Skip to main content

Yang Berlabuh di Cipinang

Dengan alasan kesehatan, Tommy Soeharto dipindahkan dari penjara Nusakambangan ke Cipinang. Perlakuan yang dinilai beberapa wakil rakyat tak patut diterimanya.

PULUHAN wartawan yang siaga di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika di Cipinang hanya bisa memandang dari kejauhan. Tamu istimewa yang mereka tunggu, Jumat pekan lalu itu, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto, diangkut sebuah ambulans Angkatan Darat, melaju langsung ke jantung penjara. Mengenakan topi dan celana hitam, Tommy turun dari ambulans, kemudian menghilang di balik bangunan LP yang berisi sekitar 1.200 narapidana itu.

Pemindahan Tommy dari penjara Batu, Nusakambangan, ke Cipinang berdasarkan surat Direktur Jenderal Pemasyarakatan tertanggal 31 Maret 2006. Hal ini mengundang kritik dari anggota parlemen. “Mengesankan ia diperlakukan istimewa,” kata Ketua Komisi Hukum DPR, Trimedya Pandjaitan. Jika karena alasan kesehatan, menurut Trimedya, itu pun tak tepat. Trimedya juga menyoroti “menumpuknya” remisi yang diterima Tommy. “Ini menyinggung rasa keadilan masyarakat,” kata anggota Fraksi PDI Perjuangan ini.

Dirjen Pemasyarakatan, Mardjaman, membantah jika pihaknya mengistimewakan putra kesayangan mantan presiden Soeharto itu. "Tak ada alasan lain pemindahannya selain untuk kemudahan berobat,” katanya. Tommy, menurut dia, juga tak diistimewakan dalam hal memperoleh remisi. "Ketentuannya memang begitu dan itu tak hanya untuk dia.”

Tommy dipenjara karena kasus kepemilikan senjata api dan pembunuhan hakim agung M. Syaifuddin Kartasasmita. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 26 Juli 2002 mengganjarnya dengan 15 tahun penjara. Jumlah itu kemudian dikorting 10 bulan di tingkat Mahkamah Agung. Setelah sekitar delapan bulan ditahan di LP Cipinang, Tommy diboyong ke Nusakambangan.

Pengacara Tommy, Elsa Syarif, menyesalkan munculnya tudingan miring terhadap kliennya. Elsa mengaku baru mengetahui adanya pemindahan ini pada akhir Maret, setelah Tommy mendapat izin berobat ke Jakarta pada awal April lalu. Tommy memang secara rutin setiap bulan terbang ke Jakarta untuk mengobati leher belakangnya yang mengalami pengapuran. Penyakit ini dikhawatirkan mengundang stroke. “Waktu dibawa ke Nusakambangan, kami tidak meminta. Sekarang dibawa ke Jakarta, kami pun tak pernah meminta,” katanya.

Namun, Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Jawa Tengah, Bambang Winahyo, kepada Tempo mengatakan, pemindahan Tommy ini atas permintaan Elsa dengan alasan pengobatan. Dalam surat tertanggal 27 Maret itu, Elsa juga melampiri rekomendasi tiga dokter: Anthony Dawson, Med Frans Santoso, serta Hafil bin Abdul Gani.

Menurut Bambang, rekomendasi itu menyebutkan, untuk tiga bulan ke depan, Tommy harus melakukan kontrol ke RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, sebanyak 36 kali. "Dengan volume kontrol kesehatan sebanyak itu, masuk akal jika penahanan Tommy dipindahkan ke Cipinang," kata Bambang.

Alasan ini pula yang dinyatakan Direktur Registrasi dan Statistik Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Sukartono Supangat. Menurut dia, dokter di Nusakambangan, yang merupakan dokter umum dan bukan spesialis, sudah menyatakan angkat tangan merawat Tommy. Dokter di Rumah Sakit Cilacap pun sama.

Menurut Elsa, banyaknya pandangan miring terhadap Tommy telah membuat kliennya kehilangan sejumlah haknya. Ia menyebut masa asimilasi Tommy yang mestinya dinikmati pada Desember 2005, setelah menjalani separuh masa pidananya. Padahal, jika mendapat asimilasi, Tommy bisa bekerja di luar penjara pada siang hari. “Hak itu tak kunjung diberikan karena pejabat pemasyarakatan menyatakan publik belum menerima,” kata Elsa.

Menurut Sukartono, jika asimilasinya itu diterima, sedianya Tommy akan dibawa ke penjara terbuka di Cinere. “Namun, batal setelah asimilasinya tak diberikan,” kata Sukartono. Elsa menaruh curiga ada orang yang tak senang kliennya kembali ke dunia bisnis. Orang ini, menurut Elsa, kemudian memperalat sejumlah orang untuk bersuara keras terhadap keringanan hukuman yang diterima Tommy.

