Skip to main content

Poros Tengah setelah PKB dan PDIP "Besanan"

Musyawarah pimpinan PKB resmi dukung Megawati. Kandaskah poros tengah?

AKHIRNYA Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menentukan pilihan. Senin, 16 Agustus lalu, secara resmi Ketua Umum DPP PKB Mathori Abdul Djalil menyatakan mendukung Megawati sebagai calon presiden. "Pertemuan ini menegaskan kebenaran rumor yang berkembang bahwa PKB mendukung PDIP untuk memimpin pemerintahan. Istilahnya kami ini mau besanan," ungkap Mathori.

Mathori mengatakan keputusan ini adalah hasil keputusan musyawarah pimpinan (muspim) PKB yang berlangsung di Jakarta 15- 16 Agustus lalu. Secara keseluruhan dalam muspim, ungkap dia, sama sekali tidak ada perdebatan-perdebatan tentang presiden perempuan, atau pertanyaan mengapa Mega. "Malah, pimpinan DPW-DPW maunya PKB secara eksplisit menyebut nama bagi calon presiden yang didukung. Tapi, kami memilih cara yang cukup bijak, untuk tidak menyebut nama," tutur Mathori.

Gayung pun bersambut. Mega yang tampil cerah hari itu menyatakan menerima dukungan. "Tentu saja saya terima. Bagaimana mungkin saya tidak menerima kalau ada yang mendukung saya," ungkap dia. Menurut Mega, langkah ini yang paling konkret dalam pendekatan selama ini. Namun, Mega membantah bahwa pertemuan itu juga membahas soal sharing of power antara PDIP dan PKB. "Bagaimana kami mau bicara, sidang umum MPR saja belum. Kami tidak bicara di tingkat practical."

Setelah dukungan resmi PKB ini, sejumlah pertanyaan muncul. Dukungan resmi kepada Megawati ini disampaikan saat Gus Dur sedang berobat di Amerika. Sepengetahuan diakah kebijakan tersebut atau sang ketua Umum Nahdlatul Ulama (NU) telah ditelikung Mathori dan kawan-kawan? Itu yang pertama. Kedua, lantas bagaimana dengan Gus Dur yang menyatakan bersedia dicalonkan sebagai presiden? Ketiga, bagaimana pula nasib poros tengah yang menjagokan Gus Dur sebagai presiden?

Di kalangan NU sendiri muncul pelbagai pendapat sehubungan dengan hasil muspim ini. Mulai yang menilainya sebagai sikap yang tepat sampai yang menyebutnya keputusan yang terlalu pagi. K.H. Cholil Bisri dari Rembang, Jawa Tengah, menyetujui hasil muspim. "Andai Gus Dur bersedia menjadi presiden, PKB pasti mencalonkan dia. Namun, karena hanya bersedia dicalonkan maka PKB mencalonkan yang dicalonkan Gus Dur itu sendiri," kata dia.

Sikap PKB ini menurut Cholil Bisri wajar saja. Nalarnya, warga NU selama ini sudah capek di pinggiran kekuasaan terus. Sekarang terbuka ruang untuk ke tengah. "Mengapa tidak dipergunakan? Warga NU tak mau keloloden terus."

Walau bisa menerima putusan untuk mendukung Mega itu, K.H. Fuad Amin Imron, Wakil Ketua Wilayah PKB Jawa Timur, tetap menilai hasil muspim terburu-buru. Seharusnya lewat musyawarah DPW PKB dulu dan tidak berdasarkan voting. Caleg PKB untuk DPR pusat itu mengatakan dirinya lebih suka kalau Gus Dur saja yang jadi presiden. "Saya bisa menerima Mega. “Tapi, kalau Gus Dur bisa jadi presiden, saya kira akan lebih baik," kata pengasuh Ponpes syaichona Cholil, Bangkalan, Madura. itu.

K.H. Imron Harnzah, Ketua Rois Syuriah NU Jawa Timur, termasuk yang tak menyetujui hasil muspim. "Pokoknya orang NU lebih senang kalau Gus Dur yang jadi presiden. Isu saja, enggak pakai alasan macam-macam. Daripada yang dua itu (B.J. Habibie dan Mega), lebih baik Gus Dur," kata mantan Sekretaris Robitoh Ma'hadil Islaiyah itu.

Mathori Abdul Djalil sendiri mengungkapkan bahwa semua yang datang ke muspim kemarin adalah pendukung Gus Dur dan sangat paham pola pikir cucu pendiri NU itu. "Kami menghormati semua langkah Gus Dur untuk mewujudkan rekonsiliasi nasional. Kami juga melihat pernyataan Gus Dur, yang secara pribadi mendukung Mega sebagai presiden, sebagai sinyal untuk melembagakannya. Jangan lalu disimpulkan bahwa kami tidak memihak Gus Dur. Kami justru mendukung aspirasi Gus Dur," ucap Mathori.

