Skip to main content

Mari Mencatatkan Nikah

Isbat nikah diselenggarakan di Ja-Tim untuk membantu masyarakat yang tidak mencatatkan pernikahannya.

JANGAN sekali-kali meremehkan pencatatan pernikahan. Lalai mencatatkan pernikahan, persoalan lain bisa muncul. Misalnya, pembuatan akta kelahiran sang anak akan ditolak kantor catatan sipil tanpa akta nikah. Padahal, akta kelahiran menjadi syarat mutlak masuk sekolah dan sebagainya. Upaya pencatatan pemikahan secara massal itu kini tengah berlangsung di seluruh kantor urusan agama (KUA) di Jawa Timur (Ja-Tim).

Data yang masuk hingga akhir Februari lalu, temyata di Ja-Tim terdapat 13.222 pasangan yang tidak bersurat. Mengerikan. Daerah tertinggi adalah Jember, dengan 2.376 pasangan. Sementara itu, Kabupatan Pacitan selamat dari pemmohonan isbat. Kotamadya Surabaya hanya ada satu orang.

Karena itu diperlukan cara pencatatan pemikahan yang kemudian disebut dengan isbat (penetapan) nikah itu. Melalui suatu rapat koordinasi dengan pemerintah daerah, dibuatlah aturan isbat tersebut. Untuk setiap pasangan akan dilakukan peradilan kilat untuk membuktikan kebenaran pernikahannya, misalnya akan ditanya siapa yang menikahkan; siapa walinya; siapa saja saksinya; masih adakah saksinya; jika tidak ada, siapa saksi yang tidak langsung. yang pernah mendengar perkawinan mereka; lalu, berapa maskawinnya. Juga, dibuat ukuran, apakah pernah ada protes masyarakat terhadap pasangan itu. Ini penting untuk melihat pasangan itu kumpul kebo atau bukan. Setelah dilakukan penyumpahan dan pembuktian lain, disahkanlah perkawinan itu dan kemudian dicatat.

Tak mustahil jika yang mengikuti sidang isbat nikah itu juga banyak kalangan orang tua yang sudah memiliki anak dan cucu. Sebab, dibuat batasan tanggal usia sejak 17 Agustus 1945 (sejak Indonesia merdeka) hingga Februari 1999. Karena itu, tak mustahil juga jika terjadi kelucuan-kelucuan dalam sidang. Tim Hubungan Masyarakat Departemen Agama Pusat yang baru lalu menyaksikan pelaksanaan isbat di Ja-Tim juga melaporkan kegairahan masyarakat menyambut sidang isbat nikah yang baru pertama kali muncul di republik ini. Ada yang yang datang dua hari sebelumnya dan membawa oleh-oleh pisang untuk petugas KUA.

Isbat nikah adalah proyek kemanusiaan. Karena itu, tak dipungut sesen uang pun dari kantung pemohon. Hanya, menurut Drs. Suratin Ihsan, Kepala Bidang Urusan Agama Islam Kantor Wilayah Departemen Agama Ja-Tim, akhirnya Menteri Agamalah yang membuka kantungnya untuk proyek kemanusiaan membantu kalangan miskin ini. Perpasangan mendapat bantuan biaya isbat Rp 40.500. "Itu sangat murah. Jika normal, di pengadilan, biayanya mencapai Rp 150.000," kata Suratin.

Ide ini muncul pada pertengahan tahun 1997, melalui laporan dari Jember dan Madura; dan bermula dari pertanyaan masyarakat tentang pelayanan aparat Departemen Agama. Ada yang mengaku sudah menikah di hadapan pencatat tapi ternyata tidak ada akta nikahnya. Namun, laporan ini baru bisa ditindaklanjuti awal tahun 1998. "Ternyata, mereka tidak tercatat dalam register pernikahan. Akhirnya, saya punya ide, ini perlu ada isbat nikah," kata Suratin Ihsan.

Pihak Kantor Wilayah Departemen Agama Ja-Tim lalu segera melobi ketua pengadilan tinggi agama, Dalam rapat gabungan yang dihadiri ketua-ketua pengadilan agama, Inspektur Jenderal Departemen Agama, Direktur Urusan Agama, Sekretaris Inspektorat Jenderal Agama, pada 23 September 1998 sudah ditemukan data sekitar tujuh ribu pasangan yang belum punya buku kutipan akta nikah. "Hasilnya, keluarlah instruksi bersama untuk melaksanakan isbat nikah."