Kecurigaan Elsa ini ditepis Trimedya. Menurut dia, kalau publik memberi perhatian besar kepada Tommy, itu karena figurnya sebagai anak bekas seorang presiden. “Dan publik meyakini di masa lalu dia menguras harta negara,” kata Trimedya.

Bukan hanya Trimedya. Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Agus Purnomo, juga menyebut pemindahan Tommy sebagai tindakan tak patut. Menurut Agus, kesalahan yang dilakukan Tommy lebih berat ketimbang koruptor. “Dia melakukan kejahatan berat, membunuh penegak hukum,” katanya.

Tommy kini sudah berlabuh di Cipinang. Di penjara yang dikitari pagar dinding setinggi enam meter itu, Tommy menempati sel nomor 9 seluas 5 x 5 meter persegi yang resik dan memiliki WC sendiri. Lantai selnya dari keramik putih polos dan dindingnya bercat krem. Saat Tempo menengok sel itu, Selasa pekan lalu, belum ada fasilitas apa pun di dalamnya selain selembar kasur.

Blok yang dihuni Tommy terdiri atas 18 kamar. Satu-satunya penghuni blok itu sebelum Tommy datang adalah Irwan, terpidana kasus pengeboman Bursa Efek Jakarta. Untuk memasuki blok ini, harus melewati empat pintu penjagaan.

Menurut Sukartono, ada tujuan lain dari pemindahan Tommy, yakni menghilangkan kecurigaan adanya perlakuan istimewa terhadap Tommy di Nusakambangan yang selama ini kerap terdengar. “Sekarang para wartawan bisa langsung mengecek,” kata Sukartono. ***

Abdul Manan, Eko Ari Wibowo, Bambang Soed, Sohirin


Bonus untuk Tommy

TOMMY Soeharto tak perlu mendekam 10 tahun di penjara seperti vonis yang diketuk hakim. Dengan berbagai “bonus” remisi yang diterima, mantan pembalap ini bisa menghirup udara bebas lebih cepat sekitar 3 tahun dari hukumannya. Tahun depan bahkan ia bisa menikmati pembebasan bersyarat.

Ini semua berkat remisi yang didapatnya selama ini. Jenis remisinya bermacam-macam. Ada remisi umum, remisi pemuka, remisi khusus 17 Agustus, remisi kerja sosial, dan remisi dasawarsa. Untuk remisi umum, yang diberikan setiap Lebaran, misalnya, Tommy mendapatkan 13 bulan selama 2002 sampai 2005. Dari remisi pemuka (khusus diberikan kepada narapidana yang mendapat tugas mengkoordinir napi lain), Tommy mendapatkan 3 bulan remisi selama 2004 dan 2005.

Lalu, dari remisi 17 Agustus, Tommy mendapatkan 4 bulan selama 2002–2005. Tommy juga mendapat remisi sosial lantaran donor darah, yakni sekitar 4 bulan. Ada pun dari remisi dasawarsa, pengurangan hukuman kepada semua napi pada saat negara berulang tahun satu dasawarsa atau kelipatannya, Tommy mendapat remisi 3 bulan. Total remisi yang diterima Tommy 27 bulan, atau dua tahun lebih.

Remisi ini bakal mempermudah Tommy memperoleh pembebasan bersyarat. “Syaratnya sudah menjalani dua pertiga masa pidananya sebenarnya,” kata Direktur Registrasi dan Statistik Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Sukartono Supangat.

Menurut Sukartono, “masa pidana sebenarnya” didapat dari hukuman dikurangi masa tahanan dan remisi. Hukuman Tommy 10 tahun. Adapun masa di tahanan 8 bulan (26 November 2001 sampai 26 Juli 2002). Dengan perhitungan semacam ini, masa pidana sebenarnya 7 tahun 1 bulan. Bagi Tommy berarti dia bisa menikmati pembebasan bersyarat itu setelah 4,5 atau 5 tahun penjara.

Taksiran Sukartono, Tommy bisa mendapatkan pembebasan bersyarat pada 2007. Ini bisa lebih cepat jika tahun ini Tommy memperoleh lagi remisi, seperti remisi Lebaran, 17 Agustus, dan remisi sosial. Dengan remisi yang bakal dipetik lagi oleh Tommy, Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Jawa Tengah, Bambang Winahyo, menaksir masa hukuman Tommy akan berakhir pada Mei 2009. ***

A.M. Sohirin

Comments

Popular posts from this blog

Melacak Akar Terorisme di Indonesia

Judul: The Roots of Terrorism in Indonesia: From Darul Islam to Jemaah Islamiyah Penulis: Solahudin Penerbit: University of New South Wales, Australia Cetakan: Juli 2013 Halaman: 236