Skip to main content

Demonstran Robohkan Patung Lenin di Kiev

Kiev - Vladimir Ilyich Lenin didepak dari singgasananya, hancur berkeping-keping, setelah dipalu oleh ratusan demonstran anti-pemerintah di Kiev, Ukraina, Minggu 8 Desember 2013. Demonstrasi besar ini digelar sebagai bentuk kemarahan massa atas penolakan Presiden Ukraine Viktor Yanukovich untuk menjalin hubungan lebih dekat dengan Uni Eropa.


"Ini adalah revolusi besar Ukraina," teriak seorang pria yang memanjat ke tempat patung Lenin untuk memasang bendera Ukraina dan Uni Eropa. Di bawahnya, kerumunan massa berteriak memberikan dukungan, menyanyikan lagu kebangsaan Ukraina, dan bergegas mengumpulkan souvenir dari potongan batu pemimpin revolusi Bolshevik itu.

"Tentu saja akan menyenangkan untuk menyingkirkannya dengan cara yang lebih beradab," kata pria 36 tahun, Mykola Boiko, yang menggenggam potongan sebesar apel dari patung Lenin. "Tapi dia seorang pembunuh massal. Ini seperti memiliki sebuah monumen untuk Hitler di kota Anda. Saya senang patung itu hilang."

Kepala Lenin yang terpenggal kembali muncul beberapa jam di alas tempat patung itu berada sebelumnya, di mana demonstran memotretnya sebelum sekelompok pemuda memukulinya dengan palu. "Kami tidak bermusuhan dengan orang-orang Rusia, kami menentang Lenin dan Putin," teriak seorang demonstran sebelum menghantamkan palu ke kepala Lenin.

Sebelumnya, kelompok oposisi mengancam melakukan aksi jalan kaki ke istana presiden dan mengurung Yanukovych di dalamnya jika ia tidak memecat perdana menterinya, Mykola Azarov, dalam waktu 48 jam.

Ratusan ribu orang berdesakan di Independence Square dan jalan-jalan di dekatnya, Minggu 8 Desember 2013, sembari meneriakkan "Ukraina adalah Eropa!" Mereka meminta Yanukovych mengundurkan diri.

Sejak Minggu lalu, ketika para pengunjuk rasa berusaha menyerbu kantor presiden dan polisi anti huru hara menanggapi dengan keras, tidak ada bentrokan yang terjadi. Pemerintah sejauh ini mengambil pendekatan lepas tangan menanggapi aksi protes ini tapi menolak untuk membuat konsesi.

Perdana Menteri Ukraina, Mykola Azarov, selamat dari mosi tidak percaya di parlemen, Selasa 3 Desember 2013 lalu, dan menyebut mereka yang berunjukrasa di alun-alun itu sebagai "Nazi dan penjahat."

Setelah terjadi aksi kekerasan hari Minggu lalu, polisi menarik diri dari pusat kota. Namun, Jumat 6 Desember 2013, polisi memperingatkan bahwa jika dua bangunan diduduki demonstran, termasuk Balai Kota, tidak dikosongkan dalam waktu lima hari, mereka akan melakukan pembersihan secara paksa.

Pada hari Minggu, Eduard Leonov , seorang anggota parlemen dari partai nasionalis Svoboda, duduk di sebuah meja di dalam City Hall yang diberi tanda "Komite untuk pemerintahan sendiri Kiev" dan menggambarkan dirinya sebagai pemimpin gedung ini.

Dia mengatakan, pengunjuk rasa tidak akan menuruti tuntutan polisi. "Pertama, itu adalah perintah ilegal. Anggota parlemen, saya memiliki hak untuk mengadakan pertemuan di mana pun mereka inginkan. Kedua, itu perintah tak bermoral, karena (yang berada di City Hall) ini adalah misi kemanusiaan menyediakan makanan dan baju hangat untuk para demonstran."

Ratusan kasur telah diletakkan di lantai di ruang bertiang utama City Hall, dan sejumlah orang membagi-bagikan makanan, obat-obatan dan pakaian hangat. "Jika pemerintah memutuskan untuk menyerbu gedung ini, tentu saja kami akan menolak," kata Leonov.

Di sisi lain kota Kiev, berlangsung aksi jalan kaki massa pendukung Yanukovych, yang dijaga oleh ratusan polisi anti-huru hara. Kerumunan itu diringi oleh musik pop yang meraung-raung dan terdengar suara menggelegar dari pengeras suara yang menyatakan bahwa pasukan oposisi sedang berusaha untuk melakukan kudeta terhadap pemerintah yang sah.

Yanukovych bersikap low profile sejak aksi protes terjadi. Ia bahkan terbang ke Cina untuk perjalanan tiga hari pada minggu lalu saat pusat kota Kiev dikepung demonstran. Dia kembali ke Ukraina Jumat 6 Desember 2013, setelah sebelumnya singgah lebih di Rusia untuk bertemu Vladimir Putin.

Rumor pun beredar bahwa keduanya telah sepakat bahwa Ukraina akan bergabung dengan gabungan kepabeanan yang dipim Rusia. Rumor itu memicu kemarahan di Kiev, tapi juru bicara dua negara menolak adanya kabar tersebut.

Rusia dan negara Barat saling melontarkan tuduhan sebagai pihak pihak yang menekan Ukraina. Pada hari Sabtu, 7 Desember 2013, mantan presiden Georgia Mikheil Saakashvili mengatakan kepada kerumunan demonstran di Independence Square bahwa Putin telah melakukan "serangan di sebuah negara yang sepenuhnya berdaulat", dan mencoba untuk mencuri nasib Ukraina dari rakyatnya sendiri.

Alexei Pushkov, Kepala Komite Urusan Luar Negeri Parlemen Rusia balik menyerangnya. "Memang ada serangan yang coba dilakukan terhadap Ukraina, tapi bukan dari Moskow, tapi Brussels," kata dia. Brussel adalah markas besar Uni Eropa.

Yanukovych sebelumnya menegaskan bahwa ia masih ingin berintegrasi dengan Eropa. Tapi, ia tidak bisa menandatangani kesepakatan dengan Uni Eropa karena itu akan menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada perekonomian negara ini.

Guardian | Abdul Manan

TEMPO.CO | SENIN, 09 DESEMBER 2013 | 22:02 WIB

Comments

Popular posts from this blog

Melacak Akar Terorisme di Indonesia

Judul: The Roots of Terrorism in Indonesia: From Darul Islam to Jemaah Islamiyah Penulis: Solahudin Penerbit: University of New South Wales, Australia Cetakan: Juli 2013 Halaman: 236