Polisi 'Koboi' Lubuklinggau
Kejar-kejaran antara polisi dan pengemudi Honda City itu berakhir di depan sebuah toko manisan di Jalan Yos Sudarso, Kecamatan Lubuklinggau Selatan II, Sumatera Selatan. Lampu sein kiri Honda itu masih berkedip-kedip setelah dipepet Mitsubishi Kuda milik polisi pada pukul 11.00, Selasa pekan lalu.
Sesaat kemudian, lima polisi mengepung sedan itu. Dari sisi kanan, seorang polisi berpangkat brigadir, yang menenteng senjata SS1-V2, berteriak meminta penumpang sedan keluar. Dalam hitungan detik, ia melepaskan tembakan ke arah sedan berpenumpang delapan orang itu. "Saya mendengar tiga kali tembakan," kata Eko Prasetyaji, saksi mata yang waktu itu berada di sebuah toko elektronik, terpaut empat toko dari toko manisan tersebut.
Penumpang Honda itu, yang masih punya hubungan saudara, berasal dari Desa Blitar Muka, Kecamatan Sindang Kelingi, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu. Mereka adalah Sumarjo, 60 tahun, Surini (54), Dewi Erlina (40), Indrayani (33), Noviyanti (30), Galih (6), dan Genta (3). Adapun sopirnya bernama Diki, 30 tahun.
Enam penumpang terkena terjangan timah panas polisi. Yang terparah, Surini, tewas di tempat karena tiga luka tembak di dada.
Suami Surini, Aswan, menuturkan, hari itu keluarga besar dia hendak menghadiri pernikahan kerabat di Muara Beliti, Kabupaten Musi Rawas. Awalnya, mereka berniat memakai jasa mobil travel. Namun rencana itu batal karena Diki, anak angkat Aswan, menawarkan diri mengantar rombongan itu dengan mobil Honda City miliknya.
Diki orang baru di keluarga Aswan. Ia menumpang tinggal di rumah keluarga ini sejak Oktober tahun lalu. Meski baru kenal sekitar enam bulan, Aswan sudah menganggap Diki sebagai anak angkat. Kepada Aswan, Diki mengaku bekerja sebagai pedagang buku anak-anak. Anak bungsu Aswan, Sasi, menambahkan, sejak tinggal di rumah orang tuanya, Diki sering ke luar kota. Dia biasanya pergi pukul empat pagi dan pulang setelah larut malam.
Menurut Sasi, Honda City itu milik Diki. Sasi pernah melihat surat-surat kendaraan itu. Namun sehari-hari Diki memasang pelat nomor palsu. "Alasannya untuk keamanan." Jika memakai pelat luar kota, kata Sasi, Diki mengaku khawatir jadi incaran karena dia tahu Rejang Lebong termasuk daerah rawan begal. Ketika dikejar polisi, Honda City itu memakai pelat nomor BG-1488-ON. Padahal aslinya mobil itu bernomor polisi B-1412-PAG.
Sebelum bertolak ke Muara Beliti, pagi itu rombongan menjemput Noviyanti di Kelurahan Karya Bakti, Kecamatan Lubuklinggau Timur I, Kota Lubuklinggau. Setelah Noviyanti bergabung, barulah mobil itu menuju Muara Beliti, melintasi Jalan Fatmawati Soekarno.
Di tengah jalan, tepatnya di depan Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Lubuklinggau, rupanya ada razia oleh Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Kota Lubuklinggau. Polisi meminta Honda City itu menepi. Bukannya berhenti, Diki malah tancap gas. "Hampir menabrak tiga polisi yang sedang razia," kata Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Selatan Inspektur Jenderal Agung Budi Maryoto. Sikap pengemudi Honda City itu, menurut Agung, membuat polisi curiga. Mereka menduga pengemudi mobil itu pelaku pencurian. Polisi pun mengejar sedan itu. Dua polisi naik minibus patroli. Tiga polisi lain naik sepeda motor.
Hari itu, jalan poros Kota Lubuklinggau ramai oleh kendaraan. Rumah toko di sepanjang jalan sudah buka. Di pertigaan Jalan Fatmawati, Diki banting setir ke arah Jalan Yos Sudarso. Sedan itu baru bisa dipepet dan dihentikan setelah kabur sejauh dua kilometer.
Menurut Kepala Kepolisian Resor Lubuklinggau Ajun Komisaris Besar Hajat Mabrur Bujangga, polisi sempat melepaskan tembakan peringatan ke udara agar Honda City itu berhenti. Tapi tembakan peringatan tak digubris. Polisi kemudian menembak ban mobil itu. "Peluru memantul, rekoset, ke badan mobil hingga mengenai penumpang," ujar Hajat.
Hajat pun tak menyalahkan anak buahnya. Polisi yang merazia, kata dia, tidak tahu di dalam mobil itu siapa. "Kan, bisa saja mengira perampok, teroris, bandar narkoba, atau pelaku kriminal lainnya," ujar Hajat.
