Cek Palsu di Manhattan
Pengusaha Aceh ditangkap karena mencairkan cek palsu. Korban penipuan di Internet.
DALAM dua pekan ini kabar heboh itu beredar: dua saudagar yang ikut rombongan Gubernur Aceh ditangkap polisi New York, Amerika Serikat. ”Saya mendapat konfirmasi kebenaran berita itu dari rombongan Gubernur,” kata Muhammad Nazar, Wakil Gubernur Aceh, Kamis pekan lalu.
Inilah cerita sampingan tak sedap dari perjalanan Gubernur Irwandi Yusuf bersama sekitar 20 pejabat dan pengusaha ke Amerika, sejak 9 September lalu. Menurut rencana, rombongan muhibah dagang itu akan kembali ke Tanah Air pekan ini. Menurut Nazar, misi lawatan ini adalah menjajaki kerja sama dengan pengusaha dan pemerintah negara bagian di Amerika Serikat.
Baru dua hari rombongan di sana, terjadilah ”musibah” itu. Bermula pada suatu pagi, ketika Salahuddin Alfata dan Lukman Cut Mansur berpisah dari rombongan dan menuju Citibank Manhattan di 666 50th Avenue, Manhattan.
Salahuddin adalah Presiden Direktur PT Seulawah Nanggroe Aceh Darussalam yang pernah maju sebagai calon Wakil Gubernur Aceh mendampingi calon gubernur Ghazali Abbas Adan. Lukman Direktur Utama PT Pelita Nusa Perkasa dan Ketua Gabungan Pengusaha Konstruksi Aceh. Menurut Konsul Jenderal RI di New York, Trie Edi Mulyani, Lukman ingin membuka akun di Citibank.
Lukman diminta memenuhi sejumlah persyaratan. Salah satunya setoran awal dengan jumlah tertentu. Ternyata jumlah uang Lukman tak memenuhi syarat. ”Salahuddin lalu menawarkan menggunakan uangnya dulu,” kata Trie.
Kepada Lukman, Salahuddin mengaku memiliki uang, tapi bukan dalam bentuk tunai. Lalu ia mengeluarkan cek dengan tulisan Central Bank of Nigeria. Nilainya memang sangat fantastis: US$ 32,5 juta—setara dengan sekitar Rp 292 miliar.
Ia pun menyodorkan cek itu ke bank, minta dicairkan. Petugas bank melakukan konfirmasi. Menurut petugas bank, cek itu palsu. Atas panggilan bank, tak berselang lama, datanglah polisi. ”Saat itu juga keduanya ditangkap,” kata Trie.
Pencairan cek itu memang sangat fantastis. Berdasarkan informasi Trie Edi, untuk cek senilai US$ 10 ribu saja, bank di Amerika lazim menanyakan asal-usul uangnya. Dia menduga, kemungkinan pengusaha Aceh itu sudah mengeluarkan sejumlah uang tertentu untuk mendapatkan cek tersebut.
Menurut informasi bank, cek itu pernah dicoba dicairkan di Citibank Jakarta, tapi tak mendapat respons. Juru bicara Citibank Indonesia Ditta Amahorseya belum bisa mengkonfirmasikan kabar ini. ”Kami belum tahu soal itu,” kata Ditta, Jumat pekan lalu.
Digelandanglah Salahuddin ke Criminal Center Booking, Down Town, Manhattan. Lukman dilepas karena dianggap tak terkait dengan cek palsu itu. Konsulat Jenderal RI segera bergerak.
Esoknya, petugas konsulat menyambangi Salahuddin untuk mengecek apakah dia sudah punya pengacara atau belum. Ia pun memperoleh bantuan hukum secara pro bono, alias gratis, dari pengadilan Amerika.
Istri Salahuddin, Misriawati, mengaku mendengar penangkapan suaminya dari anaknya yang kuliah di Australia. Ia pun segera menghubungi suaminya. ”Kondisinya sekarang sehat-sehat saja,” kata Misriawati.
Firda Fitria Alfata, anak Salahuddin, juga mendapatkan informasi ini di koran lokal dan nasional. Penasaran, Firda menghubungi bapaknya yang saat itu masih ada di San Francisco. ”Bapak nggak ditahan, hanya diinterogasi saja,” kata Firda mengutip ucapan bapaknya.
Sebelumnya, sempat dikatakan, Salahuddin bukan anggota rombongan Gubernur. Misriawati menepis kabar itu. Menurut dia, suaminya berangkat dari Medan, sedangkan Gubernur dari Jakarta. Salahuddin bergabung dengan rombongan di Malaysia.
Menurut Trie Edi Mulyani, sidang kasus ini sudah digelar sekali. Hasilnya, Salahuddin, yang berstatus saksi, dibebaskan alias tak perlu ditahan. ”Hakim memutuskan membebaskan dia,” kata Trie. Tentu saja ada persyaratannya: harus bersedia datang sewaktu-waktu jika diminta pengadilan. Rencananya, sidang lanjutan kasus cek palsu ini akan dilanjutkan pada 24 Januari 2008.
Muhammad Nazar mengaku belum mengetahui secara persis kasusnya, termasuk soal adanya cek senilai jutaan dolar itu. Dia hanya menduga, saudagar Aceh itu menjadi korban penipuan di Internet. ”Kan memang banyak sekali penipuan semacam itu di Internet,” katanya.
Setelah peristiwa ini, kata Nazar, Pemerintah Aceh akan memperketat ketentuan untuk mengikuti rombongan pemerintah. ”Agar kejadian semacam ini tak terulang,” kata bekas Ketua Presidium Sentral Informasi Referendum Aceh itu.
