Skip to main content

Memeriksa Raksasa Operator Seluler

Temasek diduga menabrak Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli karena kepemilikan silang mereka di Indosat dan Telkomsel. Sanksinya bisa berupa perintah penjualan saham.

PEKAN-pekan ini akan menjadi waktu yang teramat sibuk bagi Nawir Messi. Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) ini akan mulai memeriksa sejumlah pihak yang diduga melakukan praktek tak sehat dalam industri seluler. ”Kami sudah mengagendakan memanggil mereka,” katanya, Rabu pekan lalu.

Yang disebut mereka adalah nama yang tak asing bagi telinga para pebis-nis di bidang komunikasi, khususnya telepon seluler: Temasek, Telkomsel, dan Indosat. Nawi Messi sendiri ditunjuk sebagai ketua tim pemeriksa kasus monopoli raksasa bidang komunikasi itu.

KPPU memang sedang menyelidiki dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 (UU tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat) yang dilakukan Temasek Holdings karena kepemilikan silang di Telkomsel dan Indosat. Sedangkan Telkomsel diperiksa karena posisi dominannya di pasar.

Kasus ini mencuat setelah Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu pada 18 Oktober tahun lalu mengadukan dugaan adanya persekongkolan tender dalam proyek pengembangan jaringan Indosat pada 2004 dan 2005.

Untuk memperkuat laporan, Federasi menyampaikan data tambahan sebulan kemudian. Dalam dokumen yang dikirimkan pada 17 November 2006 itu, Federasi juga mempersoalkan praktek monopoli Telkomsel dan Indosat. Bukannya bersaing, keduanya, menurut Federasi, malah membuat perjanjian persamaan tarif.

Untuk memperkuat argumentasi, data tambahan disodorkan: asal-usul kepemilikan saham Temasek di Indosat dan Telkomsel. Temasek memiliki saham di Indosat 41,9 persen melalui anak perusahaan STT Communication, Indonesian Communication Ltd. Adapun STT Communication 100 persen sahamnya dimiliki Singapore Technologies Telemedia (STT). Nah, Temasek pemilik 100 persen saham di STT.

Di Telkomsel, kepemilikan Temasek sebesar 35 persen melalui Singapore Telecom Mobil Pte. Ltd. Perusahaan ini 100 persen dimiliki Singapore Telecommunication Limited (Singtel). Di Singtel ini, Temasek memiliki saham mayoritas: 56 persen. Dengan komposisi kepemilikan semacam ini, Federasi menilai Temasek otomatis jadi raja bisnis seluler di Indonesia, karena Indosat dan Telkomsel menguasai sekitar 80 persen pasar seluler.

Federasi memperkuat laporan itu dengan menyusulkan tambahan dokumen pada 22 Desember 2006. Tapi, tahun 2006 sudah berlalu, proses pemeriksaan tak kunjung jelas. Akhirnya, Federasi mencabut pengaduannya pada 2 April 2007. Menurut kuasa hukum Federasi, Habiburrohman, mestinya laporan itu sudah ada keputusan final pada Februari lalu. ”Timnya malah baru dibentuk pada 9 April lalu,” kata Habiburrohman. Alasan lain, ”Setelah kami telusuri, dugaan ka-mi tak terbukti,” kata Ketua Federasi, Arief Poyuono.

Berdasarkan penelusuran, ujar Arief, ternyata Temasek tak bisa sepenuhnya disebut menguasai pasar seluler, meski memiliki saham di Indosat dan Telkomsel. Penguasaan Temasek di pasar seluler cuma 30 persen dari pasar seluler di Indonesia.

Di luar itu, kata Arief, langkah penarikan ini juga karena Federasi menilai ada orang dan kelompok yang memanfaatkan isu ini. ”Tujuannya agar STT gerah dan menjual sahamnya,” katanya. Keputusan menarik pengaduan ini, katanya, hasil keputusan rapat presidium Federasi di Bandung pada 29 Maret 2007.

