Skip to main content

Ketua Muda MA Bidang Pengawasan: Saya Sekarang Mau Keras-Kerasan

KASUS suap Probosutedjo memicu Mahkamah Agung melakukan sejumlah gebrakan. Dalam waktu dekat, lembaga ini akan memeriksa kekayaan pegawainya, termasuk hakim. "Harus mulai pasang taring," kata Ketua Muda MA Bidang Pengawasan, Gunanto Suryono. "Kalau enggak, lama-lama enggak karu-karuan MA ini," pria kelahiran Yogyakarta, 18 Juni 1942, yang juga bekas Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung, itu menambahkan. Berikut petikan wawancaranya dengan Maria Hasugian dan Abdul Manan dari Tempo, Selasa pekan lalu.

Bagaimana perkembangan pemeriksaan hakim dalam kasus suap Probosutedjo?

Pengadilan tingkat pertama sudah diperiksa, Senin kemarin. Hakim yang pindah dipanggil semua. Yang diperiksa adalah prosedurnya, pernah dihubungi atau tidak, dan sebagainya.

Berapa lama tim menyelesaikan pemeriksaan?

Enggak tahu. Nanti kalau sudah, hasil pemeriksaan itu saya laporkan ke Ketua MA, terus ke KPK. Saya sudah tanda tangani penetapannya. Hakim agungnya sudah ditunjuk untuk memeriksa.

Apa yang membedakan pemeriksaan MA dengan KPK?

Apakah KPK sudah ada pemeriksaan ke PN? Belum ada. Sebelum KPK masuk, saya masuk duluan.

Kalau hasil ini dibawa ke KPK, apa ada wewenang melakukan verifikasi?

Silakan kalau memang belum puas dengan pemeriksaan yang kami adakan.

Komisi Yudisial akan merekomendasikan kepada MA. Kan bisa jadi rekomendasinya beda dengan pengawasan internal?

Kita ketemu satu meja-enaknya bagaimana? Komisi Yudisial bagaimana, saya begini. Based on the fact saja.

Komisi Yudisial kan merekomendasikan pemeriksaan rekening pegawai dan hakim yang disebut Probo. Bagaimana sikap MA?

Bagus itu. Saya sendiri juga mau periksa begitu. Saya sekarang mau keras-kerasan. Enggak bisa jawab, out. Prinsip Undang-Undang Korupsi kan pembuktian terbalik. Bukan pemeriksa yang membuktikan, tapi si terperiksa yang membuktikan bahwa saya dapat uang dari mana. Itu yang saya pakai dan disetujui Ketua MA. Sekarang sedang dibuat suatu konsep pemeriksaan harta kekayaan mereka sampai ke rumah-rumah. Harus mulai pasang taring. Lama-lama enggak karu-karuan MA ini.

Kebijakan ini akibat kasus Probosutedjo?

Ya, sebagai pemicu.

Bagaimana awal lahirnya ide pemeriksaan kekayaan ini?

Saya ngomong dalam forum pimpinan. "Ya sudah. Kalau sudah begini, apa boleh buat," kata Ketua.

Kapan mulai?

Sekarang dalam proses. Saya minta Pak Syahrul membuat blue print. Mungkin dalam waktu cepat. Enggak bisa lambat-lambat kalau sudah begini.

Dalam rapat kerja nasional di Bali, Anda menyampaikan pengawasan dengan pola baru. Seperti apa?

Pola baru dalam arti nanti ada pengawasan menyeluruh. Pertama, pengawasan melekat. Sejak saya jadi sekjen, saya sudah galakkan waskat, pengawasan oleh atasan sendiri. Ternyata enggak melekat. Kedua, khusus mengenai berkas perkara, kita buat berlapis pengawasan itu. Pertama, dari pengetik putusan. Itu diawasi panitia pengganti. Panitia pengganti diawasi askor. Askor diawasi oleh P1 (pembaca 1). Jadi, semua bertanggung jawab. Ini mulai diterapkan sejak 1 Oktober.

Apa bedanya dengan pengawasan sebelumnya?

