Skip to main content

Dari Balik Gedung Minim Jendela

BANGUNAN 20 lantai berbentuk kubus dengan jendela-jendela sempit itu tegak di 4211 Bryan Street, Distrik Old East, Dallas. Kantor AT&T, perusahaan telekomunikasi terkemuka Amerika Serikat, yang hanya punya satu pintu masuk dan beberapa jendela itu termasuk gedung tertinggi di kawasan tersebut.
Di gedung itulah Badan Keamanan Nasional (NSA), lembaga intelijen persinyalan Amerika Serikat, mengintai kegiatan berinternet orang-orang di seluruh dunia. Program bernama sandi Fairview itu dimulai pada 2003 dan dibongkar Edward Snowden, ahli teknologi informasi yang dikontrak NSA, pada 2015.

Dua wartawan The Intercept, media investigasi yang mendapat ribuan dokumen bocoran Snowden, melacak pusat-pusat pengintaian NSA. Akhir Juni lalu, mereka mengidentifikasi delapan gedung AT&T yang menjadi pusat kegiatan NSA. Fasilitas itu berada di Atlanta, Chicago, Dallas, Los Angeles, New York, San Francisco, Seattle, dan Washington, DC. ”Setumpuk bukti menunjukkan bahwa bangunan tersebut merupakan pusat dari inisiatif pengintaian NSA, yang bertahun-tahun memantau miliaran surat elektronik, panggilan telepon, dan obrolan online yang melintasi Amerika,” tulis The Intercept.

Temuan ini cukup mengejutkan bagi pembela kebebasan sipil. Elizabeth Goitein, Wakil Direktur Program Keamanan dan Kebebasan Nasional di Brennan Center for Justice, menyebutkan laporan The Intercept itu telah membuka mata atas ”fakta yang tidak menggembirakan” karena terjadi di ”halaman belakang rumah sendiri”.

Berbeda dengan operasi rahasia lain, dalam Fairview, NSA hanya bekerja sama dengan AT&T. Menurut The Intercept, perusahaan itu memiliki jaringan besar sehingga sering digunakan oleh operator lain untuk mengangkut data kebutuhan pelanggan mereka. Rekanan itu termasuk raksasa telekomunikasi Sprint, Cogent Communications, dan Level 3 serta perusahaan asing Telia (Swedia), Tata Communications (India), Italia Telecom (Italia), dan Deutsche Telekom (Jerman).

Dengan mengintai di delapan fasilitas tersebut, kata mantan teknisi AT&T, Mark Klein, NSA tidak hanya mengumpulkan data pelanggan dari perusahaan telekomunikasi yang bermarkas di Dallas itu, tapi juga ”mendapatkan semua data yang dipertukarkan antara jaringan AT&T dan perusahaan lain”. Klein menyebutnya sebagai ”titik efisien pengintaian di Internet”.

Sebanyak 99 persen lalu lintas Internet antarbenua dunia disalurkan melalui ratusan kabel serat optik raksasa bawah laut. Sebagian besar data itu melintasi Amerika karena lokasinya yang strategis: di antara Eropa, Timur Tengah, dan Asia. Selain itu, perusahaan Internet Amerika unggul dalam memberikan layanan global. NSA, dalam dokumen rahasianya, menyebut hal itu sebagai keuntungan geografis. ”Panggilan telepon, surat elektronik, atau obrolan target akan mengambil jalur termurah, bukan jalur yang secara fisik paling langsung,” tulis NSA.

Setiba di Amerika, data itu diproses oleh perusahaan setempat. Itulah sebabnya NSA memerlukan AT&T, perusahaan yang hingga Maret lalu menangani data e-mail, panggilan telepon, dan obrolan Internet sekitar 197 juta gigabita setiap hari. Jumlah itu sebanding dengan sekitar 49 triliun halaman teks atau 60 miliar file musik MP3.

Juru bicara NSA, Christopher Augustine, menyatakan tidak dapat mengkonfirmasi ataupun menyangkal peran lembaganya dalam dugaan kegiatan intelijen rahasia. Ia menolak menjawab pertanyaan tentang fasilitas AT&T. Tapi ia menyatakan NSA ”melaksanakan misi intelijen sinyal terhadap pihak asing di bawah otoritas hukum yang ditetapkan Kongres dan terikat oleh kebijakan serta hukum untuk melindungi privasi dan kebebasan sipil orang Amerika”.

ABDUL MANAN (THE INTERCEPT, NEW YORK TIMES)

Majalah Tempo, 26 Agustus 2018

Comments

Popular posts from this blog

Melacak Akar Terorisme di Indonesia

Judul: The Roots of Terrorism in Indonesia: From Darul Islam to Jemaah Islamiyah Penulis: Solahudin Penerbit: University of New South Wales, Australia Cetakan: Juli 2013 Halaman: 236