Skip to main content

Demo di Berbagai Kota: Minta Presiden Turun

< style="color: rgb(204, 204, 255);">Setelah amuk massa di berbagai kota,fokus gerakan mahasiswa kini lebih terarah: menduduki gedungDPR, menuntut mundurnya Presiden lewat sidang istimewa MPR.
<>

MOMENTUM gerakan mahasiswa memasuki tahap baru, sesudah amuk massa-yang diwarnai dengan perusakan,pembakaran,dan penjarahan-terjadi di sejumlah kota,bahkan di Jakarta. Sekarang,jika mahasiswa sekadar turun ke jalan, ini menjadi tidak efektif jika tidak disertai penetapan tujuan, sasaran, dan strategi gerakan yang jelas.

Berbagai bentuk tuntutan mahasiswa dalam kaitan reformasi ekonomi, politik, dan hukum kini tampaknya sudah mengkristal menjadi rumusan yang sederhana dan jelas: Presiden Soeharto harus mundur, dan caranya adalah melalui sidang istimewa MPR. Cara ini adalah konstitusional dan pernah ada presedennya, ketika peralihan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto.

Yang juga penting,proses tersebut harus dilakukan secepat mungkin karena berpacu dengan waktu. Kenaikan harga kebutuhan polik, bahan bakar minyak, tarif listrik,dikombinasikan dengan banyaknya terjadi pemutusan hubungan kerja ditambah lagi pengangguran yang sudah ada, menciptakan situasi seperti mesiu yang siap meledak. Karena itu,untuk mencegah mesiu meledak-dan jatuh korban besar-perubahan perlu cepat.

Inilah laporan aksi mahasiswa dan massa dari berbagai kota menurut koresponden D&R.

# SOLO

Prahara menghempas Kota Solo ketika kerusuhan meledak di segenap penjuru dari sore hingga malam, mulai pukul 15.00 hari Kamis, 14 Mei, hingga pukul 20.00 hari Jumat. Kota yang terkenal kalem itu berubah jadi lautan api. Banyak toko dibakar dan dihancurkan massa. Entah bagaimana sebabnya,aksi mahasiswa yang berpusat di kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), di Pabelan, hari Kamis berubah menjadi gelombang kerusuhan.

Terjadi bentrokan antara mahasiswa dan aparat. Banyak mahasiswa bertumbangan dihujani peluru karet. Dua angggota tim perunding mahasiswa juga dipukuli aparat,bahkan seorang mahasiswa dipukul dengan popor senapan,diinjak-injak kepalanya hingga tak berdaya. Mahasiswa pun marah dan bergerak. Masyarakat lain ikut bergabung dan terjadilah kerusuhan.

Toko besar atau kecil,asalkan dimiliki warga keturunan Cina,hancur dilempari dengan batu dan dibakar, isinya pun luluh lantak. Termasuk beberapa hotel dan kantor bank seperti Wisma Lippo, Bank Central Asia. Bank Internasional Indonesia, Bank Harapan Sentosa di sepanjang jalan protokol,Jalan Slamet Riyadi. Begitu pula ruang pamer mobil dan motor. Di dekat Gapuro Kleco, 24 motor merek Yamaha model terbaru dikeluarkan dan dibakar ramai-ramai. Hal serupa terjadi di beberapa dealer di Pasar Nonongan. Puluhan motor ditumpuk,dipuncaknya dipampangkan foto Presiden Soeharto,lalu dibakar. Massa berjingkrakan. Setidaknya enam bus dibakar.

Jalur telepon putus ketika pembakaran dan penjarahan merebak sampai ke luar kota; Delanggu, Sukoharjo. Boyolali,dan Palur (Karanganyar). Jalur transportasi dari dan ke Yogyakarta atau Semarang praktis lumpuh. Bus-bus banyak berderet di batas barat kota, di Kartosuro, tak berani lewat. Begitu mencekamnya keadaan sehingga oleh Pangdam IV Diponegoro untuk wilayah Solo dan sekitarnya diberlakukan "jam malam" mulai pukul 22.00 hingga 06.00.

