Skip to main content

Dewa Penolong Menjelang Lebaran

Menjelang Lebaran, kantor-kantor Pegadaian diserbu nasabah. Ada yang menggadaikan barang, ada yang menebus perhiasan untuk dipakai pada saat Lebaran.

KANTOR Pegadaian Medan diserbu nasabah. Pemandangan ini memang sudah lama terjadi, terutama sejak krisis moneter. "Dan menjelang Lebaran tahun ini," ujar seorang petugas satuan pengamanan instansi di bawah Departemen Keuangan itu. Serbuan serupa juga terjadi di Kantor Pegadaian Semarang. Kantor itu justru menerima uang tebusan sampai Rp 1,2 miliar menjelang Lebaran. "Mereka terutama adalah nasabah wanita. Mungkin, mereka ingin mengenakan perhiasannya di saat Lebaran," ujar Eddy Suprijoso, Kepala Kantor Daerah III Perum Pegadaian Semarang.

Kecenderungan semacam itu juga terjadi di Jakarta. Persentase penebus justru lebih hanyak dibandingkan penggadai. Barang yang ditebus berupa perhiasan emas. Menurut Deddy Kusdedi, Direktur Operasional dan Pengembangan Perum Pegadaian, hal seperti itu juga terjadi pada bulan puasa tahun lalu. "Mereka menebus perhiasan emas, membawa ke kampung halaman, lalu mempergunakannya pada saat Lebaran untuk memamerkan hasil usaha di perantauan. Mereka akan menggadaikan kembali perhiasannya ke Pegadaian sesudah Lebaran," kata Deddy.

Pun di Surabaya, menurut Istiono, Kepala Cabang Pegadaian Dinoyo, di saat menjelang Lebaran buku kredit yang meningkat, tapi jumlah tebusan gadai berupa perhiasan emas tadi. "Mungkin untuk mejeng. Pokoknya, bisa Lebaran," ujarnya.

Kendati banyak yang menebus, bukan berarti jumlah nasabah yang menggadaikan barang menurun. Banyak nasabah yang berdatangan menjelang Lebaran ini. Misalnya, Hardjo, penduduk Gamping, Yogyakarta, menggadaikan perhiasan emas seberat dua gram untuk membelikan anaknya sepotong baju buat Lebaran.

Kehadiran Pegadaian sejak 1901 benar-benar seperti kehadiran seorang sahabat. Pegadaian makin tak terpisahkan dari masyarakat setelah krisis ekonomi menerpa kita. Akibatnya, laba Pegadaian pada 1998--berdasarkan perhitungan sementara--tercatat Rp 28 miliar, sedangkan sebelumnya hanya mencapai Rp 19 miliar.

* Memuaskan

Rudi Syafei, seorang kontraktor kecil-kecilan, mempunyai pengalaman baik. Rudi sering membutuhkan uang mendadak untuk membiayai operasional perusahaannya. "Di bank, enggak bisa cepat begini. Saya butuh hari ini juga, lalu mengembalikan dua hari kemudian setelah uang tagihan dikirim perusahaan pengutang," katanya.

Kepuasan semacam itu membuat nasabah Pegadaian terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 1996, nasabah yang mendatangi 635 kantor cabang Pegadaian seluruh Indonesia mencapai 3,9 juta orang. Setahun berikutnya meningkat menjadi 4,6 juta orang. Dan sepanjang tahun krisis ekonomi 1998, jumlahnya membengkak sebesar 9,1 juta orang.

Memang, dampak krisis ekonomi yang memurukkan lndonesia ke negara miskin sangat luar biasa bagi Pegadaian. Selama 1998 omzet Pegadaian berkembang melampaui target Rp 2,5 triliun, yaitu Rp 3,1 triliun. Lonjakan omzet Pegadaian sebanyak Rp 600 miliar ini terjadi di daerah-daerah industri. Masyarakat pedesaan pun ikut memanfaatkan jasa Pegadaian sebagai alternatif pembiayaan di luar pebankan. Bahkan, tidak sedikit anggota masyarakat yang memandang Pegadaian sebagai dewa penolong.

Akibatnya, menurut Deddy Kusdedi, Pegadaian sampai kehabisan modal kerja akhir tahun lalu, sehingga Bank Indonesia (BI) harus menyuntikkan modal kerja sebesar Rp ] 50 miliar. Tapi, apa lacur? Dana dari BI itu langsung habis tersedot untuk keperluan Natal dan Tahun Baru kemarin.

Hampir semua cabang Pegadaian mengaku kewalahan karena ledakan permintaan nasabah. Selain itu, Pegadaian juga memiliki keterbatasan dalam memenuhi permintaan nasabah itu karena persoalan permodalan. "Kami terpaksa melakukan pembatasan pinjaman hanya sebesar Rp 1 juta sejak Desember lalu," kata Deddy.

Sebelumnya, Agustus 1998, pinjaman sudah dibatasi dari Rp 5 juta menjadi Rp 2,5 juta. Padahal, sewaktu ekonomi masih normal, nasabah boleh meminjam sampai Rp 20 juta. "Tapi, nasabah juga pintar. Mereka banyak yang mengurangi barang agunannya, seperti perhiasan dipreteli dulu, supaya bisa diagunkan sendiri-sendiri dan dapat uang lebih banyak," tutur Deddy.

FHR/Laporan Mohammad Subroto (Jakarta), J. Anto (Medan), Prasetya (Yogya), Koresponden Semarang dan Abdul Manan (Surabaya)

D&R, Edisi 990118-023/Hal. 59 Rubrik Bisnis & Ekonomi

Comments

Popular posts from this blog

Melacak Akar Terorisme di Indonesia

Judul: The Roots of Terrorism in Indonesia: From Darul Islam to Jemaah Islamiyah Penulis: Solahudin Penerbit: University of New South Wales, Australia Cetakan: Juli 2013 Halaman: 236