Menurut Arief, bahaya bakal muncul jika saham itu dijual. ”Kemungkinan besar akan jatuh ke tangan asing lagi, karena pemerintah tak punya dana,” katanya sembari menunjuk adanya rencana pemerintah bakal menjual sekitar 15 BUMN. Saat dilepas kepada Temasek melalui Indonesian Communication Ltd., harga divestasi 41,9 persen saham Indosat ketika itu Rp 5,6 triliun.

Lain Federasi, lain KPPU. Pencabutan laporan itu ternyata tak serta-merta membuat kasus ini menukik dan mandek. Menurut Nawir, proses di KPPU berbeda dengan kasus perdata. ”Jangankan laporannya ditarik, tanpa lapor-an pun kami bisa memeriksa,” katanya.

KPPU ternyata sudah memonitor kasus monopoli pasar seluler ini sejak 4-5 tahun lalu. Setelah melalui proses verifikasi, pada awal April lalu komisi menggelar rapat. ”Hasilnya, ada dugaan besar terjadi pelanggaran Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 yang dilakukan Temasek dan Telkomsel,” kata Nawir. ”Jadi, kami melakukan penyelidikan ini bukan semata karena laporan Federasi pekerja.”

Berdasarkan data awal KPPU, Temasek diduga melanggar ketentuan kepemilikan silang di Telkomsel dan Indosat. Pasal 27 Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli melarang pelaku usaha memiliki saham mayoritas di beberapa perusahaan yang bergerak di bidang yang sama.

Sedangkan Telkomsel diduga menabrak klausul tentang monopoli dan posisi dominan di pasar seluler. Kali ini giliran yang dilanggar pasal 17 dan 25. Pasal ini menyatakan, pelaku usaha dilarang menguasai produksi atau pemasaran lebih dari 50 persen pangsa pasar. Tapi, soal bukti apa saja yang sudah dikantongi KPPU, Nawir emoh membuka mulut. ”Itu sudah masuk substansi perkara.”

Menurut Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Dita Wiradiputra, Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli memang melarang kepemilikan silang. ”Jadi, kalau KPPU hanya berpegang semata pada pasal itu, pelaku kepemilikan silang itu pasti dinyatakan bersalah,” kata Dita.

Hanya, ada kritik dari Dita Wiradiputra. Menurut dia, seharusnya kepemilikan silang itu dilarang hanya untuk sektor yang pelaku usahanya terbatas. Kalau pemainnya banyak, bisa saja dibolehkan. Selain itu, perlu juga dipersyaratkan adanya akibat yang ditimbulkan dari kepemilikan silang. ”Ini memang harus dipertimbangkan KPPU agar tak mengganggu iklim investasi.”

Dalam kasus Temasek ini, kata Dita, KPPU harus bisa membuktikan kepemilikan silang itu membuat Indosat dan Telkomsel tak bisa berkompetisi secara sehat. Nah, menurut Dita, indikasi monopoli itu sudah ada. Antara lain, soal harga yang dipatok Indosat dan Telkomsel. ”Padahal, keduanya punya struktur biaya yang beda,” katanya. ”Karena, dengan kompetisi yang sehat, tarif percakapan bisa lebih murah.”

Untuk Telkomsel, kata Dita, KPPU harus membuktikan bahwa perusahaan itu memanfaatkan posisi dominannya. Dugaan yang selama ini berkembang, katanya, sebagai penguasa lebih dari 50 persen pangsa pasar seluler, Telkomsel menjadi pemimpin pasar. Akibatnya, pesaingnya tak akan berani mematok tarif di luar toleransinya. ”Karena sebagai operator besar, dia bisa saja membanting harga dan mengakibatkan operator lainnya mati,” kata Dita.

Temasek Holdings yang berkantor pusat di Singapura tak mau berkomentar tentang proses pemeriksaan di KPPU. ”Itu urusan Singtel dan STT untuk memberikan respons. Temasek tidak bertanggung jawab langsung terhadap keputusan bisnis dan operasional perusahaan itu,” kata Director Corporate Affairs Temasek, Serena Khoo.

