Skip to main content

Menggugat Big Boss, Nasabah Telantar

Aksi karyawan bank menuntut tambahan pesangon marak di sejumlah kota besar. Pemerintah bermain kucing-kucingan dengan pemilik bank. Nasabah telantar.

RESAH dan panik. Itulah reaksi yang tampak di muka sebagian besar karyawan 38 bank yang dilikuidai pada 13 Maret lalu. Sejak Senin minggu lalu, 15 Maret, para pekerja itu menggelar demonstrasi, menuntut kejelasan hak mereka sebagai karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja.

Hari pertama aksi dilakukan di lingkungan bank mereka sendiri. Poster-poster berisi protes dipajang dan yel-yel menuntut pesangon yang layak mereka teriakkan. Tak puas sampai di itu? hari berikutnya, aksi menjalar hingga ke rumah pemilik bank tempat mereka bekerja. Karyawan Bank Asia Pasific (Apac), misalnya, mendatangi rumah Thomas Suyatno, komisaris utama bank itu. di bilangan Tebet, Jakarta Selatan. Demikian pula karyawan Bank Umum Servitia, yang mendatangi rumah bos mereka di kawasan Kebayoran, Jakarta Selatan. Tapi, jangankan memenuhi tuntutan karyawan, yakni mendapatkan pesangon enam kali lipat dari yang digariskan Pasal 21 Peraturan Menteri Tenaga Kerja (PMTK) No. 03/1996, bertemu pun Thomas tak bersedia.

Aksi demontrasi juga dilakukan rekan-rekan mereka di daerah. Di Semarang, sekitar 300 karyawan dari 15 bank yang dilikuidasi mendatangi Bank Indonesia Cabang Semarang. "Kami menuntut uang pesangon enam kali lipat dari aturan yang tercantum dalam Pasal 21 PMTK No. 03/1996," ujar Indrajaya, karyawan Bank Pesona Kriyadana yang ikut dalam rombongan itu. Mereka mengancam akan mogok kerja sebelum tuntutan dipenuhi.

Di Medan, karyawan bank mendatangi kantor DPRD setempat. Menurut Syahril Akhyar Lubis, Ketua Tim 14 yang mewakili 14 bank yang dilikuidasi -- aturan pesangon yang ditetapkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), yaitu dua kali dari yang dicantumkan pada Pasal 21 PMTK No. 03/1996, sudah tidak relevan diterapkan. Alasannya, ketika peraturan itu diterapkan, tahun 1996, tingkat inflasi cuma tujuh persen dan kurs dolar terhadap rupiah baru Rp 2.500. Saat ini, tingkat inflasi sudah 70 persen dengan kurs dolar Rp 8 ribu. "Berdasarkan perhitungan itu, wajar bila karyawan mendapatkan pesangon 50 kali dari aturan yang tercantum pada pasal tersebut," ujar karyawan Bank Umum Servitia itu.

Di Surabaya, sekitar 200 karyawan dari 15 bank yang dilikuidasi mendatangi Bank Indonesia Cabang Surabaya. Mereka yang tergabung dalam Asosiasi Pekerja Perbankan dan Keuangan (Aspek) itu menuntut aturan pesangon dua kali dari PMTK direvisi. Untuk kondisi saat ini, jumlah pesangon yang layak menurut mereka adalah sepuluh kali dari aturan Pasal 21 PMTK No. 03/1996. Zulfi Aswan, Ketua Aspek Jawa Timur, mengancam akan mengajukan gugatan hukum bila BPPN tidak merevisi aturan tersebut.

Ancaman mogok kerja karyawan bank yang dilikuidasi sampai tuntutan mereka dipenuhi ternyata bukan sekadar gertak sambal. Nasahah yang hendak mencairkan simpanannya harus pulang dengan tangan hampa. Bagi nasabah yang harus mengangsur kreditnya ke bank lebih dibuat repot, seperti yang dialami Ny Sri Sugiyarti, nasabah Bank Papan Sejahtera Cabang Semarang. Ibu muda ini terlambat menyetorkan angsuran kredit pemilikan rumahnya lantaran bank tutup. Padahal, setiap keterlambatan, Sri dikenakan denda sebesar dua persen.

