Skip to main content

Melawan Setan di Bromo

Lia Aminudin yakin telah memerangi setan di Bromo atas petunjuk Jibril. Lalu?

LIA AMINUDIN yang mengaku menjadi Bunda Maria dan Imam Mahdi itu pada hari Sabtu. 24 April lalu, datang ke puncak Gunung Bromo, Jawa Timur, tanpa diketahui banyak orang. Rombongan Lia yang terdiri sekitar 47 orang, termasuk Pendeta Damar Musa Saleh dari Majelis Gereja Penghayatan dan Pengambangan Firman Allah, Bekasi, Jawa Barat, bemiat menaklukkan setan-setan yang berpusat di Bromo.

Bromo? Menurut Lia, semua informasi tentang setan itu diketahui melalui sabda Jibril, yang ia sebut dengan gelar syekh (guru). Tak hanya puncak Bromo, yang terkenal dengan acara Kasada (Hindu) serta kawahnya yang bisa dihampiri pengunjung. Berdasarkan info Jibril, Lia juga akan mendatangi Gunung Kawi, Candi Prambanan. Candi Borobudur, dan pantai selatan. Tempat-tempat itu diyakini Lia-sebagai tempat bersemayam para setan dengan aman.

Karena melawan setan, Lia tak membutuhkan badik, parang, ataupun senapan angin. Acara perang itu dilakukan dengan doa secara khusyuk usai subuh pada Sabtu itu juga. Sekitar pukul 02.30, rombongan Salamullah yang berpakaian serbaputih itu sudah melakukan salat berjamaah dan berdoa di hotel agar disucikan hati, agar diikhlaskan niat bahwa ini semata-mata menjalankan amanat Allah untuk kepentingan umat dan bangsa.

Lalu, rombongan berangkat menuju kawah Gunung Bromo dengan naik jip sewaan. Setelah sekitar satu jam perjalanan mereka tiba di anak tangga menuju kawah Gunung Bromo. Rombongan segera naik tangga menuju puncak kawah. Sesampainya di puncak kawah, Jibril datang dan memerintahkan mereka untuk mengambil posisi di sebelah kiri tangga. "Sebab, di situlah bersemayam Iblis," kata Lia.

Sekitar pukul 05.00, rombongan langsung melakukan salat subuh berjamaah. Cuaca dingin yang menusuk sumsum itu membuat mereka semakin khusyuk berdoa: "Hancurkan kekuatan Iblis dan Dajjal di Bumi serta jadikan kami semua musuh-musuh dan seteru Iblis dan Dajjal." Doa itu, kini salah seorang peserta, langsung dikabulkan Allah. Tandanya? Tak jelas. Hanya, Allah kemudian memerintahkan mereka agar menyucikan diri. Setelah itu, mereka juga mcngaku mendapatkan perintah agar membaca takbir (Allahu Akbar), tahlil (Lailahailallah) dan tahmid (alhamdulillah). Saat berlangsungnya doa mengusir Iblis dan Dajjal itu tak ada kejadian yang luar biasa. "Semuanya berlangsung wajar," ucap seorang peserta rombongan. Sementara itu, Pendeta Damar melakukan kebaktian sendiri di tempat yang tidakjauh. Baru pada pukul 08.00, rombongan Salamullah kembali ke hotel.

"Kami memang mendapat amanah ke tempat-tempat yang sering dipakai acara ritual, yang ada tumbal dan segala macam, seperti pantai selatan, Candi Prambanan Parangtritis. Karena di situ jadi tempat pemukiman Lucifer," kata Lia Aminudin saat ditemui setelah dari kawah Bromo.

* Melihat Lucifer

Malaikat Jibril menyampaikan itu semua ketika masalah Gereja Setan (GS) sedang hangat di media massa. Wahyu Jibril memang tidak sembarangan turun. Ia selalu terkait dengan peristiwa. Saat Lia membaca kasus GS itu di majalah, turunlah wahyu: "Pergilah kamu ke Gunung Bromo. Bersihkan sepanjang pantai dan gunung-gunung," demikian bunyi wahyu itu. Lia berserta pengikutnya tak pernah berani menunda tugas Jibril. Kata Lia, dari beberapa info mantan pengikut GS juga dikatakan bahwa pusat mereka di Bromo.