Soal bisnis mereka masuk ruang sidang KPPU, pihak Telkomsel memilih tak banyak komentar. Hanya, kepada Tempo, Corporate Communication Telkomsel Azis Fuedi menegaskan bahwa pihaknya tak melakukan monopoli dengan memanfaatkan posisi dominan mereka. ”Arah kami bukan monopoli,” kata Azis. Kalaupun perusahaannya menguasai 50 persen lebih pasar seluler, katanya, itu semata karena mereka memiliki teknologi baru yang daya jangkaunya lebih luas. Kuasa hukum Singapore Technologies Telemedia Todung Mulya Lubis juga memilih tak menanggapi proses pemeriksaan yang dilakukan KPPU. ”Saya belum mau berkomentar dulu,” kata Mulya.

Hukuman berat bakal menimpa perusahaan milik Temasek jika dugaan monopoli itu terbukti. Menurut Mohammad Iqbal, Ketua KPPU, jika KPPU dapat membuktikan praktek monopoli itu ada, pihaknya akan memerintahkan Temasek menjual seluruh sahamnya yang ada di salah satu perusahaan telekomunikasi tersebut. ”Terserah, mau jual saham Telkomsel atau Indosat,” katanya. Menurut Iqbal, hanya dengan cara ini persaingan sehat akan tumbuh.

Abdul Manan, Riky Ferdianto

Edisi. 10/XXXIIIIII/30 April - 06 Mei 2007

Comments

Perusahaan Asing Berebutan Pangsa Pasar Seluler di Indonesia



Konon beredar kabar bahwa issue monopoli TEMASEK HOLDING terhadap dua perusahaan seluler raksasa Indonesia (baca: TELKOMSEL dan INDOSAT), mulai tercetus dan disebarluaskan pertama kali oleh pihak Malaysia secara diam-diam.

Dahulu Malaysia hendak mencaplok TELKOMSEL dan/atau INDOSAT, namun mereka ternyata kalah cepat dari Singapura. Akhirnya, Malaysia “hanya kebagian jatah” mencaplok EXELCOMINDO PRATAMA (XL), dan menjadikan XL sebagai salah satu anak buah perusahaan mereka; a TM company (TM = Telecom Malaysia).

Dengan semakin kuatnya issue monopoli TEMASEK ini, mereka mengharapkan agar setidak-tidaknya pihak TEMASEK harus rela melepaskan saham-sahamnya dari TELKOMSEL atau INDOSAT. Kemungkinan saham-saham yang akan dilepas tersebut kemudian dibeli, baik secara langsung maupun secara tidak langsung, oleh pihak Malaysia (selain di bawah bendera TM tentunya) adalah cukup besar.

Mengingat bahwa pemerintahan Malaysia dan kroni-kroninya, sedang gencar-gencarnya giat melakukan aksi “Malingsia” (baca: Malingin Indonesia) terhadap Indonesia semenjak beberapa tahun silam. Dari mulai Ambalat, Sipadan-Ligitan, Batik, Angklung, Tempe, Lagu Rasa Sayange, hingga Tari Reog Ponorogo yang beritanya kini sedang hangat-hangatnya.

Mereka pun berhasrat ingin mendominasi/menguasai pangsa pasar seluler kita (bukan selular = celana dalam, versi bahasa Malaysia). Kalian masih tidak percaya? Biarlah waktu yang akan membuktikannya!


Mari Kita Ganyang Malaysia!!!
MERDEKA!!!



See also:
http://www.temasekholdings.com.sg/media_centre.htm
http://www.temasekholdings.com.sg/pdf/1.%20Background%20summary.pdf

Popular posts from this blog

Melacak Akar Terorisme di Indonesia

Judul: The Roots of Terrorism in Indonesia: From Darul Islam to Jemaah Islamiyah Penulis: Solahudin Penerbit: University of New South Wales, Australia Cetakan: Juli 2013 Halaman: 236