Pers di Kibar Panji-Panji Partai
Sejumlah media corong partai terbit. Bos kelompok Jawa Pos, Dahlan Iskan, menjadi investornya.
PANJI-panji partai politik telah dikibarkan. Genderang perang sudah mulai terdengar. Wajar saja karena toh pemilihan umum berlangsung tahun depan. Banyak cara yang dilakukan para calon kontestan untuk sounding alias siar. Mulai dari memasang spanduk di mana-mana, mengiklankan diri di media massa, hingga mengadakan tablig akbar. Kini muncul modus baru: menerbitkan media massa.
Partai Amanat Rakyat (PAN) meluncurkan tabloid Amanat. Partai Demokrasi Indonesia (PDI)-Perjuangan menghadirkan tabloid Demokrat. Adapun Partai Kebangkitan Bangsa sedang membidani Duta Masyarakat. Partai-pautai lain kemungkinan besar bakal menyusul. Dengan demikian, bukan hanya koran Suara Karya (Golkar) lagi yang menjadi organ atau media yang diterbitkan partai.
Media is the power. Moto itu disadari betul oleh mereka yang menggagas partai baru, sebagai terobosan terhadap sistem politik Orde Baru. Untuk memperkenalkan partai serta programnya ke khalayak, mereka harus punya corong yang siap dipakai setiap saat. Terutama untuk membangun basis dukungan seluas-luasnya ditengah perpacuan dengan waktu. Seperti diketahui, rencananya, pemilihan umum nanti berlangsung sekitar Mei 1999.
Dengan adanya media sendiri, sebuah partai politik bisa menghemat biaya kampanye. Hal ini, menurut Harsono Suwardi, guru besar yang mengajar komunikasi politik di Program Pascasarjana Universitas Indonesia, akan meringankan beban partai, politik yang tak punya duit memadai padahal harus menjangkau semua pelosok negeri.
Selain lebih irit, partai politik juga bisa menyosiahsasi nilai-nilainya secara langsung. "Lewat organisasi masyarakat bisa tahu sikap partai yang sebenarnya. Tanpa bias, seperti yang terjadi kalau diberitakan pers umum," kata Sekretaris Jenderal PAN, Faisal Basri.
Bahwa partai menerbitkan media sendiri, memang benar bukan hal ganjil, termasuk di Indonesia. Jauh sebelum Golkar menerbitkan Suara Karya, pada zaman Demolaasi Liberal misalnya sudah ada Harian Rakyat (Partai Komunis Indonesia), Pedoman (Partai Sosialis Indonesia), Suluh Indonesia (Partai Nasional Indonesia), Abadi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia), Bintang Timor (Partai Indonesia), atau Duta Masyarakat (Nahdlatul Ulama). Yang menarik sekarang, kemunculan media partai itu pada saat banjir bandang media massa nasional dan di tengah krisis parah ekonomi politik. Pertanyaannya: bagaimana prospek bisnis serta pembiayaan organ itu.
* Jawa Pos
Kalau melihat realitas bahwa yang menerbitkan organ itu adalah partai-partai besar, di atas kertas, pengelolanya tidak akan terlalu susah nanti. Sebab, sentimen partai bisa digunakan. Itulah keyakinan Nuah Torong, Pemimpin Redaksi Demokrat, tabloid bermoto "Yang penting serudukannya, Bung." "Demokrat adalah koran asli PDI-Megawati. Maka, simpatisan Mbak Mega lebih bagus membeli koran sendiri saja, bukan punya orang lain," katanya.
Amanat yang pemimpin redaksinya Amien Rais pun wajar optimistis. Juga Duta Masyarakat yang pemimpin umumnya Gus Dur dan pemimpin redaksinya Gus Mus (K.H. Mustofa Bisri). Amanat berbasis di Muhammadiyah, sedangkan Duta Masyarakat di Nahdlatul Ulama. Masing-masing organisasi Islam terbesar di Indonesia itu punya anggota puluhan juta jiwa. Sepuluh persen saja anggota ini yang melanggani terbitan tadi atau separonya .... Ya, kalau bisa.
Yang menarik dari organ yang sudah dan akan terbit ternyata didanai investor yang sama: Dahlan Iskan bos kelompok Jawa Pos, Surabaya. Bagaimana bisa?
Dahlan menyebut, keterlibatan Jawa Pos di Amanat, Duta Masyarakat, Demokrat dan beberapa organ yang akan terbit sekadar mengantarkan, sampai investor didapat kelak. Dahlan lebih suka disebut penyedia fasilitas dibanding investor. Karena, yang dia sediakan lebih merupakan peranti, seperti komputer dan percetakan. "Kami kan punya peralatan yang cukup banyak," ucap dia.
Djoko Susilo (Pemimpin Umum Amunat), Syaifulloh Yusuf (Pemimpin Perusahaan Duta Masyarakat), dan Noah Torong enggan menyebut besar saham Jawa Pos. Pun untuk mengonfirmasi bahwa Jawa Pos sebagai pemegang saham mayoritas. Mereka hanya mengatakan, kelompok Dahlan Iskan tak mencampuri kebijakan redaksional mereka.
Dahlan Iskan memang harus diacungi jempol. Karena, selain meraih sejumlah tiket ke masa depan, ia juga bisa menempatkan orang-orangnya di posisi strategis, misalnya Joko Susilo di Amanat, Arief Afandi di Duta Masyarakat, dan Nuah Torong di Demokrat.
