Skip to main content

Anwar Ibrahim: Malaysia Kini Seperti Indonesia Saat Reformasi



























Pemimpin oposisi Malaysia, Anwar Ibrahim, akhirnya menghirup udara bebas setelah mendapatkan pengampunan dari Raja Malaysia Yang di-Pertuan Agong Sultan Muhammad V, Rabu lalu. Hal ini menyusul kemenangan koalisi oposisi Pakatan Harapan dalam pemilu pada 9 Mei lalu, setelah mengalahkan Barisan Nasional yang sudah berkuasa 62 tahun. Pakatan memperoleh 113 kursi, Barisan 79 kursi, Partai Islam se-Malaysia 18 kursi, dan lainnya meraih sisanya.
Pakatan mengusung Mahathir Mohamad sebagai perdana menteri ketujuh. Perdana menteri periode 1981-2003 ini pula yang pernah memenjarakannya. Anwar menyatakan masalahnya dengan Mahathir itu sudah selesai. "Biarkan dia memerintah dengan tenang," kata dia dalam wawancara khusus dengan wartawan Tempo, Abdul Manan, di rumahnya di Bukit Segambut, Kuala Lumpur, Malaysia, Sabtu lalu, tiga hari setelah pembebasannya dari penjara.

Anda terkejut, atau sudah menduga, hasil pemilu ini?Kalau kita lihat hasil Pemilu 2013, kami sudah mendapat dukungan suara mayoritas. Dan kami terus bekerja. Saya perkirakan Selangor dan Penang menang karena prestasi pemerintahan Pakatan di negeri itu. Tapi Najib Razak mengetahui daerah di mana oposisi kuat. Dia mengubah ketentuan daerah pemilihan. Tapi Pakatan masih menang.
Apa faktor utama kemenangan ini?Saya mungkin tak obyektif. Menurut saya, yang terbesar karena citra tentang Najib Razak dan istrinya, Rosmah, sangat jelek. Sama seperti era reformasi Indonesia masa Soeharto. Orang tak lagi melihat sistem. Jadi, tugas kami hanya mendukung perubahan itu dengan menyatakan sistem itu memang rusak. Jadi, saya memperkirakan Pakatan akan menang tipis. Memang PAS keluar dari Pakatan, Mahathir Mohamad (pendiri Partai Pribumi Bersatu Malaysia, PPBM) masuk.
Pakatan terdiri atas Partai Keadilan Rakyat, Democratic Action Party, Partai Amanah Negara, dan PPBM. Bagaimana menjaga kekompakannya?Berdasarkan pengalaman Pemilu 2008, saat itu kita panggil PAS. Kami diskusikan apa yang kami inginkan. Apakah kami mau pelembagaan UUD yang dapat mewakili kehendak mayoritas? Atau kami mau kebebasan media, kehakiman yang bebas, komisi pemilu yang jujur dan adil? Itu yang akhirnya kami sepakati.
Manifesto Pakatan saat kampanye itu banyak. Apa yang paling diprioritaskan?Pemerintahan yang baik. Kami kalau lihat dari luar, sangat baik. Tapi kalau dilihat dalam sistem, bobrok. Data statistik diakali. Utang kami lebih besar daripada yang diumumkan terbuka. Kasus perampokan uang negara, itu besar. Saya tidak ada masalah pribadi dengan Najib. Saya maafkan dia. Saya tak persoalkan dia memenjarakan saya. Tapi soal perampokan harta rakyat, ini skandal. Masyarakat umum kaget. Saya saja juga kaget. Gila ini, ada 200 tas tangan yang harganya ratusan ribu ringgit.
