Titik Terang di Ujung 'Koridor'
Pengadilan tinggi menilai penggunaan pasal pencemaran nama baik untuk kasus pemberitaan tidak tepat. Wartawan tabloid Koridor, yang sebelumnya dihukum sembilan bulan, dinyatakan bebas.
WAJAH para wartawan tabloid Koridor tampak sumringah. Putusan Pengadilan Tinggi Lampung terhadap kasus pencemaran nama baik oleh tabloid itu ibarat kado Lebaran. Pengadilan memutuskan dua "orang penting" surat kabar yang terbit di Lampung itu, Darwin Ruslinur dan Budiono Syahputro, bebas dari hukuman pidana.
Menurut Budiono, putusan dari Pengadilan Tinggi itu diterimanya empat hari sebelum lebaran. "Ini sangat membesarkan hati, karena kebebasan kita masih dihargai," kata Redaktur Pelaksana Koridor itu kepada Tempo.
Putusan itu sendiri sudah diketuk majelis hakim Pengadilan Tinggi Lampung, yang terdiri dari Haogoara Harefa, Muhamad Munawir, dan Rukmiri, pada 27 September lalu. Intinya, mereka menilai dakwaan jaksa terhadap dua wartawan Koridor, Budiono dan Darwin Rusli Nur, pemimpin redaksi tabloid itu, tidak bisa
diterima. Hakim merujuk pada UU Pers yang memuat ketentuan penggunaan hak jawab terlebih dahulu bagi seseorang yang merasa dirugikan oleh pemberitaan media.
Peristiwa yang membawa petinggi tabloid itu ke meja hijau memang berkaitan dengan soal pemberitaan. Setahun lalu, Alzier Thabranie, Ketua Golkar Lampung, menggugat Koridor lantaran dalam edisinya 12-18 Juli 2004 tabloid itu memuat artikel yang membuat amarah Alzier. Judulnya "Alzier Dianis Thabranie dan Indra Karyadi Diindikasikan Kuat Tilap Dana Saksi Partai Golkar Rp 1,25 Miliar". Berita itu mengungkapkan keluhan sejumlah saksi Partai Golkar lantaran kurangnya jatah uang saksi dalam pemilu presiden tahap pertama. Dijanjikan dibayar Rp 50 ribu, tapi nyatanya hanya Rp 15 ribu.
Setelah melalui proses pengaduan dan pemeriksaan di kepolisian, kasus ini bergulir ke Pengadilan Negeri Tanjung Karang. Pada 4 Mei lalu, pengadilan negeri memvonis Darwin Rusli Nur dan Budiono, yang dinilai bertanggung jawab atas berita itu, dengan ganjaran sembilan bulan pidana penjara. Majelis hakim yang diketuai Iskandar Tjakke menyatakan kedua wartawan ini terbukti melanggar Pasal 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencemaran nama baik.
Putusan inilah yang dipatahkan pengadilan tinggi. Majelis hakim pimpinan Haogoara Harefa menilai jaksa terburu-buru menggelindingkan kasus ini ke pengadilan. "Menurut pengadilan tinggi, kasus ini belum memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan UU Pers," demikian antara lain sebagian bunyi putusan pengadilan tinggi seperti yang dikatakan sumber Tempo di Pengadilan Tinggi Lampung.
Anggota Dewan Pers, Leo Batubara, menyambut gembira putusan pengadilan tinggi ini. "Ini putusan yang sangat menjanjikan, katanya. Leo mengakui hingga kini masih ada perdebatan di kalangan penegak hukum tentang penggunaan KUHP dan UU Pers untuk menyelesaikan sengketa pemberitaan media. Karena itu, Leo menyebut vonis Pengadilan Tinggi Lampung ini bak titik terang baru. "Tapi seharusnya jaksa juga mempunyai komitmen yang sama," katanya.
Leo berharap UU Pers terus menjadi rujukan bagi aparat penegak hukum yang menangani kasus semacam ini. Menurut Leo, hanya sengketa yang berhubungan dengan karya jurnalistik yang bisa diselesaikan dengan UU Pers. Tapi, kata Leo, kalau wartawan membuat berita untuk pemerasan dan untuk tujuan kriminal, "Ya, silakan menggunakan KUHP untuk menjeratnya."
Hingga pekan lalu Jaksa Almiyati, jaksa penuntut umum "kasus Koridor", menyatakan belum mengambil sikap atau putusan pengadilan tinggi itu. Menurut Almiyati "kasus Koridor" adalah kasus pertama Kejaksaan Negeri Lampung yang berkaitan dengan pemberitaan.
Pihak yang kecewa dengan keputusan ini tentu saja Alzier. "Keputusan ini penuh rekayasa dan ada tekanan dari luar," katanya. Menurut Alzier, ia memang tak menggunakan hak jawab karena menganggap tak ada manfaatnya. "Koridor sering menyerang saya secara pribadi, mana terpikir untuk menggunakan hak jawab?" ujarnya. Kendati kalah di pengadilan tinggi, Alzier belum menyerah. "Begitu ada peluang, saya ingin membuka kembali kasus ini," katanya.
