Skip to main content

Lugovoi: Alexander Litvinenko Bukan Leon Trotsky!

Moskow - Andrei Lugovoi, tersangka utama kasus pembunuhan mantan agen rahasia Russia, Alexander Litvinenko, tak mau lagi bekerjasama dengan Inggris yang sedang melakukan penyelidikan lagi atas kasus itu. Dalam konferensi pers di Moskow, Senin 11 Maret 2013, Lugovoi mengatakan, tekanan politik dan kerahasiaan dalam pengusutan kasus ini membuatnya merasa tak bisa membersihkan namanya dalam kasus itu.
Litvinenko adalah perwira intelijen KGB --kini Federal Security Service (FSB)-- yang kemudian menjadi pengkritik Kremlin, dan meninggal di London tahun 2006 setelah minum teh yang mengandung zat radioaktif polonium-210 di sebuah hotel di London. Keluarganya meyakini Pemerintah di Kremlin berada di balik pembunuhan itu.

Inggris menyebut Lugovoi, mantan perwira KGB yang kini menjadi anggota Parlemen Russia, dan pengusaha Dmitry Kovtun sebagai tersangka utama. Keduanya beberapa jam sebelumnya bertemu Litvinenko sebelum akhirnya ia jatuh sakit. Lugovoi dan Kovtun menolak tuduhan itu dan tak bersedia menghadiri pemeriksaan di Inggris. Russia juga menolak permintaan London untuk mengekstradisi keduanya.

Lugovoi juga mengejek media Inggris yang menyatakan bahwa pemerintah Rusia yang memerintahkan pembunuhan terhadap Litvinenko. "Litvinenko bukan Trotsky. Ia tidak memiliki nilai yang begitu tinggi yang membuat agen rahasia berusaha memburunya," tambahnya, mengacu pada saingan kuat Joseph Stalin yang dibunuh di Meksiko tahun 1940.

Leon Trotsky lahir tahun 1877, dan berumur empat puluh tahun ketika revolusi Rusia pecah. Bersama Vladimir Ilyich Ulyanov, ia mengorganisir gerakan yang akhirnya berujung pada lahirnya rezim Uni Soviet. Ketika Lenin meninggal, pengaruh Trotsky dirusak. Perselisihannya dengan Partai Komunis lebih terbuka. Dia diusir dari partai pada tahun 1927, dikirim ke Alma Ata, di Siberia, sebelum akhirnya dideportasi dari Uni Soviet.

Ia tinggal sebagai pengasingan di Meksiko sebelum akhirnya meninggal pada 22 Agustus 1940. Ia diserang secara tiba-tiba oleh Franck Johnson dengan kapak dengan dua ujung runcing saat keduanya minum teh, yang menyebabkan tengkoraknya retak bahu kanan dan lutut kanannya terluka.

Pengawalnya mengingat kata-kata terakhir Trotsky sebelum pingsan: "Saya rasa Stalin menyelesaikan pekerjaan yang dimulainya."

Washington Post | Guardian | Abdul Manan

TEMPO.CO | SELASA, 12 MARET 2013 | 22:19 WIB

Comments

Popular posts from this blog

Melacak Akar Terorisme di Indonesia

Judul: The Roots of Terrorism in Indonesia: From Darul Islam to Jemaah Islamiyah Penulis: Solahudin Penerbit: University of New South Wales, Australia Cetakan: Juli 2013 Halaman: 236