Mengejar Waktu sebelum Puasa
Di tengah banyaknya misteri, sidang Insiden Situbondo dimulai. Ada 12 berkas perkara untuk 53 tersangka yang akan disidangkan dan diharapkan selesai sebelum bulan puasa.
DUA bulan setelah meletusnya Insiden 10 Oktober, kasus itu sampai juga di lantai pengadilan. Senin pekan ini, 16 Desember, dalam gedung Pengadilan Negeri (PN) Situbondo, Jawa Timur, dilangsungkan sidang pertama untuk kasus kerusuhan yang menyebabkan 56 gedung di Situbondo dan sekitarnya terbakar serta lima nyawa manusia melayang itu. Namun, yang disidangkan barulah terdakwa kelas "teri" karena menyangkut mereka yang terlibat dalam pembakaran gereja di Panarukan, yang letaknya sekitar 10 kilometer dari Situbondo.
"Kasus ini masuk dalam klasifikasi perkara ringan yang ancaman hukumannya kurang dari tiga bulan dan insya Allah besok selesai," ujar Widodo, Ketua Tim Hakim. Lima terdakwa yang disidangkan kali ini ada dalam satu berkas gugatan. Terdakwa lainnya yang berjumlah 48 orang--sebenarnya ada 54 tersangka dalam kerusuhan itu, namun seorang di antaranya meninggal di rumah sakit--diberkas dalam 11 bundel lainnya. Menurut rencana, 11 berkas gugatan lainnya yang tuduhannya lebih berat itu, seperti pembunuhan berencana, akan segera disidangkan juga.
Sidang pertama untuk kasus berbau suku, agama, ras, dan antargolongan itu dilakukan dalam keadaan serbadarurat. Hanya ruang belakang sidang utama dan dua ruang depan gedung pengadilan yang masih bisa dipakai setelah bangunan tersebut ikut dibakar pada Insiden 10 Oktober. Dengan ruang yang tak banyak itu, PN Situbondo pun harus menyidang para terdakwa kasus Banongan pada hari yang sama.
Tak terlalu banyak warga Situbondo hadir dalam sidang tersebut. Tampaknya, imbauan aparat keamanan dan para kiai, agar mereka tak perlu hadir di sana, masih didengar. Namun,bukan berarti penjagaan dikendurkan. Menurut Kapolres Situbondo Letkol Endro Agung, mereka menyiapkan 1.500 personel yang disebar di dalam kota. Tiga buah mobil panser jenis armor personel carier-10 pun dipakai untuk membawa para tersangka. Para pengunjung diperiksa dengan teliti sebelum memasuki ruang sidang.
Lima warga Desa Kilensari, Panarukan, yang diadili kali ini adalah Didik Santoso, Mochamad Junaidi, Rasyid alias Tapai, Anshori, dan Indra Suprapto alias Ujang. Mereka hadir dalam sidang tanpa didampingi pengacara yang mengundurkan diri karena mendapat banyak hambatan (lihat: Mundurnya Tim Lima). Terpaksalah, pengadilan menunjuk kuasa hukum untuk mereka.
Dalam dakwaan yang dibacakan oleh dua jaksa penuntut umum, kelima tersangka dituduh telah melakukan perusakan atas barang orang lain. Juga, melakukan pembakaran yang membahayakan keselamatan umum. Akibatnya, gereja dan beberapa toko tidak berfungsi, yang kerugiannya ditaksir mencapai Rp 66,45 juta. Mereka dianggap melanggar Pasal 187 juncto Pasal 155 ayat 1 KUHP atau Pasal 200 juncto Pasal 155 ayat 1 KUHP. Dakwaan primer diancam dengan Pasal 170 ayat 2 atau subsider dengan Pasal 170 ayat 1 KUHP, atau Pasal 410 juncto Pasal 412 KUHP, atau subsider Pasal 406 ayat 1 juncto pasal 412 KUHP.
Sidang yang juga dihadiri oleh Kapolda Jawa Timur, Kapolres Situbondo, Dandim Situbondo Letkol Iswandi, Ketua Majelis Ulama Indonesia-Situbondo K.H. Syaifullah Soleh, dan Kiai Fawaid dari Pondok Pesanten Salafiah Syafi'iyah itu diisi dengan keterangan dari empat orang saksi. Diperkirakan, kasus yang terbagi dalam 12 berkas perkara itu akan mendatangkan 200 orang saksi.
Salah seorang saksi, Kopral Ali Sunaryo dari Polsek Panarukan, mengaku kenal dengan tiga orang tersangka. Menurut Kopral Ali, ketika ia datang ke lokasi sekitar pukul 15.00, massa sudah melakukan pembakaran. Salah seorang tersangka, Didik, bersama empat orang lainnya sedang menggelindingkan satu drum minyak tanah yang diambil dari toko sebelah gereja. Minyak itu kemudian diisikan ke plastik hitam dan putih, lalu oleh Rasyid dibagikan ke orang-orang. Saat itu, Junaidi dilihatnya tengah menarik kusen gereja dengan kawat, sedangkan Ujang melemparkan tali ke atas joglo gereja dan ditangkap oleh Anshori. Setelah mendapat komando dari Ujang, joglo pun ditarik dan roboh. Keterangan yang hampir serupa diberikan oleh saksi lain, yaitu Sersan Satu Sugianto dan Soemitro, karyawan sipil di Polsek Panarukan.