# SURABAYA

Di Surabaya, aksi penjarahan terjadi di berbagai tempat,terutama di bagian utara kota, hari Jumat dini hari. Menurut berbagai sumber,peristiwa ini bermula dari peserta konvoi yang melintasi Jalan Sultan Iskandar Muda, di depan Plosek Semampir,pukul 20.00 hari Kamis, 14 Mei,pekan lalu. Massa berjumlah 40-an itu membunyikan klakson sepeda motornya dengan keras. Pada saat yang sama, massa menjarahi toko yang berada tepat di depan polsek.

Polisi menangkap empat penjarah. Namun, akibatnya,massa justru makin beringas dan balik melempari kantor polsek hingga sebagian kacanya pecah. Pernjarahan pun merembet ke tempat lain, yakni bengkel mobil yang juga menjadi dealer mobil Timor. Sejumlah 13 mobil dirusak,dua di antaranya dibakar.

Perusakan dan penjarahan kemudian antara lain terjadi di Jalan Wonokusumo, Pegirian, Kertopaten, Songoyudan, K.H.Mansyur, Tenggumung. dan Karangtembok. Dikabarkan, 183 orang ditangkap petugas gabungan Polri-ABRI dan mendekam di Polresta Surabaya Timur.

Esok harinya, seusai salat Jumat,mahasiswa dari berbagai kampus dengan berjalan kaki berpawai ke Jalan Pemuda. mereka menduduki kantor RRI Regional I Surabaya dan meminta radio pemerintah itu menyuarakan tuntutan mahasiswa. Selama 45 menit, mahasiswa menguasai RRI dan menyampaikan tuntutannya,yaitu sidang istimewa MPR dan turunnya Presiden Soeharto. Mahasiswa lalu kembali ke kampus dengan jalan kaki.

# SEMARANG

Pendudukan kantor RRI juga terjadi di Semarang, Kamis, 14 Mei. Ratusan ribu massa, terdiri dari mahasiswa dan masyarakat umum, turun ke jalan menuntut reformasi segera, mundurnya Presiden Soeharto, dan proses pengadilan secara hukum terhadap Soeharto. Aparat keamanan yang biasanya memukuli mahasiswa, hari itu, betul-betul tidak berkutik karena jumlah massa yang berlipat-lipat dari hari sebelumnya.

Gedung-gedung pemerintah pun cepat dikuasai massa. Aparat yang menjaga kantor Gubernur Jawa Tengah (Ja-Teng) dan DPRD Ja-Teng membiarkan massa "menduduki" kantor tersebut. Bahkan, di depan kantor gubernur, dengan gagah berani massa mencopot dan merobohkan baliho besar bergambar presiden dan wakil presiden. Baliho langsung diinjak-injak dan dibakar massa, sambil berseru "Rakyat bersatu, tak bisa dikalahkan!"

Praktis seharian itu kantor gubernur menjadi "kantor rakyat" Massa menuntut turunnya Gubernur Soewardi. Beberapa pegawai negeri sipil menyaksikan aksi pendudukan itu, bahkan sesekali ikut meneriakkan yel-yel menuntut reformasi.

Dalam pertemuan dengan mahasiswa di gedung DPRD, Ketua DPRD Ja-Teng Alip Pandoyo juga ikut melakukan orasi. Ia menyatakan mendukung gerakan reformasi yang dipelopori mahasiswa. "Saya atas nama DPRD I Ja-Teng mendukung diselenggarakannya sidang istimewa MPR," kata Alip.

