Skip to main content

Edward Snowden: Whistle Blower atau Pengkhianat?

Washington - Edward Snowden menjadi selebriti dunia belakangan ini. Dari sebuah kamar hotel di Hongkong, akhir Mei lalu, ia membocorkan dua program rahasia badan intelijen Amerika Serikat, National Security Agency (NSA). Dua program itu meliputi pengumpulan rekaman telpon pelanggan Verizon dan penyadapan data ke server perusahaan raksasa internet Amerika seperti Google, Facebook, Microsoft, Apple dan sebagainya.

“Saya tidak ingin hidup dalam masyarakat yang melakukan hal semacam ini (penyadapan)… Saya tidak ingin hidup di dunia di mana segala sesuatu yang saya lakukan dan katakan, direkam. Itu bukan sesuatu yang saya bersedia untuk mendukungnya atau hidup di dalamnya,” kata Snowden, soal alasannya membocorkan program rahasia itu. Snowden adalah mantan kontraktor NSA dan pernah menjadi pegawai dinas rahasia Amerika, Central Intelligence Agency (CIA).

Aksi Snowden ini mengguncang politik Amerika. Sebagian menyebut sikapnya heroik dan menjadikannya sebagai whistle blower (peniup peluit) karena membongkar kebijakan pemerintah yang mengancam privasi warga Amerika. Namun lainnya mengatakan sebaliknya. “Dia pengkhianat,” kata jurubicara DPR Amerika, John Boehner.

Amerika, sudah bisa diduga, tak tinggal diam. Jaksa federal sudah memberitahu pengadilan federal di Alexandria soal tuntutan terhadap Snowden. Surat dari jaksa itu disampaikan 14 Juni, namun dibuka kepada publik oleh aparat penegak hukum pada Jumat 21 Juni 2013.

Senator Bill Nelson, yang juga anggota senior di Komite Angkatan Bersenjata Senat, menyebut langkah Departemen Kehakiman Amerika itu untuk menegaskan pandangan bahwa aksi Snowden itu sebagai ‘tindakan pengkhianatan’.

Snowden mengaku tahu risiko yang bakal dihadapinya. Ia kemungkinan bakal menghadapi penuntutan atau hal lebih buruk lainnya. “Saya menyadari bahwa saya bisa menderita atas tindakan saya,” kata Snowden, kepada wartawan Guardian, Glenn Greenwald, awal Juni lalu.

Ini bukan kasus pertama bagi pembocor rahasia, juga whsitle blower, di proses hukum. Kasus yang saat ini sedang berlangsung pengadilannya adalah Bradley Manning. Analis militer itu diadili karena membocorkan sekitar 10 ribu memo rahasia Departemen Luar Negeri Amerika ke laman Wikileaks.

Sebutan whistleblower untuk Snowden juga menjadi debat tersendiri. “Mengapa media menggunakan kata simpatik ‘whistle blower’ untuk Snowden yang membocorkan program rahasia NSA? Dia melanggar hukum dan membuat kita kurang aman,” kata Richard Haass, diplomat Amerika dan presiden Dewan Hubungan Luar Negeri Amerika, dalam akun twitternya.

Profesor Richard E. Moberly, dekan University of Nebraska College of Law mengatakan, Undang-Undang Federal secara luas melindungi whistle blower tapi dengan satu pengecualian, yaitu untuk pegawai yang mengetahui rahasia rahasia negara. Berdasarkan undang-undang, pegawai intelijen memiliki sistem sendiri untuk melaporkan aktivitas yang mereka yakini melanggar hukum atau tidak etis, yaitu dengan melaporkannya kepada Kongres atau inspektur jenderal.

Greenwald mengaku tak heran dengan sikap pemerintah Amerika soal Snowden. “Setiap kali ada whistle blower, seseorang yang mengekspos kesalahan pemerintah, taktik pemerintah adalah mencoba mengutuknya sebagai pengkhianat,” kata dia.

Guardian | NBC | Abdul Manan

TEMPO.CO | SABTU, 22 JUNI 2013 | 23:32 WIB

Comments

Popular posts from this blog

Melacak Akar Terorisme di Indonesia

Judul: The Roots of Terrorism in Indonesia: From Darul Islam to Jemaah Islamiyah Penulis: Solahudin Penerbit: University of New South Wales, Australia Cetakan: Juli 2013 Halaman: 236