Keberadaan GS di Bromo sendiri sepengetahuan Lia sudah ada sekitar enam bulan lalu. Lia merujuk ke salah satu tulisannya dalam Buletin Salamullah, yang berjudul "Bencana Dajjal di Indonesia", terbit 28 November 1998. Dalam artikel itu dia mengatakan, "Telah datang kerajaan Dajjal di Indonesia dan telah rusak seluruh urusan kemaslahatan umat oleh nafsu amarah.

Kemunculan Dajjal diyakini Liam Aminudin sebagai salah satu usaha untuk menggagalkan kebangkitan Nabi Isa (Yesus). "Ini soalnya dalam rangka kebangkitan Nabi Isa. Maka itu, Dajjal berusaha menggagalkan kebangkitan itu dengan menguasai orang Kristen," ujar Lia.

Lia juga mengaku bisa melihat bentuk Lucifer-nama setan sebelum diusir dari surga dalam konsep Kristen-di Bromo. "Saya sudah pernah melihat fisiknya secara batin. Fisiknya seperti ular naga yang besar dan berlendir terus. Kepalanya seperti bertanduk dan bisa terbang," kata Lia. Tapi, Lucifer tak bisa berbuat apa-apa kepada dia karena Lia bersama Jibril, yang juga dikenal sebagai Roh Kudus. "Saya hanya bisa melihat. Lucifer juga tidak memperlakukan apa-apa kepada saya," ujarnya. Lia melihat, GS memiliki bahaya yang bisa menyebar karena memakai hipnotis. Cara itu bisa membikin orang tetap melakukan apa saja sekalipun dia tahu itu sesat. Dan juga, Dajjal mempunyai kekuatan yang sangat besar. Ia menyebar dengan iming-iming materi. "Maka itu, kami saat ini hanya bisa mengatasi masalah metafisikanya. Kalau masalah fisik, kembali ke manusianya," kata Lia. Maksudnya, jika mereka kesurupan, Lia bisa membantu pengobatannya. Tapi, jika sudah pengembangan iman, itu tergantung pilihan masing-masing orang. Penanganan selanjutnya juga tergantung pada gereja.

* Lintas Wilayah Agama

Tapi, kenapa harus GS? Bukankah itu wilayah agama lain? Lia menjawab: "Saya kan hanya menawarkan jasa. Masalah masyarakat Kristen dan Islam kan sama saja. Kebangkitan Isa itu ada pada kami. Jadi, kami kerasa bertanggung jawab menyelesaikan masalah ini. Harapannya: bukan hanya untuk umat Kristen. Bangsa ini harus diselamatkan dari kekuasaan Dajjal. Sebab, yang terkena itu hangsa kita." Ini dibuktikan dengan semakin seringnya kerusuhan, pertikaian etnis, dan sebagainya. Lia menyatakan perang dengan Dajjal.

Menurut Lia, setan menyukai Bromo karena tempat itu sering dipakai untuk acara ritual dengan pengorbanan. Lia menunjuk acara Kasada, yang oleh umat Hindu dianggap sebagai penghormatan kepada leluhur. Suja'i, pemuka masyarakat Tengger yang dikenal sebagai pemimpin Hindu di wilayah itu, menampik keras. Sesaji yang diberikan adalah sebagian dari hasil Bumi yang diperoleh penduduk. Bukan binatang, apalagi manusia. "Lagi pula, itu adalah bagian dari sejarah daerah. Upacara Kasada untuk menghormati nenek moyang, bukan mempercayai Gunung Bromo," kata Suja'i. Tentu, upacara-upacara Hindu itu dipercaya memiliki kekuatan untuk mengusir setan pula. Tidak bisa ukuran agama tertentu diterapkan pada agama lain.

Karena itu, Suja'i juga menolak adanya GS. "Gereja saja tak ada. Dari 1.400 warga Desa Ngadisari, Sukapura, hampir 99,9 persen penduduknya beragama Hindu. Selebihnya beragama Islam, yang dipeluk oleh para pendatang," katanya.

Yah, kalau sudah begini, memang hanya Lia yang tahu.

Laporan Abdul Manan (Surabaya) dan Ondy A. Saputra (Jakarta)

D&R, Edisi 990503-038/Hal. 72 Rubrik Agama

Comments

Popular posts from this blog

Melacak Akar Terorisme di Indonesia

Judul: The Roots of Terrorism in Indonesia: From Darul Islam to Jemaah Islamiyah Penulis: Solahudin Penerbit: University of New South Wales, Australia Cetakan: Juli 2013 Halaman: 236