Skip to main content

Setelah Makan Siang di Zizi

KOLONEL purnawirawan Sergei Skripal dikenal warga Kota Salisbury, Inggris, sebagai pensiunan militer Rusia dan punya bisnis properti di luar negeri. Ia tinggal di rumah modern yang dibeli seharga Rp 5 miliar pada 2011 dengan memakai namanya sendiri. Pria 66 tahun ini tinggal bersama istrinya, Liudmila, yang meninggal akibat kanker lima tahun lalu. 

Pembantu di rumahnya hanya mengenal Skripal sebagai pensiunan tentara, tapi tak pernah tahu bahwa sang majikan adalah mata-mata. Pada awal Maret lalu, menurut media Inggris, Guardian, si pembantu diminta membersihkan kamar Yulia, putrinya. Yulia bekerja di Holiday Inn di Eastleigh, Hampshire, tapi belakangan ini tinggal di Moskow, Rusia.

Yulia tiba sesuai dengan rencana, 3 Maret. Keesokan harinya, ayah dan anak ini berjalan-jalan di kota itu dengan BMW Skripal. Pagi hari, mereka ke pub Mill, lalu menikmati makan siang di Zizi, restoran Italia. Tapi, beberapa jam kemudian, mereka ditemukan tak sadarkan diri di tempat duduk di dekat pusat belanja Maltings. Ambruknya mereka inilah yang kini memicu ketegangan diplomatik Inggris dengan "musuh lamanya", Rusia.

Detektif Sersan Nick Bailey, yang berniat menolong keduanya, ikut ambruk. Hingga Kamis pekan lalu, Skripal dan Yulia masih dalam keadaan kritis di rumah sakit. Berbeda dengan dua lainnya, kondisi Bailey membaik. Penyelidikan awal polisi menemukan bahwa mereka adalah korban novichok, jenis racun yang diyakini pernah diproduksi Uni Soviet (kini Rusia).

Perdana Menteri Inggris Theresa May, pada 11 Maret, memberi waktu 24 jam kepada Rusia untuk memberi penjelasan soal novichok itu. Rusia menolak ultimatum tersebut. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, mengatakan, "Tidak ada yang boleh mengancam negara nuklir." Presiden Rusia Vladimir Putin menepis tudingan Inggris. "Rusia tidak memiliki racun seperti itu. Kami menghancurkan semua senjata kimia kami di bawah pengawasan organisasi internasional," kata Putin.

Jean Pascal Zanders, mantan peneliti di European Union Institute for Security Studies, seperti dilansir The Verge, meyakini Soviet sebagai satu-satunya yang memproduksi novichok. Ilmuwan Rusia, Profesor Leonid Rink, yang mengaku pernah bekerja di fasilitas senjata kimia Soviet, menyatakan teknologi untuk memproduksi racun ini dikenal di banyak negara, termasuk Inggris, Amerika Serikat, dan Cina. Ia yakin negara-negara itu mampu memproduksi novichok.

Menanggapi sikap Rusia itu, Theresa May bergeming. "Tidak ada kesimpulan selain Rusia bersalah atas percobaan pembunuhan Skripal dan putrinya," tuturnya, Selasa pekan lalu. Esoknya, Inggris mengusir 23 diplomat Rusia. Rusia membalasnya dengan mengusir 23 diplomat Inggris. Media menyebut krisis ini sebagai yang terburuk dalam hubungan kedua negara setelah Perang Dingin, yang berakhir pada 1990.

Para penyelidik Inggris kini masih memastikan bagaimana racun itu masuk dan mengenai keduanya. Kepala Kontraterorisme Scotland Yard, Neil Basu, mengatakan mereka telah mengambil keterangan dari 400 orang serta memiliki 800 bukti dan 4.000 jam rekaman kamera pengawas (CCTV) untuk diperiksa. Sekitar 250 petugas antiterorisme dikerahkan untuk kasus ini.

Menurut The Telegraph, polisi mencurigai racun itu datang bersama Yulia, yang mungkin disembunyikan di kopernya. Soal bagaimana racun itu mengenai keduanya, masih dalam penyelidikan. Dugaan sementara, racun itu ditabur di gagang pintu atau melalui ventilasi udara mobil Skripal.

Novichok bukan satu-satunya dasar kecurigaan Inggris terhadap Rusia. Menurut Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson, kasus Skripal ini "menggemakan" kasus tewasnya perwira badan intelijen Rusia (FSB), Kolonel Alexander Litvinenko, akibat bahan radioaktif polonium-210. Litvinenko keracunan setelah meminum teh di London bersama dua mantan agen KGB, pendahulu FSB, Andrey Lugovoy dan Dmitry Kovtun, 1 November 2006. Litvinenko meninggal tiga pekan kemudian.

Penyelidikan publik atas kasus ini dimulai pada 27 Januari 2015, dan setahun kemudian disimpulkan bahwa pembunuhan itu adalah operasi FSB, yang mungkin secara pribadi disetujui Vladimir Putin. Presiden Rusia itu membantah tudingan tersebut. Lugovoy dan Kovtun tak pernah diadili karena Rusia tak mau mengekstradisi keduanya ke Inggris.

