Skip to main content

Cara Juru Masak Putin ’Menggoreng’ Amerika

PENGUMUMAN Departemen Kehakiman Amerika Serikat, yang mendakwa 13 orang Rusia, Jumat dua pekan lalu, memicu reaksi spontan Presiden Donald Trump. Sebelumnya, Trump selalu mencuit di Twitter bahwa tudingan campur tangan Rusia dalam pemilihan Presiden Amerika adalah berita bohong. Kini pun dia masih membantahnya. "Rusia memulai kampanye anti-Amerika pada 2014, jauh sebelum saya mengumumkan pencalonan diri sebagai presiden. Hasil pemilihan tidak terkena dampak. Kampanye Trump tidak melakukan kesalahan-tidak ada kolusi!" tulisnya. 


Dakwaan tersebut disusun tim Biro Penyelidik Federal (FBI) yang dipimpin penasihat khusus Robert Mueller. Departemen Kehakiman menyatakan orang-orang Rusia itu mencampuri pemilihan Presiden Amerika antara lain melalui kampanye penyesatan informasi secara luas dengan memakai identitas curian, membuat akun media sosial palsu, dan memasang iklan untuk menyerang kandidat penantang Trump, serta membantu kegiatan unjuk rasa. Aktivitas ilegal ini dilakukan melalui Internet Research Agency (IRA), perusahaan yang terdaftar di St. Petersburg, Rusia, dengan pembiayaan dari Yevgeny V. Prigozhin, orang terkaya Rusia yang dekat dengan Presiden Vladimir Putin.

Menurut surat dakwaan itu, IRA dibuat pada musim panas 2013 di kawasan Lakhta-Olgino, St. Petersburg. Pemodalnya adalah Prigozhin, pria yang dikenal di media Rusia sebagai "juru masak Putin". Prigozhin masuk daftar hitam Kementerian Keuangan Amerika Serikat karena terlibat dalam pencaplokan Rusia terhadap Krimea, Ukraina, pada 2016.

Prigozhin lahir pada 1 Juni 1961 di St. Petersburg. Gagal menjadi atlet ski, ia menjadi penjahat rendahan dan menghabiskan sebagian besar tahun 1980-an di penjara karena kasus perampokan dan prostitusi. Setelah Uni Soviet bubar, ia membangun ulang citranya dengan memulai bisnis hot dog. Namun ketenarannya dimulai setelah ia mendirikan perusahaan Concord Catering pada 1996.

Bintangnya semakin bersinar setelah ia membuka restoran terapung New Island yang menjadi lokasi makan favorit orang kaya Rusia dan Putin. Selama 15 tahun berikutnya, Prigozhin dan Concord Catering dibanjiri sejumlah kontrak dari pemerintah.

IRA mempekerjakan ratusan karyawan untuk menghasilkan propaganda pro-Putin dan anti-Barat secara online. Misi IRA, menurut dakwaan Mueller, adalah menyebarkan informasi keliru melalui Internet di seluruh dunia. IRA, menurut Wired, mengorganisasikan dirinya seperti perusahaan pemasaran digital modern. Jumlah anggota stafnya diperkirakan 400-1.000 orang.

Pada April 2014, IRA menciptakan sebuah unit baru, yang dikenal sebagai Proyek Penerjemah. Menurut dakwaan Mueller, proyek ini menyasar penduduk Amerika dan melakukan operasi di platform media sosial, seperti YouTube, Facebook, Instagram, dan Twitter. Dokumen internal perusahaan itu menyatakan tujuan proyek ini adalah "menyebarkan ketidakpercayaan terhadap kandidat dan sistem politik Amerika secara umum".

Musim semi 2014, tiga orang IRA mengajukan visa ke Amerika. Menurut dakwaan Mueller, mereka hendak mengumpulkan intelijen untuk operasi penyusupan. Saat mengajukan visa, mereka mengaku ke Amerika untuk alasan pribadi. Satu permohonan ditolak, tapi dua lainnya disetujui. Pada Juni 2014 itu, dua orang Rusia tersebut datang ke Nevada, California, New Mexico, Colorado, Illinois, Michigan, Louisiana, Texas, dan New York.

Saat itu mereka sudah diketahui sedang melakukan kegiatan spionase tingkat rendah, seperti membeli kamera dan kartu SIM serta menyiapkan skenario evakuasi jika ada yang tidak beres. Observasi lapangan dan secara online memberi mereka pemahaman soal politik Negeri Abang Sam. Setelah itu mereka memusatkan upaya pengaruhnya pada "negara bagian ungu", seperti Colorado, Virginia, dan Florida. Ungu adalah identifikasi untuk negara bagian yang diperebutkan oleh Partai Republik dan Demokrat.

Dalam Proyek Penerjemah ini, pekerja IRA membuka ratusan akun media sosial dan menyaru sebagai orang Amerika. Mereka bekerja sepanjang waktu, bergiliran siang dan malam, untuk memastikan cakupan kerja selama 24 jam. Sebab, pantai timur Amerika berada delapan jam di belakang St. Petersburg.