Abdul Manan, Fadilasari
TEMPO Edisi 051113-037/Hal. 92 Rubrik Hukum
WAJAH para wartawan tabloid Koridor tampak sumringah. Putusan Pengadilan Tinggi Lampung terhadap kasus pencemaran nama baik oleh tabloid itu ibarat kado Lebaran. Pengadilan memutuskan dua "orang penting" surat kabar yang terbit di Lampung itu, Darwin Ruslinur dan Budiono Syahputro, bebas dari hukuman pidana.
Menurut Budiono, putusan dari Pengadilan Tinggi itu diterimanya empat hari sebelum lebaran. "Ini sangat membesarkan hati, karena kebebasan kita masih dihargai," kata Redaktur Pelaksana Koridor itu kepada Tempo.
Putusan itu sendiri sudah diketuk majelis hakim Pengadilan Tinggi Lampung, yang terdiri dari Haogoara Harefa, Muhamad Munawir, dan Rukmiri, pada 27 September lalu. Intinya, mereka menilai dakwaan jaksa terhadap dua wartawan Koridor, Budiono dan Darwin Rusli Nur, pemimpin redaksi tabloid itu, tidak bisa
diterima. Hakim merujuk pada UU Pers yang memuat ketentuan penggunaan hak jawab terlebih dahulu bagi seseorang yang merasa dirugikan oleh pemberitaan media.
Peristiwa yang membawa petinggi tabloid itu ke meja hijau memang berkaitan dengan soal pemberitaan. Setahun lalu, Alzier Thabranie, Ketua Golkar Lampung, menggugat Koridor lantaran dalam edisinya 12-18 Juli 2004 tabloid itu memuat artikel yang membuat amarah Alzier. Judulnya "Alzier Dianis Thabranie dan Indra Karyadi Diindikasikan Kuat Tilap Dana Saksi Partai Golkar Rp 1,25 Miliar". Berita itu mengungkapkan keluhan sejumlah saksi Partai Golkar lantaran kurangnya jatah uang saksi dalam pemilu presiden tahap pertama. Dijanjikan dibayar Rp 50 ribu, tapi nyatanya hanya Rp 15 ribu.
Setelah melalui proses pengaduan dan pemeriksaan di kepolisian, kasus ini bergulir ke Pengadilan Negeri Tanjung Karang. Pada 4 Mei lalu, pengadilan negeri memvonis Darwin Rusli Nur dan Budiono, yang dinilai bertanggung jawab atas berita itu, dengan ganjaran sembilan bulan pidana penjara. Majelis hakim yang diketuai Iskandar Tjakke menyatakan kedua wartawan ini terbukti melanggar Pasal 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencemaran nama baik.
Putusan inilah yang dipatahkan pengadilan tinggi. Majelis hakim pimpinan Haogoara Harefa menilai jaksa terburu-buru menggelindingkan kasus ini ke pengadilan. "Menurut pengadilan tinggi, kasus ini belum memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan UU Pers," demikian antara lain sebagian bunyi putusan pengadilan tinggi seperti yang dikatakan sumber Tempo di Pengadilan Tinggi Lampung.
Anggota Dewan Pers, Leo Batubara, menyambut gembira putusan pengadilan tinggi ini. "Ini putusan yang sangat menjanjikan, katanya. Leo mengakui hingga kini masih ada perdebatan di kalangan penegak hukum tentang penggunaan KUHP dan UU Pers untuk menyelesaikan sengketa pemberitaan media. Karena itu, Leo menyebut vonis Pengadilan Tinggi Lampung ini bak titik terang baru. "Tapi seharusnya jaksa juga mempunyai komitmen yang sama," katanya.
Leo berharap UU Pers terus menjadi rujukan bagi aparat penegak hukum yang menangani kasus semacam ini. Menurut Leo, hanya sengketa yang berhubungan dengan karya jurnalistik yang bisa diselesaikan dengan UU Pers. Tapi, kata Leo, kalau wartawan membuat berita untuk pemerasan dan untuk tujuan kriminal, "Ya, silakan menggunakan KUHP untuk menjeratnya."
Hingga pekan lalu Jaksa Almiyati, jaksa penuntut umum "kasus Koridor", menyatakan belum mengambil sikap atau putusan pengadilan tinggi itu. Menurut Almiyati "kasus Koridor" adalah kasus pertama Kejaksaan Negeri Lampung yang berkaitan dengan pemberitaan.
Pihak yang kecewa dengan keputusan ini tentu saja Alzier. "Keputusan ini penuh rekayasa dan ada tekanan dari luar," katanya. Menurut Alzier, ia memang tak menggunakan hak jawab karena menganggap tak ada manfaatnya. "Koridor sering menyerang saya secara pribadi, mana terpikir untuk menggunakan hak jawab?" ujarnya. Kendati kalah di pengadilan tinggi, Alzier belum menyerah. "Begitu ada peluang, saya ingin membuka kembali kasus ini," katanya.
Abdul Manan, Fadilasari
TEMPO Edisi 051113-037/Hal. 92 Rubrik Hukum
Comments