Haji Bul Tak Datang ke Arroyan
SISWA sekolah menengah pertama di Pesantren Arroyan, Pekanbaru, Riau, sudah menunggu kedatangannya Selasa pekan lalu. Pendiri pesantren itu, Bulyan Royan, dijadwalkan bertemu dengan 78 siswa dalam acara penerimaan siswa baru. “Kami semua sangat merindukan beliau,” kata Indra Daulay, sang kepala sekolah.
Ini rencana kedua, setelah sang pendiri batal menghadiri acara perpisahan siswa awal Juni lalu. Kali ini pun, ternyata, rencana itu tak kesampaian. Sehari sebelumnya, Bulyan, yang akrab disapa Haji Bul, ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta karena dugaan kasus suap.
Bulyan adalah putra sulung H Royan, pendiri Pesantren Babussalam di Pekanbaru. Pesantren yang terletak di Jalan Subrantas ini didirikan pada 1973. Keluarga besar Royan juga bermukim di kompleks seluas hampir lima hektare yang menghimpun 1.200 siswa itu.
Royan berasal dari Rokan Hilir, sebelum akhirnya pindah ke Pekanbaru pada 1960. Di kota ini, Royan memulai bisnisnya dengan mendirikan CV Arroyan. Badan usaha ini menangani proyek-proyek pengangkutan bahan bakar minyak pembangkit listrik tenaga diesel serta peralatan listrik PLN ke berbagai pulau dan kawasan di Riau.
“CV Arroyan dikenal sebagai perusahaan utama pengangkutan PLN Riau saat itu,” kata H Tasrif, 67 tahun, yang mengaku mengenal Royan. Pada awal 1990, CV Arroyan berubah menjadi PT H Arroyan Jaya. Di akhir 1990-an, Bulyan mulai ikut mengelola PT Arroyan.
Di tangan pria kelahiran Rokan Hilir, 1 Januari 1958, itu perusahaan tersebut berkembang dan belakangan juga bergerak di bidang pengapalan bahan bakar minyak.
Mulus di bisnis, Haji Bul mulai berkecimpung di bidang sosial dan politik. Pada 1992, ia ikut mendirikan Himpunan Keluarga Pengusaha Pribumi Riau, bahkan menjadi ketua umumnya periode 1995-2000. Bulyan juga pengurus Kamar Dagang dan Industri Riau, 1990-2000.
Pada 1995, Bulyan pernah menjadi pengurus Golkar Riau. Selang sekitar tiga tahun, ia hijrah ke Partai Persatuan Pembangunan. “Partai Persatuan Pembangunan Riau waktu itu membujuk Bulyan dan menjanjikan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat,” kata Syafruddin, mantan pengurus Partai Persatuan Pembangunan Riau. “Bulyan juga melihat peluangnya di Golkar tipis.”
Tak lama Haji Bul bernaung di Partai Persatuan Pembangunan. Pada 2001, ia ikut mendeklarasikan Partai Bintang Reformasi Riau. “Ia merasa tak cocok dengan petinggi Partai Persatuan Pembangunan Riau,” kata politikus Partai Bintang Reformasi Riau, Helmi Burman.
Pada Pemilihan Umum 2004, Partai Bintang Reformasi Riau meraih lima kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Riau. Bulyan, yang menjadi calon anggota badan legislatif di urutan pertama untuk Dewan Perwakilan Rakyat dari daerah pemilihan Rokan Hilir, melenggang mulus ke Senayan dan menjadi anggota Komisi Perhubungan, sebelum pindah ke Komisi Pertahanan sekitar sebulan lalu.
Bulyan mendirikan Pesantren Arroyan pada 1993. Ia memiliki rumah di Jalan Tanjung Batu 41, persis di tepi Sungai Siak. “Rumah itu juga jadi pelabuhan milik Bulyan Royan,” kata Tasrif. Pada 2002, ia menghibahkan rumah itu menjadi kantor Al-Jam’iyatul Washliyah Riau, tempat ia menjadi pembina utama.
Bulyan bersama istri dan lima anaknya tinggal di kompleks pesantren yang didirikannya. Setelah suami Mayarni ini menjadi anggota parlemen di Jakarta, rumah itu jarang dihuni, kecuali pada saat reses atau libur.
Adik kandung Bulyan, Ismail Royan, mengatakan kakaknya pernah berkeluh-kesah soal tugasnya di Dewan. “Tak cocok rasanya saya di situ,” kata Bulyan, seperti ditirukan Ismail. Tapi Haji Bul tak merinci keluhannya.
Ismail mengaku sangat kaget mendengar kabar penangkapan sang kakak. Jumat pekan lalu, Ismail pun menggelar jumpa pers di rumahnya, di Pesantren Babussalam. “Kami atas nama keluarga minta maaf kepada keluarga besar Riau atas kekhilafan yang dilakukan keluarga kami,” kata Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Bintang Reformasi itu.
Rapat yang digelar Partai Bintang Reformasi, Jumat pekan lalu, memutuskan menunggu vonis pengadilan. “Yang pasti, kami tidak akan mencalonkan dia lagi,” kata sekretaris jenderal partai itu, Rusman Ali.
