Skip to main content

AJI: Adanya Indoleaks Layak Disyukuri, Bukan Ditakuti

MINGGU, 12 DESEMBER 2010 | 17:24 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta - Koordinator Divisi Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Margiyono menilai positif adanya situs Indoleaks, yang disebut sebagai Wikileaks dari Indonesia tersebut. "Karena ini menjadi salah satu sarana untuk penyebaran informasi," kata Margiyono saat dimintai komentar soal adanya laman Indolekas, Ahad (12/12/2010).

Menurut Margiyono, adanya laman yang bisa diakses di www.indoleaks.org ini juga belum layak dikhawatirkan oleh pemerintah. "Karena belum membongkar dokumen yang rahasia seperti kabel diplomasi atau rahasia pertahanan. Level indoleaks kan baru dokumen sharing, belum melakukan leaking. Dalam arti belum melakukan pembocoran rahasia," kata Margiyono.

Indoleaks, seperti halnya Wikileaks, merupakan pelengkap dari adanya Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik. "Wikileaks itu kan lahir dari ketidakpuasan terhadap Freedom of Information Act di banyak negara demokratis seperti Amerika Serikat dan Inggris," kata dia. Walau pun mereka punya FOI, kata Megi, "Masih banyak informasi publik yang disembunyikaan atas nama rahasia negara." Dia menilai, Indoleaks mengikuti jejak itu.

Megi, panggilan akrab Margiyono, menambahkan, yang diunggah dalam Indoleaks juga masih sedikit. Hingga kini, yang sudah diunggah antara lain, soal dokumen terkait penyebab semburan Lapindo, Sidoarjo, dokumen Tim Pencari Fakta kasus Munir, dan dokumen visum korban G30S. Informasi-informasi itu, kata dia, sebenarnya masih bisa diperoleh melalui Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik.

Indoleaks, kata Megi, juga bisa disebut sebagai upaya melawan rezim ketertutupan saat ini. Hanya saja, apa yang disebut Megi sebagai "pembangkangan digital" ini akan lebih bermakna jika Indoleaks bisa mengunggah informasi yang dalam pasal 17 UU Keterbukaan Informasi Publik dikategorikan sebagai informasi yang dikecualikan. "Kalau dokumen yang dibocorkan tidak termasuk dalam informasi yang dikecualikan, ya kurang bermakna, karena (dokumen) itu sudah dijamin undang-undang alias bisa diminta," kata Megi.

Mungkinkah Indoleaks bisa melakukan terobosan seperti pendahulunya, Wikilekas, yang bisa membocorkan informasi penting? Soal ini, Megi mengaku belum bisa memastikan. Ia mengingatkan bahwa Wikileaks bisa membocorkan dokumen-dokumen penting itu bukan karena pengelolanya mampu membobol dokumen, tapi karena ada orang-orang yang menyerakan dokumen itu. "Kalau ada intel atau diplomat indonesia yang mau kasih dokumen ke Indoleaks, ya Indoleaks akan mampu mengikuti jejak Wikileaks," kata dia. 

Situasi seperti itu, kata Megi, sangat mungkin juga terjadi di Indonesia. Megi memberi contoh soal kasus video penyiksaan di Papua yang diunggah ke YouTube, yang ternyata oleh anggota TNI. Motif orang mau membagi informasi rahasia, juga beragam. Salah satunya bisa jadi karena ada persaingan internal. "Yang penting Indoleaks bisa membuat sistem perlindungan wistle blower yang baik, ya suatu saat ada insider yang mau kasih dokumen," kata Megi.

Soal tingginya orang yang mengunjungi Indoleaks dan mengunduh dokumennya, Megi mengatakan, itu karena pengaruh pemberitaan tentang Wikileaks. "Karena kan menyatakan diri sebagai Wikileaks-nya Indonesia, sementara Wikileaks lagi menggoncang dunia," kata Megi. 

Dia juga menambahkan, selama ini tak ada sharing dokumen yang baik sehingga ada sejumlah dokumen yang sebenarnya bukan rahasia, tapi hanya diketahui oleh sejumlah orang saja. Ia menyebut soal dokumen Lapindo, yang menurutnya itu hanya diketahui di kalangan terbatas saja, seperti wartawan dan aktifis lembaga swadaya masyarakat. "Indoleaks membuka mekanisme sharing dokumen itu, walau belum melakukan leaking dokumen," kata jurnalis Radio VHR ini.

Abdul Manan

Berita terkait:

Comments

Popular posts from this blog

Melacak Akar Terorisme di Indonesia

Judul: The Roots of Terrorism in Indonesia: From Darul Islam to Jemaah Islamiyah Penulis: Solahudin Penerbit: University of New South Wales, Australia Cetakan: Juli 2013 Halaman: 236