Yang dulu itu, ya pengawasan begitu aja. Sekarang masing-masing ikut tanggung jawab.

Kasus apa yang sudah ditangani pengawasan?

Banyak sekali sebetulnya, tapi tak pernah diekspos. Jadi, kelihatannya kita tidur saja.

Ada yang sampai dipecat?

Sudi Achmad kan sudah dipecat. Dia dulu pernah dipecat, tapi dia banding ke Badan Kepegawaian di Badan Kepegawaian Negara. Bertahun-tahun tak keluar keputusannya. Ada 8 sampai 10 kasus yang begitu. Kita kan punya kewenangan memecat, tapi mereka punya hak banding. Ini bertahun-tahun tak turun-turun keputusannya di Bapeg. Padahal, di situ ada pasal yang mengatakan, dalam waktu enam bulan Bapeg harus memutus. Sekarang mereka naik banding, silakan. Tapi enam bulan tak ada putusan dari Bapeg, kita akan kirim surat bahwa orang ini sudah dipecat, dan dia naik banding, dan saudara belum memutus dalam waktu enam bulan. Karena itu, putusan kami mempunyai kekuatan hukum tetap. Setelah itu langsung kita kirim surat ke Kantor Penggajian Negara, minta stop gaji.

Itu yang akan dilakukan sekarang?

Persis. Semua yang 10 orang itu akan kita begitukan.

Kalau hakim, sudah berapa yang kena sanksi?

Saya tidak hafal.

Apa prioritas pengawasan ke depan?

Satu, sistem pengawasan pegawai. Prinsip pengawasan kan seperti sapu. Sapu itu harus bersih. Kedua, hakim tingginya dari pengadilan umum kurang banyak. Sekarang ini perbandingannya 6:4. Enam dari Pengadilan Agama, empat dari umum. Saya ingin menariknya dari daerah.

Apa tugas hakim tinggi itu?

Hakim tinggi tambahan ini untuk tenaga pemeriksa dan badan pengawasan. Sekarang ini kan ada asisten bidang pengawasan dan pembinaan. Nantinya ini akan jadi badan pengawasan. Badan itu akan dipimpin eselon satu. Sayangnya, sekarang belum ada, karena digantung oleh Tim Penilai Akhir dari Sekretariat Negara.

Bagaimana kewenangan badan pengawasan ini?

Lebih luas, karena lebih complicated. Tugasnya, setelah satu atap, tentu mengawasi empat lingkungan peradilan. Kalau seperti sekarang, ada pengaduan dari Maret sampai sekarang, belum terselesaikan, karena orangnya kurang. Di bawah juga enggak karu-karuan. Nah, kalau badan ini sudah jadi, akan ada badan pengawasan wilayah 1, 2, 3, dan 4. Ada pembagian kerja. Dengan begitu diharapkan lebih intensif memeriksa dan menggarap persoalan.

Bagaimana pembagian tugasnya dengan Ketua Muda (Tuada) Bidang Pengawasan?

Yang sering orang keliru, Tuada Pengawasan itu tidak langsung, bukan operasional. Operasional itu wilayah pengawasan, Tuada pengambil beleid. Tuada yang memilah, apakah kasus ini perlu kirim tim atau cukup diperiksa Pengadilan Tinggi sebagai provos MA yang punya kewenangan memeriksa. Itu bisa maksimal bila anggarannya memadai. Bicara anggaran lagi. Sekarang ada kemajuan dalam keuangan. Dulu Rp 1,4 triliun, sekarang menjadi Rp 1,9 triliun. Tapi masih tak sebanding dengan polisi yang Rp 13 triliun dan kejaksaan yang Rp 3,9 triliun.

TEMPO Edisi 051106-036/Hal. 104 Rubrik Hukum

Comments

Popular posts from this blog

Melacak Akar Terorisme di Indonesia

Judul: The Roots of Terrorism in Indonesia: From Darul Islam to Jemaah Islamiyah Penulis: Solahudin Penerbit: University of New South Wales, Australia Cetakan: Juli 2013 Halaman: 236