Nasib nasabah tampaknya memang sudah tak dihiraukan karyawan bank yang dilikuidasi. "Dana nasabah kan sudah dijamin pemerintah. Tapi, nasit- kami? Kalau nasabah marah dan memilih membakar bank ini, silakan ! Toh, ini sudah jadi milik BPPN, ujar Herman, karyawan Bank Aspac Kuningan, Jakarta Selatan,
sambil tersenyum sinis.

Karyawan bank yang dilikuidasi juga ogah bekerja sama dengan karyawan bank pembayar yang ditunjuk pemerintah. Seorang staf wewenang khusus BCA Cabang Harmoni, Jakarta Pusat, pasrah setelah tiga hari berturut-turut gagal meminta tanda tangan staf wewenang khusus Bank PSP. Agar pemindahan rekening nasabah bisa dilakukan memang diisyaratkan adanya legalisasi pejabat bank yang dilikuidasi dan bank pembayar.

* Bikin Cemburu

Memang, bila aturan BPPN yang digunakan, seorang karyawan dengan gaji Rp 1 juta sebulan dengan masa kerja lima tahun hanya akan merlperoleh pesangon Rp 10 juta, ditambah uang jasa Rp 2 juta dan duapersen uang ke.sehatan. Karyawan dengan masa kerja kurang dari lima tahun tentu mendapatkan jumlah yang jauh lebih kecil. Mengingat keadaan serba sulit saat ini, rasanya wajar kalau karyawan bank yang dilikuidasi geram dengan sistem pesangon ala BPPN itu.

Terlebih lagi bila dibandingkan dengan program pensiun dini yang diterapkan Bank Mandiri terhadap sekitar delapan ribu karyawan Bank Bumi Daya, Bank Ekspor Impor, Bank Pembangunan Indonesia, dan Bank Dagang Negara. Program rancangan Direktur Utama Bank Mandiri, Robby Johan, itu berpatokan bahwa besar bunga deposito dari uang terima kasih perusahaan sama dengan jumlah penghasilan yang diterima karyawan semasa masih bekerja. Robby mengaku telah menyediakan Rp 800 miliar untuk program ini.

Komponen uang terima kasih (golden shakehand) itu terdiri dari 12 butir, yaitu pesangon atau kompensasi atas sisa masa kerja yang seharusnya dijalani hingga mencapai masa pensiun normal maksimal sepuluh tahun uang jasa berdasarkan masa kerja uang perjalanan cuti tahunan uang cuti besar; tunjangan hari raya; penggantian fasilitas pengobatan dan perawatan sebesar lima persen dari jumlah pesangon dan jasa; penggantian fasilitas perumahan sebesar sepuluh persen jumlah pesangon dan uang jasa; penghargaan untuk masa bakti; masa bebas tugas; manfaat pensiun; tunjangan hari tua, dan; klaim Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Walau demonstrasi terus berlanjut, BPPN tetap pada rcncananya. Rabu, 17 Maret lalu, BPPN mengundang lima orang perwakilan dari 38 bank yang dilikuidasi untuk berkumpul di Plaza Bapindo, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta. BPPN diwakili kuasa hukumnya, Aulia Kemalsjah Siregar.

Pertemuan yang berlangsung multi pukul 10.00 itu berlangsung sangat alot dan panas. Tadinya, Kemalsjah akan meminta perwakilan masing-masing hank menalIggapi skema aturan yang ditetapkan BPPN dalam rangka realisasi pembayaran pesangon pada April 1999. Namun, belum lima menit bicara, Kemal sudah diinterupsi seorang perwakilan yang mengaku pegawai Bank Bahari.

