Skip to main content

Indonesia, Sekadar Mengimbau

CLASS ACTION para jaksa penuntut umum di 40 negara bagian AS terhadap perusahaan rokok karena dianggap bertanggung jawab atas kesehatan masyarakat mungkin tidak akan terjadi di Indonesia. Ketergantungan AS terhadap pajak penghasilan dari cukai tembakau tidak sebesar yang dialami Indonesia.

Bayangkan saja, tahun 1996 saja cukai tembakau yang diterima Pemerintah Indonesia dari industri rokok di dalam negeri mencapai Rp 3,5 triliun. Tahun 1997 ini ditargetkan meningkat menjadi Rp 4,6 triliun. Nilai cukai itu tentu saja belum termasuk pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai. Karena itu, pemerintah tak berani mengambil risiko mengutik-utik industri rokok, apalagi menuntutnya.

Belum lagi tenaga kerja yang diserap industri ini. PT Gudang Garam saja kini mempekerjakan 45 ribu karyawan dan PT Sampoerna sekitar 27 ribu karyawan. Padahal, di Indonesia kini terdapat sekitar 500 pabrik rokok kretek, walaupun yang tercatat resmi di Gabungan Pabrik Rokok Indonesia hanya ada 130 buah.

Maka, tak usah heran mendengar jawaban Menteri Kesehatan ketika ditanya kemungkinan melakukan class action untuk pabrik rokok di Indonesia. "Lo, itu kan pelan-pelan, tidak bisa langsung seenaknya. Secara perlahan-lahan, jangan sampai pabriknya ditutup serta-merta. Kalau terjadi, bisa berantakan karyawan
pabrik, belum lagi petani tembakaunya. Kita tidak bisa gegabah dalam mengambil suatu kebijakan," komentar Menteri Kesehatan Sujudi.

Komentar senada juga diungkapkan Manajer Divisi Komunikasi PT Sampoerna Brata T Hardjosubroto. "Karyawan pabrik rokok kan juga seorang warga negara yang memiliki hak-haknya. Kami yakin pemerintah akan memutuskan yang terbaik. Bila itu terjadi, mohon jangan dadakan. Ya, jangan tahun depan atau tahun 2000. Beri waktu panjang. Selain itu, pemerintah kan harus memecahkan persoalan tenaga kerja, soal pendapatan devisa dan akibat sampingan lainnya," Brata menambahkan.

Menurut Sujudi, pedekatan yang bisa dilakukan di Indonesia saat ini baru terbatas mengimbau masyarakat agar sadar akan hak-hak orang yang tidak merokok itu tidak terancam menjadi perokok pasif. Imbaun-imbauan bahwa merokok itu akan menimbulkan penyakit terhadap yang bersangkutan dan anak cucu serta orang di sekelilingnya itulah yang diharapkan bisa mengerem keinginan orang untuk merokok.

Tapi, sebagai orang yang bekerja di perusahaan rokok, Brata menegaskan bahwa industri rokok sebenarnya tidak ingin disebut perusak. "Kalau ada orang yang rusak kesehatannya karena industri rokok, mari kita kaji kenapa, mungkin kebanyakan merokok, mungkin setelah merokok minum bir. Jadi kita harus obyektif," katanya seperti mencari alasan.

Jalan tengah yang terbaik, ujarnya, adalah bila ada pembatasan distribusi atau larangan merokok di tempat umum. "Sebab, kalau ditutup bukan tidak mungkin orang akan tetap merokok dari rokok selundupan," ujarnya.

Puji Sumedi dan Abdul Manan (Surabaya)

D&R, Edisi 970719-048/Hal. 45 Rubrik Kesehatan

Comments

Popular posts from this blog

Melacak Akar Terorisme di Indonesia

Judul: The Roots of Terrorism in Indonesia: From Darul Islam to Jemaah Islamiyah Penulis: Solahudin Penerbit: University of New South Wales, Australia Cetakan: Juli 2013 Halaman: 236