"Dakwaan itu banyak yang tidak sesuai dengan apa yang saya kerjakan di gereja," ujar Ujang kepada D&R, menanggapi kesaksian untuknya. Jebolan Universitas Pembangunan Nasional, Yogyakarta, itu mengaku tidak tahu siapa yang mulai membakar gereja pertama kali. Ketika ia datang, orang-orang yang naik truk sudah melakukan perusakan gereja dan mereka segera pergi ketika Ujang dkk. meneruskan aksinya. "Saya tidak kenal dengan mereka itu," ujarnya.
Walau sudah sampai ke pengadilan, Insiden Situbondo memang masih meninggalkan banyak misteri. Satu di antaranya adalah para pelaku perusakan yang terkoordinasi dan anehnya tak dikenal oleh warga Situbondo. Kasus itu makin gelap setelah salah seorang yang dituduh sebagai otak tersangka, Achmad Sidiq, meninggal di rumah sakit pada 6 Desember lalu. Walau aparat keamanan sudah berulang-ulang menegaskan kematian itu karena ia sakit, kondisi fisiknya yang banyak luka membuat orang bertanya-tanya. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Abdurrahman Wahid pun sampai perlu melayangkan surat meminta penjelasan kepada Panglima ABRI.
Misteri itu makin menggumpal ketika, secara mendadak, Dandim Situbondo Letkol Imam Prawoto yang baru bertugas delapan bulan diganti pada Jumat pekan lalu, 13 Desember, dengan Letkol Iswandi. Alasan yang dikemukakan Pangdam V/Brawijaya pun sungguh janggal. "Akibat Peristiwa Situbondo, dandim menjadi stres berat; dan agar tugasnya tidak terganggu, akan dilakukan pergantian dandim," ujar Pangdam V/Brawijaya, Mayjen Imam Utomo. Namun, menurut seorang sumber, Imam Prawoto yang akan menjabat sebagai staf di Markas Besar TNI AD itu malah merasa heran dengan istilah stres yang dipakai. Karena, menurut si sumber, Imam dalam kondisi baik-baik saja.
Bagaimanapun, sidang sudah mulai dilaksanakan. Menurut Ketua PN Situbondo Emran Tanri, proses sidang itu akan diadakan secara maraton. "Diusahakan persoalan ini akan usai sebelum bulan puasa," ucapnya.
Laporan Abdul Manan (Situbondo)
D&R, Edisi 961221-019/Hal. 14 Rubrik Peristiwa & Analisa
DUA bulan setelah meletusnya Insiden 10 Oktober, kasus itu sampai juga di lantai pengadilan. Senin pekan ini, 16 Desember, dalam gedung Pengadilan Negeri (PN) Situbondo, Jawa Timur, dilangsungkan sidang pertama untuk kasus kerusuhan yang menyebabkan 56 gedung di Situbondo dan sekitarnya terbakar serta lima nyawa manusia melayang itu. Namun, yang disidangkan barulah terdakwa kelas "teri" karena menyangkut mereka yang terlibat dalam pembakaran gereja di Panarukan, yang letaknya sekitar 10 kilometer dari Situbondo.
"Kasus ini masuk dalam klasifikasi perkara ringan yang ancaman hukumannya kurang dari tiga bulan dan insya Allah besok selesai," ujar Widodo, Ketua Tim Hakim. Lima terdakwa yang disidangkan kali ini ada dalam satu berkas gugatan. Terdakwa lainnya yang berjumlah 48 orang--sebenarnya ada 54 tersangka dalam kerusuhan itu, namun seorang di antaranya meninggal di rumah sakit--diberkas dalam 11 bundel lainnya. Menurut rencana, 11 berkas gugatan lainnya yang tuduhannya lebih berat itu, seperti pembunuhan berencana, akan segera disidangkan juga.
Sidang pertama untuk kasus berbau suku, agama, ras, dan antargolongan itu dilakukan dalam keadaan serbadarurat. Hanya ruang belakang sidang utama dan dua ruang depan gedung pengadilan yang masih bisa dipakai setelah bangunan tersebut ikut dibakar pada Insiden 10 Oktober. Dengan ruang yang tak banyak itu, PN Situbondo pun harus menyidang para terdakwa kasus Banongan pada hari yang sama.