Dede, demikian ia memperkenalkan diri, akhirnya mengambil alih acara itu. Selama sejam, pria yang selalu dijaga seorang bodiguard ini memimpin perundingan perwakilan bersama 29 perwakilan karyawan bank yang dilikuidasi. Hasilnya, yang disampaikan ke Kemal secara lisan usai perundingan itu, seluruh perwakilan sepakat mengajukan tuntutan sepuluh kali jumlah pesangon yang ditetapkan Pasal 21 PMTK No. 3/1996.

Kendati begitu, jawaban yang diperoleh masih prematur. Kemal, sebagai wakil BPPN, berjanji akan menjadi penghubung pertemuan perwakilan karyawan bank dengan pemilik bank. "Kalau sudah berhasil kami pertemukan, karyawan silakan mengajukan tambahan pesangon ke pemilik hank mereka masing-masing," ujar Kemal. Artinya, BPPN tetap dengan skema yang dimilikinya.

Ketua Umum Aspek, Indra Tjahja menilai alasan yang diajukan Kemal itu hanya untuk menghindar dari tuntutan fakta. Menurut Indra, idealnya karyawan memang diberikan deposito yang besar bunganya sesuai dengan gaji trakhir yang diterima. Atau, mengingat kondisi keuangan pemerintah, karyawan mendapatkan pesangon minimal empat kali aturan Pasal 21 PMTK No. 3/1996. "Demi keadilan, ini juga bisa diterapkan di sektor lain," katanya.

* Balas Budi Big Boss

Karena alasan likuidasi, pemilik bank bisa saja lepas tanggung jawab. "Kan, BPPN sudah mengambil alih aset. Dari mana lagi kami mendapat uang untuk bayar pesangon karyawan ?" kata seorang pemilik bank yang mengaku telah membentuk forum di antara pemilik bank untuk menghadapi tuntutan karyawan itu.

Sungguhpun begitu, menurut Kemal, pembekuan kegiatan bank tidak serta-merta menghilangkan hubungan karyawan dan pemilik sebuah badan usaha. Pendek kata, karyawan bank masih bisa menuntut haknya terhadap pemilik bank. Cuma, prosesnya tidak bisa didasarkan pada pemaksaan kepentingan. "Kedua belah pihak harus duduk dan melakukan negosiasi," kata Kemal.

Memang, itulah yang kini tengah berlangsung di beberapa bank. Seorang karyawan Bank Bira mengaku, saat ini para karyawan telah mengajukan usul pesangon sebesar Rp 71 miliar untuk membayar pesangon 1.031 orang. Tapi, sampai minggu lalu, usul itu baru dipenuhi Rp-8 miliar.

Karyawan Bank Papan Sejahtera juga sudah mendapat secercah harapan. Menurut Mustafa Zuhad Mughni salah seorang komisaris yang menguasai 19,98 persen bank itu lewat kelompok Harawi Sekawan, kelompok Tunasmas Panuarta yang menguasai 30 persen saham telah menyatakan kesediaannya membayar pesangon. Perwakilan karyawan kabarnya juga sudah berhasil menemui Hasyim Djojohadikusumo dan mengajukan tuntutan pesangon delapan kali dari aturan Pasal 21 PMTK. Untuk itu, Hasyim harus menyediakan dana sekitar Rp 80 miliar. Buntut-buntutnya, nasabahlah yang jadi korban, duitnya macet di bank-bank yang dilikuidasi itu.

Ondy A. Saputra/Laporan Mohammad Subroto, Budi Nugroho, Imelda Bachtiar, Puji Sumedi H. (Jakarta), Abdul Manan (Surabaya), Edrin Adriansyah (Medan), dan Koresponden Semarang.

D&R, Edisi 990322-032/Hal. 15 Rubrik Liputan Utama

Comments

Popular posts from this blog

Melacak Akar Terorisme di Indonesia

Judul: The Roots of Terrorism in Indonesia: From Darul Islam to Jemaah Islamiyah Penulis: Solahudin Penerbit: University of New South Wales, Australia Cetakan: Juli 2013 Halaman: 236