Sebagian massa yang memisahkan diri bergerak ke Stasiun RRI Semarang, yang terletak sekitar l kilometer dari kantor gubernur. Ribuan massa menguasai Stasiun RRI tanpa hambatan, dan langsung memasang spanduk di kantor itu. Sebagian lagi menerobos ke ruang siaran untuk menyiarkan tuntutan reformasi. Kepala Stasin RRI, Bagus Giarto, mengabulkan permintaan mahasiswa itu.

Dalam siaran langsung itu, Ketua Senat Mahasiswa Universitas Diponegoro, M. Tafrikhan, didampingi para aktivis lain membacakan pernyataan sikap mahasiswa se Ja-Teng. "Setelah melihat situasi dan kondisi akhir-akhir ini, kami menuntut MPR untuk menggelar sidang istimewa. Kami tegaskan pula agar Presiden Soeharto mengundurkan diri!" tandasnya. Begitu tuntutan dibacakan, ribuan massa yang menguasai RRI bertepuk tangan.

Hari Rabu, mahasiswa juga menduduki rumah dinas gubernur yang dinamai Wisma Perdamaian. Pembangunan rumah ini dulu ditentang banyak kalangan,karena biayanya yang sangat mahal,sampai Rp 6 miliar. Tak lama sesudah pendudukan itu, Gubernur Soewardi datang menemui massa, namun massa meneriakkan kecaman terhadap Soewardi. "Turun! turun! Ganti! Ganti!" seru mahasiswa kepada mantan Pangdam Udayana, yang terkenal dengan program "kuningisasi" yang tidak populer pada Pemilu 1997 ini .

# MEDAN

Ribuan mahasiswa Universitas Sumatra Utara(USU) turun ke jalan menuju kantor DPRD Sumatra utara(Sum-Ut) dengan berjalan kaki dan sebagian bersepeda motor. Mereka diterima langsung oleh Ketua DPRD Sum-Ut, Brigjen H.M. Iskak dan berdialog di halaman gedung DPRD. Iskak menegaskan, seluruh anggota DPRD Sum-Ut ia mundur jika reformasi tak dilaksanakan secara total.

Sayang, dialog dinodai oleh Serda Amir Bukit, anggota Intel Daerah Militer I/Bukit Barisan, yang ketahuan beroperasi di tengah mahasiswa. Sang intel memotret para mahasiswa. Ketika rol filmnya diminta oleh mahasiswa, Amir Bukit kabur sehingga dikejar mahasiswa sampai gerbang gedung DPRD.

Pada saat kericuhan itulah, aparat yang kebetulan berada di lapangan Benteng, persis di depan gedung, merangsek maju sambil melepaskan tembakan ke udara. Mendengar rentetan tembakan, suasana jadi kacau dan mahasiswa menyelamatkan diri. Ada yang berdesakan ke dalam gedung. sampai kaca pintunya pecah.

Akibatnya, dua mahasiswa pingsan dan tiga mahasiswa lainnya kena tembak di bagian perut, rusuk, dan lengan. Dalam insiden itu, seorang petugas, Serda Panjaitan, diduga tertembak rekannya sendiri. Ia terjatuh di depan gerbang dengan kepala berlumuran darah. Menurut versi Kapomdam l/Bukit Barisan, petugas itu kena lemparan batu mahasiswa.

Malam harinya Pangdam l/Bukit Barisan Mayjen Ismed Yuzairi bersama Rektor USU Prof. Chairudin lubis menjenguk mahasiswa dan petugas yang menjadi korban, yang dirawat di Rumah Sakit Elizabeth. Pangdam mohon maaf kepada keluarga korban dan mahasiswa, serta penyesalan atas terjadinya insiden itu.

Laporan terakhir mengabarkan Serda Panjaitan akhirnya meninggal. Kata Pangdam Mayjen Ismed, itu sudah risiko seorang petugas.

# UJUNGPANDANG

Aksi mahasiswa di Ujungpandang termasuk yang paling sopan, karena tak ada pembakaran atau penjarahan. Rupanya pendekatan yang lunak dan penuh pengertian dari jajaran pimpinan ABRI setempat, membuat bentrokan jarang terjadi. Namun, banyaknya mahasiswa dan dosen dari seluruh perguruan tinggi
di Ujungpandang yang turun kejalan dan berbaur dengan massa lain tetap saja melumpuhkan kota.

