Skip to main content

Ya Dialog, Ya Demo

Larangan serta dialog tampaknya belum akan meredakan aksi kampus. Mahasiswa di perguruan tinggi paling bergolak menganggap sepi langkah pemerintah.

AKSI Mahasiswa menggelinding terus bagai bola salju. Larangan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (P & K) Wiranto Arismunandar agar tak berpolitik praktis di kampus tidak menyurutkan hasrat mahasiswa untuk melanjutkan protesnya. Sebaliknya, mereka semakin memperbesar barisan dengan membangun aliansi di beberapa kota.

Larangan Menteri Wiranto Arismunandar mereka anggap sepi saja dengan alasan tak jelas batasannya. Malah, mantan Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) yang minta mahasiswa lebih dulu mereformasi diri itu kian kerap mereka desak untuk mundur. Lalu, bagaimana dengan larangan turun ke jalan yang diumumkan Panglima Komando Daerah MiliterJaya Sjafrie Sjamsoeddin dan Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Hamami Nata, Jumat, 17 April lalu, serta penilaian Presiden Soeharto bahwa unjuk rasa di kampus telah mengganggu proses belajar-mengajar?

Melihat gelagatnya mahasiswa tidak terlalu memusingkannya. Argumennya, seperti kata seorang aktivis Universitas Indonesia (UI) nasib rakyat kini tidak lebih baik, malah sebaliknya. Pemerintah belum terlihat serius dalam mengupayakan reformasi. Karena itu, ujar dia, mereka akan terus menggalang kekuatan melampaui batas-batas kampus, untuk memperjuangkan nasib rakyat.

Di sinilah wilayah abu-abunya: pemerintah tetap membolchkan mahasiswa melakukan demo, tapi melarang mereka melakukan aksi jalanan. Dengan demikian, potensi untuk konfrontasi scmakin besar, seperti yang tampak kembali di beberapa kota dan nyaris terjadi di Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi (Jabotabek) sendiri, minggu lalu.

Di Jabotabek, untuk pertama kali, mahasiswa melakukan aksi serentak di lebih dari 30 kampus. Gerakan Rabu 15 April yang digagas Forum Antarkota itu merupakan yang paling akbar sejak unjuk rasa menuntut reformasi ekonomi dan politik dilakukan mahasiswa di wilayah ini. Yang menarik, sebagian peserta sempat turun ke jalan, yaitu pedemo di kampus Universitas Jayabaya, Inst;tut Sain dan Teknologi Nasional, dan Institut Keguruan dan llmu Pendidikan (IKIP) Jakarta. Mahasiswa Vnivcrsitas Prof. Moestopo dan Universitas Muhammadiyah Jakartajuga mencoba long march. Tapi, mereka segera dihadang petugas keamanan. Memang, tak sampai terjadi insiden besar.

Aksi di kampus UI Salemba pada Rabu ilu tadinya sepi-.sepi saja. Sampai tengah hari, acara yang pelaksanaannya mulur itu masih sepenuhnya mencitrakan hajat internal publik jaket kuning. Semangatnya bisa ditangkap lewat pernyataan pembawa acaranya: "Acara kali ini tetap seperti sebelumnya: damai dan tak ada aksi turun ke jalan." Tapi, suasana berubah drastis ketika rombongan mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI) tiba di jalan di depan kampus Salemba.

Mahasiswa UKI yang disertai utusan dari perguruan tinggi lain mengajak jaket kuning bergabung dengan mereka di jalan. Sebaliknya, mahasiswa UI minta tetangganya itu bergabung di dalam kampus. Ketegangan menjalar karena kedua belah pihak berkukuh mendesak "keluar" dan "masuk". Polisi yang mencoba menghalau mahasiswa dari jalan lurut memanaskan suasana.

Akhirnya, rombongan mahasiswa UKI bersedia bergabung. Atmosrer di panggung Salemba segera berubah menjadi panas-apalagi setelah rombongan dari kampuskampus lain datang. Jaket kemudian ditanggalkan sebagai tanda leburnya mereka ke dalam "gerakan semesta mahasiswa", yang tak disekat-sekat oleh asal-usul kampus lagi.

Aksi bersama juga digelar di kampus Institut Pertanian Bogor, Baranangsiang, dan di sejumhlh kota, Rabu itu. Di Surabaya, misahlya, berlangsung di kampus Universitas Dr. Soetomo, Universitas Airlangga, dan Universitas 17 Agustus. Di kampus Universitas Airlangga, arek-arek prodemokrasi menggelarpelltas Musik Keprihatinan. Sehari sebelumnya, 14 April, aksi telah merebak di beberapa kota, termasuk di Padang, Ujmgpandang, Yogyakarta, Semarang, Malang, Palembmg, dan Banjarmasin.

Perbenturan dengan aparat keamanan terulang di Bandung dan Solo, minggu kemarin. Di Bandung, demo berlangsung tiga hari di kampus IKIP, Universitas Padjadjaran (Unpad), dan ITB. Aksi di kampus IKIP Bandung pada 14 April diwarnai bentrokan, yaitu ketika mahasiswa yang hendak bergerak menuju gedung DPRD dihadang petugas keamanan. Besoknya, bentrokan terjadi di kampus Unpad Jatinangor, Sumedang. Lusanya, 16 Maret, giliran kampus ITB yang ramai. Mahasiswa yang berasal dari sejumlah perguruan tinggi berkumpul di sana. Ketika bergerak ke kampus Unpad di Jalan Padjajaran, mereka dihempang petugas keamanan. Sejumlah mahasiswa terluka.

Jumat, 17 April, kampus Universitas Negeri Surakarta Sebelas Maret kembali bergolak. Sedikitnya 100 mahasiswa dan belasan aparat keamanan cedera dalam perbenturan. Selain itu, 20 warga--termasuk dua bayi--pingsan waktu itu. Ya, minggu kemarin, aksi-aksi mahasiswa memang semarak dan keras di beberapa kota.

Laporan Abdul Manan (Surabaya), Aendra, Rudi Pangaribuan (Bandung) dan Dwi Arjanto (Solo)

D&R, Edisi 980425-036/Hal. 50 Rubrik Liputan Khusus

Comments

Popular posts from this blog

Melacak Akar Terorisme di Indonesia

Judul: The Roots of Terrorism in Indonesia: From Darul Islam to Jemaah Islamiyah Penulis: Solahudin Penerbit: University of New South Wales, Australia Cetakan: Juli 2013 Halaman: 236