Pegawai IRA membuat rancangan konten untuk dibagi di Facebook, Twitter, dan Instagram. Isinya menyoroti kebijakan luar negeri Amerika. Mereka juga membuat akun Twitter yang dirancang seolah-olah milik orang Amerika. Salah satunya @TEN_GOP. "Seiring dengan berjalannya waktu, akun media sosial ini menjadi sarana terdakwa guna menjangkau sejumlah besar orang Amerika untuk tujuan mencampuri sistem politik Amerika," ucap Mueller dalam dakwaannya.

Menurut Wired, operasi canggih IRA ini mirip dengan kampanye pemasaran digital merek atau organisasi politik. Saat kampanye pemilihan umum presiden dimulai pada 2015, IRA memasang iklan politik berbayar. Tahun berikutnya mereka menggunakan Nomor Jaminan Sosial orang Amerika yang masih hidup dan menggunakannya untuk membuka rekening di PayPal. Mereka menggunakan surat izin mengemudi serta kartu tanda penduduk palsu dan curian untuk penyamaran.

Untuk beberapa tugas ini, mereka meminta bantuan pria California, Richard Pinedo, 28 tahun, yang mengelola layanan online Auction Essistance. Pinedo menjalankan layanan untuk menghindari fitur keamanan dari situs seperti PayPal dan menjual rekening bank yang dibuat dengan identitas palsu. Menurut Time, Pinedo sudah mengaku bersalah kepada FBI atas perannya ini.

Tim IRA menyiapkan lebih dari selusin rekening bank yang dibuat dengan cara curang. Akun PayPal palsu digunakan untuk membeli iklan politik dengan pesan seperti "Vote Republican, vote Trump" dan "Ohio Wants Hillary 4 Prison". Misi keseluruhan upaya ini, tulis Mueller, seperti instruksi IRA kepada spesialisnya: "Gunakan kesempatan untuk mengkritik Hillary."

Tim tersebut menyesuaikan dan memperkuat tagar media sosial yang relevan, seperti #Trump2016, #MAGA, dan #Hillary4Prison. Upaya tersebut, menurut taksiran Mueller, menghabiskan US$ 1,25 juta (sekitar Rp 17 miliar) per bulan. Pada musim panas 2016, IRA juga menggalang demonstrasi politik dengan berpura-pura menjadi aktivis akar rumput. Mereka mempromosikan acara melalui akun media sosial palsu dan berkoordinasi dengan penyelenggara resmi.

Menurut dakwaan Mueller, IRA menulis sekitar 80 ribu konten selama 2015-2017. Berdasarkan taksiran Facebook, lebih dari 126 juta orang Amerika melihat beberapa propaganda IRA. Perusahaan tersebut menaksir IRA menghabiskan sekitar Rp 1,3 miliar untuk mempromosikan 3.000 iklan terkait dengan kampanye tersebut. Di Twitter, orang-orang Rusia ini mengumpulkan lebih dari 131 ribu cuitan serta lebih dari 1.000 video yang diunggah ke YouTube.

Setelah Trump menang, operasi IRA jalan terus. Hari-hari setelah 8 November, para spesialis mulai mengadakan demonstrasi di kedua belah pihak. Mereka mendukung Trump dengan demonstrasi 12 November di New York dan menggelar demonstrasi tandingan "Charlotte Against Trump" pada 19 November.

Musim gugur lalu, saat penyelidikan Robert Mueller mulai meningkat dan platform media sosial diperiksa intensif oleh Kongres, IRA tampak panik. Pada 13 September 2017, salah satu spesialisnya menulis pesan: "Kami mengalami sedikit krisis di tempat kerja ini: FBI merusak aktivitas kami."

Kepanikan mereka terbukti menjadi kenyataan. Dalam pengumuman yang disampaikan Wakil Jaksa Agung Rod J. Rosenstein, Jumat dua pekan lalu, mereka didakwa dengan delapan pasal pidana. Selain konspirasi dan mengelabui badan federal karena mencampuri politik dalam negeri Amerika, mereka dijerat dengan pasal penipuan perbankan dan pencurian identitas.

Saat dakwaan dibacakan, Yevgeny Prigozhin dan 12 terdakwa lainnya berada di Rusia. "Orang-orang Amerika sangat mudah dipengaruhi dan mereka melihat apa yang ingin mereka lihat. Saya sangat menghormatinya," ucap Prigozhin.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov membantah soal dugaan keterlibatan pemerintah Rusia dalam pemilihan Presiden Amerika itu. "Sampai kita melihat faktanya, semuanya hanya omong kosong."

Abdul Manan (wired, The Telegraph, The Hill, Ria-novosti)

Majalah Tempo, 25 Februari 2018

Comments

Popular posts from this blog

Melacak Akar Terorisme di Indonesia

Judul: The Roots of Terrorism in Indonesia: From Darul Islam to Jemaah Islamiyah Penulis: Solahudin Penerbit: University of New South Wales, Australia Cetakan: Juli 2013 Halaman: 236