Hampir seluruh pete-pete kampus (angkutan kota) yang jumlahnya sekitar 300 unit dan sekitar l.000 mahasiswa berkendaraan sepeda motor ikut aksi pawai. Mereka didukung 50 truk untuk mengangkut 20.000 mahasiswa. Truk itu milik PT Timur Permai, yang kantornya terlelak di depan kampus Universitas Hasanuddin (Unhas).

Hari Kamis, 14 Mei, setelah berpawai keliling kota, massa mahasiswa menduduki kantor Gubernur Sulawesi Selatan di Jalan Urip Sumohardjo. Sebuah spanduk hitam raksasa berukuran 5 x 20 meter, dipasang mahasiswa di atas trailer gandeng roda 18 yang berjalan pelan di depan kantor gubernur. Ribuan mahasiswa lalu duduk di pelataran kantor dan menggelar mimbar bebas. Hari Jumat, para dosen Unhas mengeluarkan memorandum yang mendukung "keinginan" Presiden Soeharto untuk mundur.

# MANADO

Di Manado, unjuk keprihatinan dan aksi berkabung di berbagai kampus terus mengalir. Ribuan mahaiswa Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) hari Kamis menggelar unjuk rasa. Mereka mendesak agar "Tragedi 12 Mei," yang menewaskan sejumlah mahasiswa Universitas Trisakti, diusut tuntas. Ribuan mahasiswa lalu bergerak ke gedung DPRD Sulawesi Utara dengan penjagaan ketat aprat keamanan.

Dalam pertemuan dengan pimpinan DPRD, mahasiswa mengajukan empat tuntutan pokok reformasi di segala bidang, turunkan harga bahan bakar minyak dan harga obat, usut tutas Insiden 20 April di Unsrat dan Tragedi 12 Mei di kampus Trisakti. Mahasiswa juga mengecam, pernyataan Rektor Unsrat Prof.J.Paruntu, yang mengancam akan memecat mahasiswa peserta aksi, dan menuntut Rektor mundur.Paruntu memang sudah sempat megeluarkan peringatan keras terhadap empat aktivis mahasiswa.

Aktivitas di pusat pertokoan, Manado "Pasar 45" sempat terhenti, setelah tersebar isu unjuk rasa mahasiswa di kampus Unsrat akan berkembang menjadi kerusuhan dan penjarahan. Secara spontan, pemilik toko di pusat perekonomian Manado ini menutup usahanya. Bahkan, para pedagang kaki lima juga melakukan hal serupa.

# PONTIANAK

Sedikitnya delapan mahasiswa di Pontianak cedera akibat tembakan peluru karet dan lemparan batu oleh Pasukan Pengendali Massa (Dalmas)Polda Kalimantan Barat. Demo turun ke jalan dan bentrokan hari Rabu, 13 Mei itu, dipicu oleh tindakan Kapolresta Pontianak, Letkol Oktavianus Far Far, yang menendang keranda mayat yang diusung oleh mahasiswa Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak sehari sebelumnya.

Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Pontianak sebenarnya ingin bergerak ke gedung DPRD, namun dihalangi pagar betis pasukan Dalmas. Entah dari mana asalnya, sejumlah batu, kayu, dan benda lain dilempar ke arah aparat. Aparat pun tak bisa menahan diri dan balik melempari kerumunan mahasiswa. Pasukan juga melontarkan tiga granat gas air mata, menembakkan peluru hampa dan peluru karet.

Hari Kamis, barulah aksi mahasiswa dari berbagai kampus berhasil berkumpul di Untan dan lalu bergerak ke DPRD. Setelah kembali dari DPRD, mereka membakar gambar Presiden Soeharto di kampus Untan. Mahasiswa juga mencoba "merazia" polisi lalu-lintas yang lalu lalang di depan pintu gerbang kampus, Jalan Imal Bonjol.