Eko Prasetyaji, warga Lubuklinggau yang berada di dekat lokasi penembakan, awalnya mendengar ledakan keras. Ia mengira itu suara ban mobil pecah. "Ternyata suara tembakan dari mobil patroli polisi," kata Eko. Setelah Honda City itu minggir, Eko melihat polisi di sisi kanan sedan itu melepaskan tembakan. Sedangkan polisi di sisi kiri sedan berteriak meminta semua penumpang keluar.
Mobil Honda City itu penyok pada pintu depan kanannya. Kaca kanan belakang mobil itu pecah. Setidaknya ada enam bekas lubang peluru di badan mobil. Satu lubang di kaca belakang, empat lubang di penutup bagasi belakang, dan satu lubang lain di atas lampu rem sebelah kiri.
Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Sumatera Selatan Komisaris Besar Prastijoe Utomo mengatakan kaca mobil bagian kanan belakang pecah bukan karena tembakan. "Itu karena dipepet mobil polisi," ujar Prastijoe.
Tak lama setelah kejar-kejaran itu, orang berdatangan ke lokasi kejadian. Bahkan ada yang merekam peristiwa setelah penembakan. Sebuah rekaman video yang diunggah ke akun Facebook, misalnya, menunjukkan seseorang menyeret penumpang yang tertembak ke mobil polisi. Sejumlah warga membantu mengeluarkan penumpang yang terluka dari dalam sedan.
Diki, yang duduk di belakang kemudi, tertembak di bagian perut. Indrayani, yang duduk di samping Diki, tertembak di leher bagian depan. Sedangkan Genta, yang dipangku Indrayani, tertembak di kepala bagian samping kiri. Dewi, yang duduk di bangku belakang, tertembak di bahu kiri atas. Adapun Noviyanti tertembak di pundak kanan. Hanya Galih, yang dipangku Surini, dan Sumarjo yang luput dari tembakan.
Diki dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah Sobirin, Lubuklinggau. Indrayani dirawat di Rumah Sakit Mohammad Hussein, Palembang. Sedangkan korban lain dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara, Palembang.
Direktur RSUD Sobirin, Harun, mengatakan kondisi Diki setelah operasi pengambilan proyektil berangsur membaik. Namun Diki belum bisa dimintai konfirmasi mengapa dia melarikan mobilnya ketika dirazia polisi. "Masih proses stabilisasi sehingga belum bisa ditemui," ujar Harun.
Kepala Polda Sumatera Selatan Inspektur Jenderal Agung Budi Maryoto menyebutkan Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian RI masih memeriksa Brigadir "K" dan kawan-kawan yang hari itu melakukan razia. "Seharusnya tidak melakukan tembakan sampai mengakibatkan korban jiwa," kata Agung.
Abdul Manan, Phesi Ester J. (Bengkulu), Parliza H. (Palembang)
Majalah Tempo, Rubrik Hukum, 24 April 2017
Sesaat kemudian, lima polisi mengepung sedan itu. Dari sisi kanan, seorang polisi berpangkat brigadir, yang menenteng senjata SS1-V2, berteriak meminta penumpang sedan keluar. Dalam hitungan detik, ia melepaskan tembakan ke arah sedan berpenumpang delapan orang itu. "Saya mendengar tiga kali tembakan," kata Eko Prasetyaji, saksi mata yang waktu itu berada di sebuah toko elektronik, terpaut empat toko dari toko manisan tersebut.
Penumpang Honda itu, yang masih punya hubungan saudara, berasal dari Desa Blitar Muka, Kecamatan Sindang Kelingi, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu. Mereka adalah Sumarjo, 60 tahun, Surini (54), Dewi Erlina (40), Indrayani (33), Noviyanti (30), Galih (6), dan Genta (3). Adapun sopirnya bernama Diki, 30 tahun.
Enam penumpang terkena terjangan timah panas polisi. Yang terparah, Surini, tewas di tempat karena tiga luka tembak di dada.
Suami Surini, Aswan, menuturkan, hari itu keluarga besar dia hendak menghadiri pernikahan kerabat di Muara Beliti, Kabupaten Musi Rawas. Awalnya, mereka berniat memakai jasa mobil travel. Namun rencana itu batal karena Diki, anak angkat Aswan, menawarkan diri mengantar rombongan itu dengan mobil Honda City miliknya.
Diki orang baru di keluarga Aswan. Ia menumpang tinggal di rumah keluarga ini sejak Oktober tahun lalu. Meski baru kenal sekitar enam bulan, Aswan sudah menganggap Diki sebagai anak angkat. Kepada Aswan, Diki mengaku bekerja sebagai pedagang buku anak-anak. Anak bungsu Aswan, Sasi, menambahkan, sejak tinggal di rumah orang tuanya, Diki sering ke luar kota. Dia biasanya pergi pukul empat pagi dan pulang setelah larut malam.
Menurut Sasi, Honda City itu milik Diki. Sasi pernah melihat surat-surat kendaraan itu. Namun sehari-hari Diki memasang pelat nomor palsu. "Alasannya untuk keamanan." Jika memakai pelat luar kota, kata Sasi, Diki mengaku khawatir jadi incaran karena dia tahu Rejang Lebong termasuk daerah rawan begal. Ketika dikejar polisi, Honda City itu memakai pelat nomor BG-1488-ON. Padahal aslinya mobil itu bernomor polisi B-1412-PAG.
