Pengadilan menolak gugatan ganti rugi investor Manado Square asal Australia terhadap pemilik pengembang. Hukum tidak melindungi investor? Inilah sebuah rencana. Sebuah mal, apartemen, hotel, terpadu dengan marina, tempat hiburan air, dan trotoar di sepanjang pantai akan dibangun di kawasan Malayang, Manado. Kompleks bernama Manado Square itu terhampar di atas lahan 5,1 hektare, masih ditambah 1,7 hektare lahan dari hasil reklamasi. Ke arah laut, orang dapat menikmati Pulau Manado Tua yang legendaris. Taman laut Bunaken yang terkenal di dunia juga tak jauh dari area yang rencananya menjadi landmark, tetenger, modern ibu kota Sulawesi Utara itu. Pembangunan Manado Square ini dilakukan oleh PT Petindo Perkasa, perusahaan yang bergerak di bidang properti dan investasi. Perusahaan ini pun menggelar promosi untuk menarik investor pada 2002. Menurut blog yang dibuat Mario Oestert, pria berkebangsaan Australia yang juga salah satu investor proyek ini, Manado Square butuh investasi sebesar US$