Kondisi kini berbalik, bukan lagi aparat yang memburu mahasiswa. Tetapi puluhan mahasiswa melihat sejumlah polisi, dan lalu megejarnya. Para polisi lari ke Hotel Merpati. Akibatnya, pintu dan kaca jendela hotel itu hancur berantakan, jadi sasaran lem-paran batu yang dilakukan mahasiswa dan anak-anak kampung sekitarnya.

# YOGYAKARTA

Di Yogyakara, Sri Sultan Hamengkubuwono X akhirnya turun tangan langsung, untuk memenangkan massa Yogya yang sudah digoyang oleh sejumlah kerusuhan sebelumnya. Aparat dan tokoh parpol setempat sudah angkat tangan. Sri Sultan hari Jumat siang, l5 Mei, berpidato di depan ribuan massa di depan kantor Jamsostek, Jalan Urip Sumoharjo. Sri Sultan meminta massa menjaga kota, agar tidak terjadi kerusakan.

Usai pidato, Sultan memimpin massa berpawai ke Boulevard Universitas Gadjah Mada (UGM), melewati Jalan Gejayan dan Jalan Colombo, yang beberapa hari sebelumnya menjadi ajang kerusuhan. Warga keluar, berdiri di tepi jalan, dan melambai pada Sultan. Sampai di Boulevard, hari sudah senja. Massa pun bubar dengan tertib atas imbauan Sultan. Rupanya, kini Sultan adalah satu-satunya tokoh yang masih dihormati dan dipatuhi masyarakat Yogyakarta.

Sementara itu, Haris Rusly Moti, Ketua Komite Perjuagan Rakyat untuk Perubahan (KPRP)-yang dikenal paling radikal dalam aksi-aksinya di UGM-mengomentari pernyataan Soeharto tentang kesediaannya untuk mundur asalkan secara konstitusional. Menurut Moti, kalau Soeharto turun tetapi diganti oleh pemimpin lain yang tidak demokratis, mahasiswa akan terus melancarkan aksiya.

Ketua Senat Mahasiswa UGM, Ridaya La ode Ngkowe, mengatakan bahwa pernyataan Soeharto yang ditarik-ulur itu menunjukkan ketidakkonsistenannya. Ridaya tidak percaya Soeharto akan melepaskan status quo-nya dan mampu mengatasi krisis.

Namun, baik Moti maupun Ridaya tampaknya belum bisa menyebut figur alternatif pasca-Soeharto. Ridaya mengakui, yang dibutuhkan rakyat adalah figur yang demokratis, jujur, dapat dipercaya, bersih, dan memiliki visi ke depan, seperti Amien Rais dan Emil Salim.

"Tetapi, hingga kini kami belum berani menentukan sikap, siapa calon pengganti yang baik pasca-Soeharto," ujarnya. Menurut Moti, presiden mendatang harus orang sipil. "Kalau dari militer, demokrasi tidak akan jalan," tegas Moti.

Laporan Dwi Arjanto (Solo), Tomi Lebang (Ujungpandang), Ahmad Solikhan (Yogyakarta), Verrianto Madjowa(Manado), Zed Abidien, Abdul Manan (Surabaya), Jaya Putera (Pontianak), L.N. Idayanie (Yogyakarta), Prasetya (Semarang), Bambang Soedjiartono (Medan)

D&R, Edisi 980523-040/Hal. 55 Rubrik Liputan Utama

Comments

Popular posts from this blog

Melacak Akar Terorisme di Indonesia

Judul: The Roots of Terrorism in Indonesia: From Darul Islam to Jemaah Islamiyah Penulis: Solahudin Penerbit: University of New South Wales, Australia Cetakan: Juli 2013 Halaman: 236