Kena Getah Jyllands Posten

BANGUNAN seluas 7 x 9 meter persegi di Jalan KH Noer Ali, Bekasi, itu sudah berganti nama. Di gedung itu dulu terdapat papan nama bertulisan ”Peta”. Kini, nama itu berganti menjadi ”Niaga Bisnis”. ”Tabloid Peta sudah tutup,” ujar Billy Rumengan, mantan wartawan tabloid Peta. Kini dia Wakil Pemimpin Umum Tabloid Niaga Bisnis.

Peta adalah satu dari tiga media massa Indonesia yang memuat kartun Nabi Muhammad yang dilansir harian Denmark Jyllands Posten. Dalam edisi 6 Februari 2006, tabloid beroplah 2.000-an ini memuat kartun tersebut. Maka, ratusan orang dari Front Pembela Islam (FPI) mendatangi kantor Peta. Mereka menuntut tabloid itu ditarik dan pengelolanya meminta maaf.

Semua permintaan dipenuhi, tapi FPI tetap membawa kasus ini ke polisi. Pemimpin Redaksi Peta, Wahab Adi, dan Manajer Operasional Cepi Ganjar Gumiwang dipanggil ke kantor polisi. Sejak itu keduanya mondar-mandir menjalani pemeriksaan. Tabloid itu pun sempoyongan. ”Sepekan setelah kedatangan FPI, tabloid kami tutup,” ujar Billy.

Awal Maret lalu, polisi sudah melimpahkan berkas kasus ini ke Kejaksaan Negeri Bekasi. Jika tak ada halangan, kasus ini mulai disidangkan pekan ini. ”Kami mendakwa keduanya melakukan penodaan agama,” ujar jaksa penuntut umum Hedi Muhwanto.

Di Surabaya, tabloid Gloria yang memuat kartun serupa. Tapi nasibnya tak seburuk Peta. Gloria memuat lima kartun Nabi pada edisi Februari. Begitu muncul kecaman masyarakat, manajemen Gloria menarik tabloid itu. Mereka juga langsung meminta maaf. ”Kami menarik peredaran tabloid itu sebelum muncul demo, ” kata Pemimpin Redaksi Gloria, Da Silva.

Gloria tetap terbit sampai sekarang. ”Kami berhasil menyelesaikan kasus ini dengan damai,” ujar Da Silva tentang medianya yang beroplah 8.000 eksemplar ini. Walau begitu, bukan berarti masalah kartun yang pernah mereka muat itu sudah tuntas. Menurut Kepala Satuan Reserse Kriminal Polwiltabes Surabaya Ajun Komisaris Besar Polisi Mujiono, polisi masih menyelidiki kasus ini.

Media di negeri jiran, Malaysia juga tak luput dari musibah gara-gara kartun tersebut. The Sarawak Tribune diberangus pemerintah setelah koran yang terbit di Malaysia Timur itu memuat kartun Nabi Muhammad.

Wartawan senior Atmakusumah Astraatmadja menilai kasus seperti ini seharusnya tak perlu dibawa ke meja hijau. Menurut bekas Ketua Dewan Pers itu, masalah ini mestinya dapat diselesaikan pada tingkat perdebatan. ”Persoalannya, Indonesia masih memiliki pasal-pasal penghinaan dalam hukum pidana,” kata Atmakusumah. Padahal, di beberapa negara pasal ini sudah dibuang.

AM, Siswanto (Bekasi) Sunudyantoro dan Kukuh S. Wibowo (Surabaya)
Sumber: Majalah Tempo, Edisi. 28/XXXV/04 - 10 September 2006

Comments

Popular posts from this blog

Metamorfosa Dua Badan Intelijen Inggris, MI5 dan MI6

Kronologis Penyerbuan Tomy Winata ke TEMPO