Sebelum bertolak ke Muara Beliti, pagi itu rombongan menjemput Noviyanti di Kelurahan Karya Bakti, Kecamatan Lubuklinggau Timur I, Kota Lubuklinggau. Setelah Noviyanti bergabung, barulah mobil itu menuju Muara Beliti, melintasi Jalan Fatmawati Soekarno.
Di tengah jalan, tepatnya di depan Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Lubuklinggau, rupanya ada razia oleh Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Kota Lubuklinggau. Polisi meminta Honda City itu menepi. Bukannya berhenti, Diki malah tancap gas. "Hampir menabrak tiga polisi yang sedang razia," kata Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Selatan Inspektur Jenderal Agung Budi Maryoto. Sikap pengemudi Honda City itu, menurut Agung, membuat polisi curiga. Mereka menduga pengemudi mobil itu pelaku pencurian. Polisi pun mengejar sedan itu. Dua polisi naik minibus patroli. Tiga polisi lain naik sepeda motor.
Hari itu, jalan poros Kota Lubuklinggau ramai oleh kendaraan. Rumah toko di sepanjang jalan sudah buka. Di pertigaan Jalan Fatmawati, Diki banting setir ke arah Jalan Yos Sudarso. Sedan itu baru bisa dipepet dan dihentikan setelah kabur sejauh dua kilometer.
Menurut Kepala Kepolisian Resor Lubuklinggau Ajun Komisaris Besar Hajat Mabrur Bujangga, polisi sempat melepaskan tembakan peringatan ke udara agar Honda City itu berhenti. Tapi tembakan peringatan tak digubris. Polisi kemudian menembak ban mobil itu. "Peluru memantul, rekoset, ke badan mobil hingga mengenai penumpang," ujar Hajat.
Hajat pun tak menyalahkan anak buahnya. Polisi yang merazia, kata dia, tidak tahu di dalam mobil itu siapa. "Kan, bisa saja mengira perampok, teroris, bandar narkoba, atau pelaku kriminal lainnya," ujar Hajat.
Eko Prasetyaji, warga Lubuklinggau yang berada di dekat lokasi penembakan, awalnya mendengar ledakan keras. Ia mengira itu suara ban mobil pecah. "Ternyata suara tembakan dari mobil patroli polisi," kata Eko. Setelah Honda City itu minggir, Eko melihat polisi di sisi kanan sedan itu melepaskan tembakan. Sedangkan polisi di sisi kiri sedan berteriak meminta semua penumpang keluar.
Mobil Honda City itu penyok pada pintu depan kanannya. Kaca kanan belakang mobil itu pecah. Setidaknya ada enam bekas lubang peluru di badan mobil. Satu lubang di kaca belakang, empat lubang di penutup bagasi belakang, dan satu lubang lain di atas lampu rem sebelah kiri.
Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Sumatera Selatan Komisaris Besar Prastijoe Utomo mengatakan kaca mobil bagian kanan belakang pecah bukan karena tembakan. "Itu karena dipepet mobil polisi," ujar Prastijoe.
Tak lama setelah kejar-kejaran itu, orang berdatangan ke lokasi kejadian. Bahkan ada yang merekam peristiwa setelah penembakan. Sebuah rekaman video yang diunggah ke akun Facebook, misalnya, menunjukkan seseorang menyeret penumpang yang tertembak ke mobil polisi. Sejumlah warga membantu mengeluarkan penumpang yang terluka dari dalam sedan.
Diki, yang duduk di belakang kemudi, tertembak di bagian perut. Indrayani, yang duduk di samping Diki, tertembak di leher bagian depan. Sedangkan Genta, yang dipangku Indrayani, tertembak di kepala bagian samping kiri. Dewi, yang duduk di bangku belakang, tertembak di bahu kiri atas. Adapun Noviyanti tertembak di pundak kanan. Hanya Galih, yang dipangku Surini, dan Sumarjo yang luput dari tembakan.
Diki dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah Sobirin, Lubuklinggau. Indrayani dirawat di Rumah Sakit Mohammad Hussein, Palembang. Sedangkan korban lain dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara, Palembang.
Direktur RSUD Sobirin, Harun, mengatakan kondisi Diki setelah operasi pengambilan proyektil berangsur membaik. Namun Diki belum bisa dimintai konfirmasi mengapa dia melarikan mobilnya ketika dirazia polisi. "Masih proses stabilisasi sehingga belum bisa ditemui," ujar Harun.
Kepala Polda Sumatera Selatan Inspektur Jenderal Agung Budi Maryoto menyebutkan Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian RI masih memeriksa Brigadir "K" dan kawan-kawan yang hari itu melakukan razia. "Seharusnya tidak melakukan tembakan sampai mengakibatkan korban jiwa," kata Agung.
Abdul Manan, Phesi Ester J. (Bengkulu), Parliza H. (Palembang)
Majalah Tempo, Rubrik Hukum, 24 April 2017
Comments