Skripal punya jalan hidup berbeda dengan Litvinenko. Skripal adalah agen badan intelijen militer (GRU), sedangkan Litvinenko perwira FSB yang kemudian meminta suaka ke Inggris dan menjadi pengkritik keras Putin. Keduanya tiba di Inggris dengan cara berbeda. "Kebetulan, Litvinenko dan Skripal sama-sama bekerja untuk MI6," begitu cuitan Kedutaan Rusia di Inggris, 10 Maret lalu. MI6 adalah nama populer badan intelijen Inggris, Secret Intelligence Service (SIS).

***

Sergei Skripal, kelahiran 23 Juni 1951 di Kaliningrad, Rusia, menyelesaikan sekolah teknik militer di kota itu pada 1972. Ia kemudian masuk Akademi Teknik Militer Moskow dan bertugas di Pasukan Lintas Udara Soviet serta bergabung dengan GRU. Pada awal 1990, ia ditugasi sebagai perwira GRU di Malta dan menempati posisi atase militer di Madrid, Spanyol, pada 1994. Ketika di Madrid inilah ia diduga didekati dan direkrut intelijen Inggris.

Menurut Kim Sengupta Seville, editor The Independent, perekrut Skripal adalah agen intelijen Spanyol bernama Luis. Mengetahui Skripal mencari peluang untuk menghasilkan uang, Luis menyarankan agar keduanya merintis bisnis pribadi, yaitu mengekspor anggur Spanyol ke Rusia.

Luis memperkenalkan Skripal kepada perwira MI6. Sejak 1995 itulah Skripal memberikan informasi rahasia kepada intel Inggris tersebut dengan imbalan uang. Pada akhir 1990-an, Skripal kembali ke Moskow untuk bekerja di markas besar GRU, tapi terus memberi suplai informasi kepada MI6.

Kehidupan ganda Skripal berakhir di Spanyol. Seorang agen Rusia di dinas intelijen Spanyol menemukan kehidupan ganda sang kolonel dan melaporkannya kepada atasannya di Kremlin. Skripal ditangkap di luar rumahnya di Moskow pada Desember 2004 dan dihukum 13 tahun penjara karena pasal pengkhianatan.

Skripal lebih beruntung dibanding koleganya. Oleg Penkovsky, kolonel di GRU, dieksekusi mati karena menjadi mata-mata Inggris dan Amerika. Dmitri Polyakov, mayor jenderal di GRU, bernasib sama seperti Penkovsky. Skripal mendapat hukuman lebih ringan karena bersedia bekerja sama dengan pihak berwenang.

Salah satu yang juga didakwa dengan pasal pengkhianatan adalah Alexander Poteyev, perwira FSB yang dianggap membocorkan jaringan agen rahasia Rusia di Amerika. Informasi itulah yang membuat FBI membongkar jaringan mata-mata Anna Chapman dkk pada 2010. Poteyev, yang berhasil kabur ke Amerika, divonis 25 tahun penjara dalam sidang in absentia, Juni 2011.

Anna Chapman dan sembilan agen Rusia lain tak dihukum, tapi ditukar dengan mata-mata Amerika dan Inggris yang ditahan di Rusia. Salah satunya Skripal. Seusai pertukaran pada 2010, Skripal bersama istrinya pindah ke London.

Latar belakang Skripal seperti ini membuat sejumlah pengamat ragu bahwa dia menjadi target Rusia. "Kremlin memiliki alasan yang jauh lebih besar untuk menyingkirkan Litvinenko daripada harus menyerang Skripal," ucap Semus Martin, mantan koresponden Irlandia Times di Moskow.

Michael Kimmage, profesor di Universitas Katolik Amerika dan ahli dalam urusan luar negeri Rusia, mengatakan apa yang menimpa Skripal seperti pesan ancaman Rusia. "Satu pesan yang sangat jelas adalah, ’Jika Anda mengkhianati kami, kami akan membunuh Anda. Anda tidak akan aman di mana pun, bahkan jika Anda berada di Inggris’," kata Kimmage kepada The Verge.

Vladimir Putin, yang juga mantan perwira KGB, pernah menyatakan para pengkhianat akan terus diburu. "Saya jamin itu. (Mereka) akan bersembunyi seumur hidup dan tidak memiliki kesempatan berbicara kepada orang yang mereka cintai. Anda tahu orang yang memilih nasib seperti ini akan menyesalinya seribu kali."

Abdul Manan (reuters, Guardian, The Independent, Moscow Times)

Majalah Tempo, 25 Maret 2018

Comments

Popular posts from this blog

Melacak Akar Terorisme di Indonesia

Judul: The Roots of Terrorism in Indonesia: From Darul Islam to Jemaah Islamiyah Penulis: Solahudin Penerbit: University of New South Wales, Australia Cetakan: Juli 2013 Halaman: 236