Karena tidak dipungut biaya, jumlah pemohonnyajuga harus dibatasi. Maka, hingga akhir Desember 1998 terdapat 13.222 pemohon. Dan setelah diteliti lebih lanjut, ada 1.446 yang tidak perlu diisbatkan karena sudah adabukti registerpernikahan di KUA. Untuk yang terakhir ini, KVA cukup mengeluarkan buku kutipan nikah.

Namun, tak sembarang orang bisa menggunakan isbat ini. Pegawai negcri misalnya, tak bisa dikabulkan begitu saja. Karena, mereka dianggap terikat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10/1983 yang diperbarui dengan PP Nomor 45/1990. Karena itu, untuk pegawai negeri dilakukan langkah biasa, yaitu di pengadilan agama. Bukan lagi memakai metode isbat karena keterkaitan dengan peraturan yang mengikatnya. Maka, pegawai negeri diharuskan menyelesaikan persyaratan-persyaratan itu, misalnya sural iin atasan. Untuk pemikahan dengan istri kedua atau ketiga juga diperlukan adanya izin istri tua. "Sesuai aturan," kata Suratin.

* Terganggu Listrik Madura

Hambatan isbat ini terjadl pada kurangnya tenaga hakim pelaksana. Di Kabupaten Malang, misalnya, terdapat 1.004 pasangan pemohon yang tersebar dalam 35 kecamatan hanya ditangani seorang hakim, yang honornya hanya Rp 5.000. "Padahal, ada yang jarak tempuhnya sampai 70 kilometer," kata Suratin. Akhirnya, ditambahlah hakim, bantuan dari daeran lain.

Begitu juga nasib pelaksanaan isbat di Madura. Putusnya kabel listrik bawah laut ke pulau penghasil garam itu menjadi hambatan tersendiri buat pelaksanaan isbat yang kadang berlangsung hingga malam hari. Di Kabupaten Sumenep saja ada 1.051 pasangan. Kabupaten Pamekasan ada 92 pasangan. Di Kabupaten Bangkalan ada 670 pasangam Karena listrik padam, panitera harus mengetik dengan mesin ketik biasa, minimal 14 halaman per sidang. Untuk kasus Madura ini, pihak Departemen Agama tengah mengusahakan generator untuk memperlancar jalannya sidang.

Memang, sebagian besar dari mereka yang mengajukan isbat ini adalah yang menikah di depan tokoh masyarakat. Tapi, ada juga yang menikah di depan mantan pegawai KUA. Untuk yang terakhir ini, jumlahnya kecil, 1-5 persen. kata Suratin, yang terbesar tetap mereka yang menikah di depan tokoh masyarakat, seperti kiai, dengan tujuan mencari berkah. Hal ini bisa dipahami karena, di desa-desa di Ja-Tim, tokoh masyarakat lebih dipercayai daripada kepala KUA. Juga terkait dengan rendahnya tingkat pendidikan.

Langkah isbat itu bisa disetujui Departemen Agama karena merupakan proyek kemanusiaan, untuk mempermudah masyarakat memperoleh pelayanan pencatatan pernikahan yang tepat secara prosedur. "Isbat nikah itu dilakukan supaya secara prosedur administrasinya menjadi benar, Karena sudah sah menurut agama namun belum sah secara administratif," kata Muchtar Zarkasyi, SH, Kepala Biro Hukum dan Humas Departemen Agama.

Tanggapan gembira terlontar dari tokoh masyarakat, seperti K.H. Imron Hamzah. Ketua Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Ja-Tim ini berpendapat, isbat nikah sangat positif, namun dengan catatan: harus tetap memenuhi syarat perkawinan dalam penetapannya. Misalnya, harus ada wali, ada dua orang saksi, dan ada mahar. "Kalau tidak memenuhi, ya, harus ditolak," ujar Kiai Imron.

Menurut Kiai Imron, pernikahan yang tidak dicatatkan ke KUA ada bahayanya, meskipun sah secara agama, "Karena itu harus segera dicatatkan, Itu demi keteraturan hukum," katanya menambahkan.

Musthapa Helmy/Laporan Multa Fidrus (Jakarta) dan Abdul Manan (Surabaya)

D&R, Edisi 990315-031/Hal. 38 Rubrik Agama

Comments

Popular posts from this blog

Melacak Akar Terorisme di Indonesia

Judul: The Roots of Terrorism in Indonesia: From Darul Islam to Jemaah Islamiyah Penulis: Solahudin Penerbit: University of New South Wales, Australia Cetakan: Juli 2013 Halaman: 236