Abdul Manan, Titis Setianingtyas, Adi Warsidi
Majalah Tempo, Edisi. 31/XXXVI/24 - 30 September 2007
DALAM dua pekan ini kabar heboh itu beredar: dua saudagar yang ikut rombongan Gubernur Aceh ditangkap polisi New York, Amerika Serikat. ”Saya mendapat konfirmasi kebenaran berita itu dari rombongan Gubernur,” kata Muhammad Nazar, Wakil Gubernur Aceh, Kamis pekan lalu.
Inilah cerita sampingan tak sedap dari perjalanan Gubernur Irwandi Yusuf bersama sekitar 20 pejabat dan pengusaha ke Amerika, sejak 9 September lalu. Menurut rencana, rombongan muhibah dagang itu akan kembali ke Tanah Air pekan ini. Menurut Nazar, misi lawatan ini adalah menjajaki kerja sama dengan pengusaha dan pemerintah negara bagian di Amerika Serikat.
Baru dua hari rombongan di sana, terjadilah ”musibah” itu. Bermula pada suatu pagi, ketika Salahuddin Alfata dan Lukman Cut Mansur berpisah dari rombongan dan menuju Citibank Manhattan di 666 50th Avenue, Manhattan.
Salahuddin adalah Presiden Direktur PT Seulawah Nanggroe Aceh Darussalam yang pernah maju sebagai calon Wakil Gubernur Aceh mendampingi calon gubernur Ghazali Abbas Adan. Lukman Direktur Utama PT Pelita Nusa Perkasa dan Ketua Gabungan Pengusaha Konstruksi Aceh. Menurut Konsul Jenderal RI di New York, Trie Edi Mulyani, Lukman ingin membuka akun di Citibank.
Lukman diminta memenuhi sejumlah persyaratan. Salah satunya setoran awal dengan jumlah tertentu. Ternyata jumlah uang Lukman tak memenuhi syarat. ”Salahuddin lalu menawarkan menggunakan uangnya dulu,” kata Trie.
Kepada Lukman, Salahuddin mengaku memiliki uang, tapi bukan dalam bentuk tunai. Lalu ia mengeluarkan cek dengan tulisan Central Bank of Nigeria. Nilainya memang sangat fantastis: US$ 32,5 juta—setara dengan sekitar Rp 292 miliar.
Ia pun menyodorkan cek itu ke bank, minta dicairkan. Petugas bank melakukan konfirmasi. Menurut petugas bank, cek itu palsu. Atas panggilan bank, tak berselang lama, datanglah polisi. ”Saat itu juga keduanya ditangkap,” kata Trie.
Pencairan cek itu memang sangat fantastis. Berdasarkan informasi Trie Edi, untuk cek senilai US$ 10 ribu saja, bank di Amerika lazim menanyakan asal-usul uangnya. Dia menduga, kemungkinan pengusaha Aceh itu sudah mengeluarkan sejumlah uang tertentu untuk mendapatkan cek tersebut.
Menurut informasi bank, cek itu pernah dicoba dicairkan di Citibank Jakarta, tapi tak mendapat respons. Juru bicara Citibank Indonesia Ditta Amahorseya belum bisa mengkonfirmasikan kabar ini. ”Kami belum tahu soal itu,” kata Ditta, Jumat pekan lalu.
Digelandanglah Salahuddin ke Criminal Center Booking, Down Town, Manhattan. Lukman dilepas karena dianggap tak terkait dengan cek palsu itu. Konsulat Jenderal RI segera bergerak.
Esoknya, petugas konsulat menyambangi Salahuddin untuk mengecek apakah dia sudah punya pengacara atau belum. Ia pun memperoleh bantuan hukum secara pro bono, alias gratis, dari pengadilan Amerika.
Istri Salahuddin, Misriawati, mengaku mendengar penangkapan suaminya dari anaknya yang kuliah di Australia. Ia pun segera menghubungi suaminya. ”Kondisinya sekarang sehat-sehat saja,” kata Misriawati.
Firda Fitria Alfata, anak Salahuddin, juga mendapatkan informasi ini di koran lokal dan nasional. Penasaran, Firda menghubungi bapaknya yang saat itu masih ada di San Francisco. ”Bapak nggak ditahan, hanya diinterogasi saja,” kata Firda mengutip ucapan bapaknya.
Sebelumnya, sempat dikatakan, Salahuddin bukan anggota rombongan Gubernur. Misriawati menepis kabar itu. Menurut dia, suaminya berangkat dari Medan, sedangkan Gubernur dari Jakarta. Salahuddin bergabung dengan rombongan di Malaysia.
Menurut Trie Edi Mulyani, sidang kasus ini sudah digelar sekali. Hasilnya, Salahuddin, yang berstatus saksi, dibebaskan alias tak perlu ditahan. ”Hakim memutuskan membebaskan dia,” kata Trie. Tentu saja ada persyaratannya: harus bersedia datang sewaktu-waktu jika diminta pengadilan. Rencananya, sidang lanjutan kasus cek palsu ini akan dilanjutkan pada 24 Januari 2008.
Muhammad Nazar mengaku belum mengetahui secara persis kasusnya, termasuk soal adanya cek senilai jutaan dolar itu. Dia hanya menduga, saudagar Aceh itu menjadi korban penipuan di Internet. ”Kan memang banyak sekali penipuan semacam itu di Internet,” katanya.
Setelah peristiwa ini, kata Nazar, Pemerintah Aceh akan memperketat ketentuan untuk mengikuti rombongan pemerintah. ”Agar kejadian semacam ini tak terulang,” kata bekas Ketua Presidium Sentral Informasi Referendum Aceh itu.
Abdul Manan, Titis Setianingtyas, Adi Warsidi
Majalah Tempo, Edisi. 31/XXXVI/24 - 30 September 2007
Comments