Abdul Manan, Sunudyantoro, Jupernalis Samosir (Pekanbaru)
Majalah Tempo, 7 Juli 2008
Ini rencana kedua, setelah sang pendiri batal menghadiri acara perpisahan siswa awal Juni lalu. Kali ini pun, ternyata, rencana itu tak kesampaian. Sehari sebelumnya, Bulyan, yang akrab disapa Haji Bul, ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta karena dugaan kasus suap.
Bulyan adalah putra sulung H Royan, pendiri Pesantren Babussalam di Pekanbaru. Pesantren yang terletak di Jalan Subrantas ini didirikan pada 1973. Keluarga besar Royan juga bermukim di kompleks seluas hampir lima hektare yang menghimpun 1.200 siswa itu.
Royan berasal dari Rokan Hilir, sebelum akhirnya pindah ke Pekanbaru pada 1960. Di kota ini, Royan memulai bisnisnya dengan mendirikan CV Arroyan. Badan usaha ini menangani proyek-proyek pengangkutan bahan bakar minyak pembangkit listrik tenaga diesel serta peralatan listrik PLN ke berbagai pulau dan kawasan di Riau.
“CV Arroyan dikenal sebagai perusahaan utama pengangkutan PLN Riau saat itu,” kata H Tasrif, 67 tahun, yang mengaku mengenal Royan. Pada awal 1990, CV Arroyan berubah menjadi PT H Arroyan Jaya. Di akhir 1990-an, Bulyan mulai ikut mengelola PT Arroyan.
Di tangan pria kelahiran Rokan Hilir, 1 Januari 1958, itu perusahaan tersebut berkembang dan belakangan juga bergerak di bidang pengapalan bahan bakar minyak.
Mulus di bisnis, Haji Bul mulai berkecimpung di bidang sosial dan politik. Pada 1992, ia ikut mendirikan Himpunan Keluarga Pengusaha Pribumi Riau, bahkan menjadi ketua umumnya periode 1995-2000. Bulyan juga pengurus Kamar Dagang dan Industri Riau, 1990-2000.
Pada 1995, Bulyan pernah menjadi pengurus Golkar Riau. Selang sekitar tiga tahun, ia hijrah ke Partai Persatuan Pembangunan. “Partai Persatuan Pembangunan Riau waktu itu membujuk Bulyan dan menjanjikan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat,” kata Syafruddin, mantan pengurus Partai Persatuan Pembangunan Riau. “Bulyan juga melihat peluangnya di Golkar tipis.”
Tak lama Haji Bul bernaung di Partai Persatuan Pembangunan. Pada 2001, ia ikut mendeklarasikan Partai Bintang Reformasi Riau. “Ia merasa tak cocok dengan petinggi Partai Persatuan Pembangunan Riau,” kata politikus Partai Bintang Reformasi Riau, Helmi Burman.
Pada Pemilihan Umum 2004, Partai Bintang Reformasi Riau meraih lima kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Riau. Bulyan, yang menjadi calon anggota badan legislatif di urutan pertama untuk Dewan Perwakilan Rakyat dari daerah pemilihan Rokan Hilir, melenggang mulus ke Senayan dan menjadi anggota Komisi Perhubungan, sebelum pindah ke Komisi Pertahanan sekitar sebulan lalu.
Bulyan mendirikan Pesantren Arroyan pada 1993. Ia memiliki rumah di Jalan Tanjung Batu 41, persis di tepi Sungai Siak. “Rumah itu juga jadi pelabuhan milik Bulyan Royan,” kata Tasrif. Pada 2002, ia menghibahkan rumah itu menjadi kantor Al-Jam’iyatul Washliyah Riau, tempat ia menjadi pembina utama.
Bulyan bersama istri dan lima anaknya tinggal di kompleks pesantren yang didirikannya. Setelah suami Mayarni ini menjadi anggota parlemen di Jakarta, rumah itu jarang dihuni, kecuali pada saat reses atau libur.
Adik kandung Bulyan, Ismail Royan, mengatakan kakaknya pernah berkeluh-kesah soal tugasnya di Dewan. “Tak cocok rasanya saya di situ,” kata Bulyan, seperti ditirukan Ismail. Tapi Haji Bul tak merinci keluhannya.
Ismail mengaku sangat kaget mendengar kabar penangkapan sang kakak. Jumat pekan lalu, Ismail pun menggelar jumpa pers di rumahnya, di Pesantren Babussalam. “Kami atas nama keluarga minta maaf kepada keluarga besar Riau atas kekhilafan yang dilakukan keluarga kami,” kata Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Bintang Reformasi itu.
Rapat yang digelar Partai Bintang Reformasi, Jumat pekan lalu, memutuskan menunggu vonis pengadilan. “Yang pasti, kami tidak akan mencalonkan dia lagi,” kata sekretaris jenderal partai itu, Rusman Ali.
Abdul Manan, Sunudyantoro, Jupernalis Samosir (Pekanbaru)
Majalah Tempo, 7 Juli 2008
Comments