Has/Laporan: Eko Yulistyo AF, Imam Wahjoe (Jakarta), dan Abdul Manan (Surabaya)
D&R Edisi 981031-011/Hal. 28 Rubrik Peristiwa & Analisa
PANJI-panji partai politik telah dikibarkan. Genderang perang sudah mulai terdengar. Wajar saja karena toh pemilihan umum berlangsung tahun depan. Banyak cara yang dilakukan para calon kontestan untuk sounding alias siar. Mulai dari memasang spanduk di mana-mana, mengiklankan diri di media massa, hingga mengadakan tablig akbar. Kini muncul modus baru: menerbitkan media massa.
Partai Amanat Rakyat (PAN) meluncurkan tabloid Amanat. Partai Demokrasi Indonesia (PDI)-Perjuangan menghadirkan tabloid Demokrat. Adapun Partai Kebangkitan Bangsa sedang membidani Duta Masyarakat. Partai-pautai lain kemungkinan besar bakal menyusul. Dengan demikian, bukan hanya koran Suara Karya (Golkar) lagi yang menjadi organ atau media yang diterbitkan partai.
Media is the power. Moto itu disadari betul oleh mereka yang menggagas partai baru, sebagai terobosan terhadap sistem politik Orde Baru. Untuk memperkenalkan partai serta programnya ke khalayak, mereka harus punya corong yang siap dipakai setiap saat. Terutama untuk membangun basis dukungan seluas-luasnya ditengah perpacuan dengan waktu. Seperti diketahui, rencananya, pemilihan umum nanti berlangsung sekitar Mei 1999.
Dengan adanya media sendiri, sebuah partai politik bisa menghemat biaya kampanye. Hal ini, menurut Harsono Suwardi, guru besar yang mengajar komunikasi politik di Program Pascasarjana Universitas Indonesia, akan meringankan beban partai, politik yang tak punya duit memadai padahal harus menjangkau semua pelosok negeri.
Selain lebih irit, partai politik juga bisa menyosiahsasi nilai-nilainya secara langsung. "Lewat organisasi masyarakat bisa tahu sikap partai yang sebenarnya. Tanpa bias, seperti yang terjadi kalau diberitakan pers umum," kata Sekretaris Jenderal PAN, Faisal Basri.
Bahwa partai menerbitkan media sendiri, memang benar bukan hal ganjil, termasuk di Indonesia. Jauh sebelum Golkar menerbitkan Suara Karya, pada zaman Demolaasi Liberal misalnya sudah ada Harian Rakyat (Partai Komunis Indonesia), Pedoman (Partai Sosialis Indonesia), Suluh Indonesia (Partai Nasional Indonesia), Abadi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia), Bintang Timor (Partai Indonesia), atau Duta Masyarakat (Nahdlatul Ulama). Yang menarik sekarang, kemunculan media partai itu pada saat banjir bandang media massa nasional dan di tengah krisis parah ekonomi politik. Pertanyaannya: bagaimana prospek bisnis serta pembiayaan organ itu.
* Jawa Pos
Kalau melihat realitas bahwa yang menerbitkan organ itu adalah partai-partai besar, di atas kertas, pengelolanya tidak akan terlalu susah nanti. Sebab, sentimen partai bisa digunakan. Itulah keyakinan Nuah Torong, Pemimpin Redaksi Demokrat, tabloid bermoto "Yang penting serudukannya, Bung." "Demokrat adalah koran asli PDI-Megawati. Maka, simpatisan Mbak Mega lebih bagus membeli koran sendiri saja, bukan punya orang lain," katanya.
Amanat yang pemimpin redaksinya Amien Rais pun wajar optimistis. Juga Duta Masyarakat yang pemimpin umumnya Gus Dur dan pemimpin redaksinya Gus Mus (K.H. Mustofa Bisri). Amanat berbasis di Muhammadiyah, sedangkan Duta Masyarakat di Nahdlatul Ulama. Masing-masing organisasi Islam terbesar di Indonesia itu punya anggota puluhan juta jiwa. Sepuluh persen saja anggota ini yang melanggani terbitan tadi atau separonya .... Ya, kalau bisa.
Yang menarik dari organ yang sudah dan akan terbit ternyata didanai investor yang sama: Dahlan Iskan bos kelompok Jawa Pos, Surabaya. Bagaimana bisa?
Dahlan menyebut, keterlibatan Jawa Pos di Amanat, Duta Masyarakat, Demokrat dan beberapa organ yang akan terbit sekadar mengantarkan, sampai investor didapat kelak. Dahlan lebih suka disebut penyedia fasilitas dibanding investor. Karena, yang dia sediakan lebih merupakan peranti, seperti komputer dan percetakan. "Kami kan punya peralatan yang cukup banyak," ucap dia.
Djoko Susilo (Pemimpin Umum Amunat), Syaifulloh Yusuf (Pemimpin Perusahaan Duta Masyarakat), dan Noah Torong enggan menyebut besar saham Jawa Pos. Pun untuk mengonfirmasi bahwa Jawa Pos sebagai pemegang saham mayoritas. Mereka hanya mengatakan, kelompok Dahlan Iskan tak mencampuri kebijakan redaksional mereka.
Dahlan Iskan memang harus diacungi jempol. Karena, selain meraih sejumlah tiket ke masa depan, ia juga bisa menempatkan orang-orangnya di posisi strategis, misalnya Joko Susilo di Amanat, Arief Afandi di Duta Masyarakat, dan Nuah Torong di Demokrat.
Has/Laporan: Eko Yulistyo AF, Imam Wahjoe (Jakarta), dan Abdul Manan (Surabaya)
D&R Edisi 981031-011/Hal. 28 Rubrik Peristiwa & Analisa
Comments