Skip to main content

Posts

Showing posts from July, 2007

The Keys to the Escape

A prison guard made three duplicate keys for Gunawan Santosa, allowing him to escape. The guard is now out of a job. Yielding to temptation caused Wahyudin, 31, to lose his job. It also put him behind bars. Thanks to the help offered by Wahyudin in May 2006, Gunawan Santosa was able to find a way out of Cipinang Prison, a special facility for narcotics cases. Wahyudin gave Santosa a number of duplicate keys, which this death-row inmate then used to escape from a maximum-security facility. Wahyudin is now behind bars in a prison at Tangerang, where he inhabits a 3 x 4-meter cell. “He is serving his prison sentence,” said Gusti Tamardjaya, head of the Correctional Facilities Division of the Jakarta Office of the Justice & Human Rights Department, on Monday last week, speaking to Tempo. According to the police, Wahyudin gave three duplicate keys to Santosa, which he used to open a number of doors and escape from his cell in Block C. Santosa headed for the gate of the main building, th

Semua Gara-Gara Kunci

Sipir itu membuatkan tiga kunci duplikat untuk Gunawan. Narapidana itu kabur dan sang sipir kehilangan pekerjaan. IMING-IMING itu tidak hanya membuat Wahyudin, 31 tahun, kehilangan pekerjaan, tapi juga membuatnya kini meringkuk di penjara. Berkat Wahyudin inilah, pada Mei 2006, Gunawan Santosa berhasil ”menembus” berlapis-lapis pintu penjara Cipinang khusus narkotik. Wahyudin memberikan sejumlah kunci duplikat kepada Gunawan dan loloslah narapidana hukuman mati ini dari penjara yang dijuluki penjara dengan penjagaan supermaksimum itu. Wahyudin kini mendekam di penjara Tangerang. Di sana ia mendiami sebuah sel berukuran sekitar 3 x 4 meter persegi. ”Dia masih menjalani masa hukuman,” kata Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia DKI Jakarta Gusti Tamardjaya, Senin pekan lalu, kepada Tempo. Menurut polisi, Wahyudin memberikan tiga kunci duplikat kepada Gunawan untuk bekal membuka sejumlah pintu dan kabur dari kamarnya di Blok C Nomor 110. Inilah rute Gunawa

Berebut Kursi, Juga Duit

Sri Edi Swasono meminta Adi Sasono mundur sebagai Ketua Dewan Koperasi Indonesia. Ia akan menggugat pemerintah jika mengucurkan dana untuk Dekopin. SRI Edi Swasono memasang kuda-kuda untuk menyiapkan gugatan baru. Jika pemerintah tetap dianggapnya berpihak pada Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) pimpinan Adi Sasono, ia akan mengambil langkah hukum lagi. ”Kami sedang bersiap melakukan gugatan baru,” ujarnya di sela-sela rapat ”pengurus” Dekopin, Kamis pekan lalu. Edi, sampai kini, tetap menganggap dirinya pejabat Ketua Umum Dekopin yang sah. Sebelumnya, menantu Bung Hatta ini pernah menggugat Menteri Koperasi. Ini lantaran Menteri Koperasi pada 2005 dinilainya melakukan kesalahan fatal: membuat surat keputusan pembentukan panitia Rapat Anggota Sewaktu-waktu (RAS). Rapat itulah yang mengusung Adi Sasono ”naik” dan ”menguasai” Dekopin. Sri dan kelompoknya, yang terpental, menganggap rapat itu tak sah lantaran difasilitasi Menteri Koperasi, bukan pengurus Dekopin. Kemelut di tubuh Dekopin

Mohon Ampun, Telah Berjasa

Anggota dan pejabat Komisi Pemilihan Umum yang dihukum karena kasus korupsi akan mengajukan permohonan grasi. Dikhawatirkan bakal menjadi preseden buruk. SURAT tiga lembar itu akan beredar dari penjara ke penjara. Penulisnya adalah Mulyana W. Kusumah, kriminolog yang kini terjun langsung ke dalam penjara Salemba. Itulah draf surat permohonan grasi para anggota dan pejabat Komisi Pemilihan Umum yang kini sedang ”bertapa” di bui lantaran kasus korupsi. ”Mungkin pekan depan sudah kami kirim ke Presiden,” kata Mulyana. Surat itu memang meminta persetujuan para anggota dan pejabat KPU yang diterungku secara terpisah. Mulyana di Salemba, rekannya, Nazaruddin Sjamsuddin dan Rusadi Kantaprawira, di penjara Cipinang, sedangkan Daan Dimara di ruang tahanan Polda Metro Jaya. Paling jauh Safder Jusac dan Bambang Budiarto: di penjara Sukamiskin, Bandung. Surat ”permohonan ampun” kepada Presiden itu merupakan hasil pertemuan anggota KPU, Ramlan Surbakti, Valina Singka Subekti, dan Chusnul Mariyah de

‘Pocketing’ Evidence

Evidence worth Rp28 billion in the Asian Agri case has been deposited in the account of the company’s lawyer, risking the money getting lost or decreasing. THE 15-page letter was directed to the Chief of the National Police, General Sutanto. Its sender was Petrus Bala Pattyona, lawyer of the defendant in the PT Asian Agri Oil & Fats Ltd fraud case, Vincentius Amin Sutanto. Attached to the letter was a 79-page document. Essentially, both the letter and the document inquired after the fate of US$3.1 million of cash (about Rp28 billion). “We would like to request information about the evidence material in the case of our client,” said Petrus. Petrus was inquiring about the evidence that appeared not to be in the hands of the police, but instead was featuring in the account of the lawyer of PT Asian Agri Oil & Fats, Andi Kelana. The prosecutor did not show the evidence at the trial. At last week’s Tuesday session, Andi Kelana, who had been scheduled to attend, also did not show up.

Barang Buktidi ’Kantong’ Pengacara

Barang bukti Rp 28 miliar ”kasus Asian Agri” dititipkandi rekening pengacara perusahaan itu. Berisiko hilang atau menjadi kurang. SURAT sepanjang 15 halaman ditujukan kepada Kepala Kepolisian RI Jenderal Sutanto. Pengirimnya Petrus Bala Pattyona, pengacara terdakwa kasus pembobolan PT Asian Agri Oil and Fats Ltd., Vincentius Amin Sutanto. Bersama surat itu, terlampir dokumen setebal 79 halaman. Inti surat dan dokumen itu mempertanyakan nasib uang US$ 3,1 juta (sekitar Rp 28 miliar). ”Kami ingin minta penjelasan soal barang bukti kasus klien kami,” kata Petrus. Petrus meminta penjelasan soal barang bukti yang ternyata tak dipegang polisi, tapi justru nangkring di rekening pengacara PT Asian Agri Oil and Fats Ltd., Andi Kelana. Dalam sidang, barang bukti tersebut juga tak ditunjukkan oleh jaksa. Saat sidang Selasa pekan lalu, Andi Kelana, yang dijadwalkan datang, ternyata tak muncul. Induk kasus ini adalah pembobolan uang milik PT Asian Agri Oil and Fats Ltd., salah satu anak perusahaan