Pengusutan kasus Najib terkait dengan dugaan korupsi di perusahaan milik negara 1Malaysia Development Berhard (1MDB) ini salah satunya?Ini salah satu kasus, tapi yang terbesar. Kelemahan yang terjadi selama ini karena tidak ada mekanisme pertanggungjawaban. Polisi tak bisa berbuat apa-apa, media tak bisa bicara. Kita juga tak bisa mempersoalkan di parlemen karena dikatakan ini tidak relevan. Enggak bisa bicara juga. Kalau tetap bicara, dikeluarkan. Dan ini juga terjadi pada badan kehakiman. Karena itu, dalam pengampunan yang diberikan Yang Pertuan Agung, saya terkesan. Kata Pertuan Agung, "Saya tidak mengampuni Anwar sebab Anwar salah dan kita maafkan. Saya memberi pengampunan karena saya tahu badan kehakiman itu rusak. Anwar dizalimi dan patut dibebaskan." Pengampunan saya itu luar biasa dalam sejarah.
Dengan begitu kasus Anda dianggap selesai?Saya akan tetap ajukan ke Mahkamah untuk membersihkan nama.
Selain korupsi, apalagi prioritas lainnya?Apabila pemerintahan benar, saya kira tak ada masalah dengan ekonomi rakyat. Malaysia ini begitu bagus, kok bilang ada masalah ekonomi. Pandangan seperti ini karena gambaran umum yang salah. Kenyataannya, tingkat kemiskinan di beberapa daerah sangat kentara. Kedua, harga barang melambung karena pajak barang dan jasa (GST) 6 persen. Itu yang terjadi. Kesenjangan sangat besar sekali. Ini yang sedang kami coba atasi.
Apa langkah untuk mengatasi korupsi?Menyelidiki Najib adalah salah satu saja. Problem rakyat sekarang itu tetap harus diatasi. Tapi pengusutan Najib perlu untuk menarik lagi uang triliun ringgit yang hilang itu.
Target dari pengusutan Najib?Kalau Pak Mahathir, diadili. Semua orang marah minta dia diadili. Sama dengan aspirasi zaman reformasi di Indonesia dulu.
Anda pernah dipenjara Mahathir karena kasus korupsi dan sodomi. Bagaimana akhirnya mau bekerja sama dengan dia?Pertama, dia datang. Kemudian dia menunjukkan bahwa dia mau berdamai. Kedua, saya oke, kita berdamai. Sudahlah. Dia berdamai untuk membawa perubahan. Tapi kita minta dia paham bahwa kita ingin reformasi. Dia setuju. Saya bilang, ya sudah. Tidak ada dalam sejarah perang, mati-matian seperti kita, dan sekarang berdamai. Tertawa dia (Mahathir) saat saya katakan itu.
Apakah tak menyimpan dendam?Dia sudah berusia 93 tahun. Dia juga sudah menghadapi sejumlah penghinaan tahun-tahun belakangan ini. Bagi saya, sudah lah, kita mau politik lebih matang, lebih beradab. Biarkan dia memerintah dengan tenang.
Bagaimana rencana kembali ke politik?Itu terserah saya. Saya akan masuk parlemen setelah bertanding untuk masuk parlemen dalam masa tiga bulan. Sebagai anggota parlemen. Orang seperti saya, jadi wakil perdana menteri oke, dipenjara juga oke, jadi anggota parlemen oke. Tak ada masalah.
Mahathir mengatakan akan menjadi perdana menteri selama dua tahun sebelum diserahterimakan kepada Anda?Dia bilang selalu dua tahun, saya tak mau berkomentar. Biarlah bekerja sampai selesai. Dulu bilang satu tahun, sekarang dua tahun, ha-ha-ha. Saya oke. Tapi saya tak akan ganggu semasa dia memerintah. *

Koran Tempo, 21 Mei 2018

Comments

Popular posts from this blog

Melacak Akar Terorisme di Indonesia

Judul: The Roots of Terrorism in Indonesia: From Darul Islam to Jemaah Islamiyah Penulis: Solahudin Penerbit: University of New South Wales, Australia Cetakan: Juli 2013 Halaman: 236