Skip to main content

Rp 20 Miliar Minus Rekomendasi

DI bawah matahari, semuanya menjadi mungkin," kata Amien Rais. Politik pun begitu: yang mustahil bisa dibuat masuk akal dan dimenangkan. Contoh terbaru adalah gagalnya usul fraksi-fraksi DPR untuk menambah satu komisi dalam Sidang Tahunan MPR yang tengah berjalan di Senayan, Jakarta. Tambahan satu komisi itu adalah Komisi Rekomendasi--yang diusulkan memberikan evaluasi terhadap kinerja Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung. Walaupun usul didukung tujuh fraksi DPR, rapat konsultasi pimpinan MPR dengan DPR, Rabu pekan lalu, menampik usul ini.

Yang disetujui rapat itu, Sidang Tahunan MPR tahun ini hanya membentuk tiga komisi yang membahas Mahkamah Konstitusi, membahas evaluasi Ketetapan MPRS/MPR 1960-2002, dan membahas tata tertib MPR.

Menurut Chatibul Umam, anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa, Komisi Rekomendasi penting untuk menilai progress report ketiga lembaga tinggi negara tadi. Lagi pula, menurut Chatibul, MPR sesuai dengan Tata Tertib Pasal 97 ayat 2 masih memiliki wewenang untuk mendengar dan memberikan hasil pembahasan atas laporan lembaga tinggi negara.

Namun, lewat debat sengit, rapat dua jam itu menolak usul tersebut meskipun Fraksi Kebangkitan Bangsa didukung Fraksi Utusan Daerah, Fraksi Reformasi, Fraksi Utusan Golongan, Fraksi Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai Golkar, dan Fraksi Kesatuan Indonesia. Sedangkan yang menolak adalah Fraksi PDI Perjuangan, yang kali ini bergandengan tangan dengan Fraksi Daulat Ummat dan Fraksi TNI dan Polri. "Yang mengecewakan," kata Chatibul, Amien Rais justru, "mendengarkan sikap PDI Perjuangan."

Sikap PDI Perjuangan diwakili oleh Jacob Tobing. Wakil Ketua PDIP ini menilai masuknya soal rekomendasi mengisyaratkan MPR tak serius melaksanakan amanat UUD 1945. Sebab, konstitusi hasil amendemen tak lagi menempatkan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Dalam tataran ideal, kata Harjono, anggota PDI Perjuangan yang lain, kalaupun sidang tahunan ini menggendakan
laporan Presiden dan DPR serta MA, itu harus dianggap bagian masa transisi menuju sistem MPR baru. Jadi, laporan Presiden tetap ada, fraksi-fraksi tetap menyampaikan pandangannya, namun MPR, "Tidak membuat ketetapan rekomendasi. Itu hanya komunikasi publik," kata Harjono.

Tiga komisi yang akan dibentuk sudah dinyatakan dalam Keputusan MPR Nomor III/MPR/2002 yang ditandatangani 11 Agustus tahun lalu. Ini juga diperkuat oleh hasil pembahasan Panitia Ad Hoc Khusus Badan Pekerja MPR, yang hasilnya dilaporkan dalam rapat 23 Juli lalu. Badan pekerja inilah yang diberi tugas membahas anggaran sidang tahunan 2003 dan 2004 serta jadwal acaranya.

Jadi, pintu untuk mengegolkan Komisi Rekomendasi tertutup rapat-rapat? Fraksi Kebangkitan Bangsa melihat masih ada pintu lain: lewat pembahasan dalam sidang di Komisi C atau pleno. Chatibul merasa pintu itu bisa ditempuh karena usul didukung oleh tujuh fraksi alias mayoritas. Kesempatan lain juga terbuka saat fraksi menyampaikan pandangan umum. Tapi Chatibul melihat trik-trik sidang yang mungkin mengganjal usulnya. "Mikrofon peserta sering dimatikan saat ada interupsi di sidang pleno," kata Chatibul. Dia menunjuk pengalaman di sidang pembukaan yang membuat anggota MPR yang ingin interupsi menjadi tak berkutik.

Ketua MPR Amien Rais mengatakan teguran atau kritik setajam apa pun terhadap kinerja presiden bisa saja dilakukan melalui pemandangan umum. Tapi, kata Amien, kritik itu, "Tidak mengerucut menjadi rekomendasi yang isinya koreksi atau kritik seperti tahun-tahun lalu." Tahun yang lalu Sidang Tahunan MPR masih memberikan rekomendasi berupa Ketetapan MPR Nomor II/MPR 2002--untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional.

Tapi semuanya mungkin dalam politik. Amien tak menutup kemungkinan ada perubahan konstelasi di MPR yang membuka peluang terbentuknya Komisi Rekomendasi dalam sidang yang memakan biaya lebih Rp 20 miliar itu. Bukankah memang di bawah matahari semuanya menjadi mungkin?

Abdul Manan, Yandi M. Rofiandi (Tempo News Room)

TEMPO Edisi 030810-023/Hal. 29 Rubrik Laporan Utama

Comments

Popular posts from this blog

Melacak Akar Terorisme di Indonesia

Judul: The Roots of Terrorism in Indonesia: From Darul Islam to Jemaah Islamiyah Penulis: Solahudin Penerbit: University of New South Wales, Australia Cetakan: Juli 2013 Halaman: 236