Menurut Mathori, dirinya sudah lama bersama Gus Dur sehingga cukup mengerti apa kemauannya. Waktu Gus Dur runtang-runtung dengan Tutut beberapa tahun silam, dirinya, menurut dia, justru disuruh menjauh dan bergabung ke YKPK, yang saban hari pekerjaannya membicarakan Soeharto. Tetapi hal itu tidak membuat dirinya berpisah dengan Gus Dur. Malah sebaliknya: setelah itu Gus Dur benar-benar mem-back-up dirinya untuk menjadi Ketua Umum PKB. "KaIau saya sekarang runtang-runtung dengan Mbak Mega, saya yakin itu sesuai dengan harapan Gus Dur."

Sebelum muspim, lanjut Mathori, PKB sudah memberitahu Gus Dur soal dukungan itu dan meminta arahan. Seusai muspim, mereka juga melaporkan hasilnya kepada Gus Dur. Jadi, PKB tak menelikung Gus Dur.

Muhammad A.S. Hikam dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia melihat sikap PKB sudah tepat. Dalam pandangan Hikam, Gus Dur tidaklah serius hendak menjadi kepala negara. Sebab, kalau serius pasti giat berkonsolidasi. Setidaknya meminta dukungan dari ranting atau cabang. "Gus Dur memang harus bermain begitu. Mengapa dia mau dicalonkan poros tengah? Supaya dia bisa menarik keuntungan politik dari situ. Kan dia bilang "Saya mau tapi saya mendukung Megawati."

Dalam pandangan Hikam, poros tengah itu bukan sesuatu yang serius. "PKB tahu bahwa dia mau dikerjain, diacak-acak. Maka, Gus Dur bermain biar mereka yang mencalonkan dirinya senang," tuturnya.

Soal poros tengah ini, ada persamaan pandangan antara AS Hikam dan Abdul Kadir Karding, calon anggota DPRD I Jawa Tengah dari PKB. Poros tengah mencalonkan Gus Dur kan main-main. Amien mencalonkan Gus Dur. Tapi Faisal Basri (Sekjen Partai Amanat Nasional) dan Hamzah Haz (Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan) berpendapat lain," kata Karding yang juga anggota Tim Rekomendasi PKB.

Memang benar bahwa tak kurang dari seorang Faisal Basri yang menolak poros tengah. Di mata pengamat ekonomi ini poros tengah hanyalah refleksi dari emosionalitas serta kegandrungan akan pendekatan yang serba personal.

Lalu apa tanggapan kubu poros tengah? Yusril Ihza Mahendra, Ketua Umum Partai Bulan Bintang, tak sependapat kalau dibilang pencalonan Gus Dur cuma manuver partai-partai Islam. "Itu melecehkan Gus Dur namanya. Gus Dur itu tokoh besar, masak bisa dibikin obyek manuver. Yang benar saja, ha, ha, ha.Kami juga bisa bilang bahwa PKB mencalonkan Megawati itu tidak serius."

Hamzah Haz tetap yakin bahwa poros tengah dibutuhkan termasuk oleh duet PDIP, PKB. PDIP dan PKB bersatu tetap tak bisa memperoleh suara mayoritas di MPR (sekurang-kurangnya mendapat 351 kursi. Dalam situasi seperti ini, menurut dia, kerja sama dengan poros tengah diperlukan. "Kami masih tetap jalan dan oplimistis. Tidak ada istilah berhenti di tengah jalan," katanya usai bertemu dengan Gus Dur pada 19 Agustus lalu.

Hingga Jumat, 20 Agustus pekan lalu, Ketua Umum Partai Amanat Nasional Amien Rais sendiri, setelah bertemu dengan Gus Dur di ciganjur, menyatakan pencalonan Gus Dur sebagai presiden itu serius dan akan terus berlanjut. Menurut Amien Rais sampai sekarang Gus Dur masih menerima pencalonan dirinya dari poros tengah. Gus Dur sendiri berserah ke mekanisme SU MPR. Dan di mata Gus Dur keputusan PKB itu sifatnya belum final. Ah, Gus Dur memang senantiasa sulit ditebak.

Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada Ichlasul Amal melihat tetap terbuka kemungkinan bahwa gabungan suara PDIP dengan PKB tak sampai 50 persen nanti. Karena itu koalisi PKB-PDIP belum cukup untuk mengegolkan Mega sebagai presiden. Dalam hal ini B.J. Habibie masih akan menjadi ganjalan besar bagi mereka nanti. Itu tentunya kalau Golkar-nya Akbar Tandjung
tak berpaling dari Habibie, pada akhirnya.

Imam Wahjoe L./Laporan Budi Nugraha, Eko Y.A.F., Multa Firdaus, Ondy Saputra (Jakarta), Abdul Manan, Hari Nugroho (Surabaya), Pamungkas (Semarang), Prasetya (Yogyakarta)

D&R, Edisi 990823-002/Hal. 58 Rubrik Peristiwa & Analisa

Comments

Popular posts from this blog

Melacak Akar Terorisme di Indonesia

Judul: The Roots of Terrorism in Indonesia: From Darul Islam to Jemaah Islamiyah Penulis: Solahudin Penerbit: University of New South Wales, Australia Cetakan: Juli 2013 Halaman: 236