Tak terlalu banyak warga Situbondo hadir dalam sidang tersebut. Tampaknya, imbauan aparat keamanan dan para kiai, agar mereka tak perlu hadir di sana, masih didengar. Namun,bukan berarti penjagaan dikendurkan. Menurut Kapolres Situbondo Letkol Endro Agung, mereka menyiapkan 1.500 personel yang disebar di dalam kota. Tiga buah mobil panser jenis armor personel carier-10 pun dipakai untuk membawa para tersangka. Para pengunjung diperiksa dengan teliti sebelum memasuki ruang sidang.
Lima warga Desa Kilensari, Panarukan, yang diadili kali ini adalah Didik Santoso, Mochamad Junaidi, Rasyid alias Tapai, Anshori, dan Indra Suprapto alias Ujang. Mereka hadir dalam sidang tanpa didampingi pengacara yang mengundurkan diri karena mendapat banyak hambatan (lihat: Mundurnya Tim Lima). Terpaksalah, pengadilan menunjuk kuasa hukum untuk mereka.
Dalam dakwaan yang dibacakan oleh dua jaksa penuntut umum, kelima tersangka dituduh telah melakukan perusakan atas barang orang lain. Juga, melakukan pembakaran yang membahayakan keselamatan umum. Akibatnya, gereja dan beberapa toko tidak berfungsi, yang kerugiannya ditaksir mencapai Rp 66,45 juta. Mereka dianggap melanggar Pasal 187 juncto Pasal 155 ayat 1 KUHP atau Pasal 200 juncto Pasal 155 ayat 1 KUHP. Dakwaan primer diancam dengan Pasal 170 ayat 2 atau subsider dengan Pasal 170 ayat 1 KUHP, atau Pasal 410 juncto Pasal 412 KUHP, atau subsider Pasal 406 ayat 1 juncto pasal 412 KUHP.
Sidang yang juga dihadiri oleh Kapolda Jawa Timur, Kapolres Situbondo, Dandim Situbondo Letkol Iswandi, Ketua Majelis Ulama Indonesia-Situbondo K.H. Syaifullah Soleh, dan Kiai Fawaid dari Pondok Pesanten Salafiah Syafi'iyah itu diisi dengan keterangan dari empat orang saksi. Diperkirakan, kasus yang terbagi dalam 12 berkas perkara itu akan mendatangkan 200 orang saksi.
Salah seorang saksi, Kopral Ali Sunaryo dari Polsek Panarukan, mengaku kenal dengan tiga orang tersangka. Menurut Kopral Ali, ketika ia datang ke lokasi sekitar pukul 15.00, massa sudah melakukan pembakaran. Salah seorang tersangka, Didik, bersama empat orang lainnya sedang menggelindingkan satu drum minyak tanah yang diambil dari toko sebelah gereja. Minyak itu kemudian diisikan ke plastik hitam dan putih, lalu oleh Rasyid dibagikan ke orang-orang. Saat itu, Junaidi dilihatnya tengah menarik kusen gereja dengan kawat, sedangkan Ujang melemparkan tali ke atas joglo gereja dan ditangkap oleh Anshori. Setelah mendapat komando dari Ujang, joglo pun ditarik dan roboh. Keterangan yang hampir serupa diberikan oleh saksi lain, yaitu Sersan Satu Sugianto dan Soemitro, karyawan sipil di Polsek Panarukan.
"Dakwaan itu banyak yang tidak sesuai dengan apa yang saya kerjakan di gereja," ujar Ujang kepada D&R, menanggapi kesaksian untuknya. Jebolan Universitas Pembangunan Nasional, Yogyakarta, itu mengaku tidak tahu siapa yang mulai membakar gereja pertama kali. Ketika ia datang, orang-orang yang naik truk sudah melakukan perusakan gereja dan mereka segera pergi ketika Ujang dkk. meneruskan aksinya. "Saya tidak kenal dengan mereka itu," ujarnya.
Walau sudah sampai ke pengadilan, Insiden Situbondo memang masih meninggalkan banyak misteri. Satu di antaranya adalah para pelaku perusakan yang terkoordinasi dan anehnya tak dikenal oleh warga Situbondo. Kasus itu makin gelap setelah salah seorang yang dituduh sebagai otak tersangka, Achmad Sidiq, meninggal di rumah sakit pada 6 Desember lalu. Walau aparat keamanan sudah berulang-ulang menegaskan kematian itu karena ia sakit, kondisi fisiknya yang banyak luka membuat orang bertanya-tanya. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Abdurrahman Wahid pun sampai perlu melayangkan surat meminta penjelasan kepada Panglima ABRI.
Misteri itu makin menggumpal ketika, secara mendadak, Dandim Situbondo Letkol Imam Prawoto yang baru bertugas delapan bulan diganti pada Jumat pekan lalu, 13 Desember, dengan Letkol Iswandi. Alasan yang dikemukakan Pangdam V/Brawijaya pun sungguh janggal. "Akibat Peristiwa Situbondo, dandim menjadi stres berat; dan agar tugasnya tidak terganggu, akan dilakukan pergantian dandim," ujar Pangdam V/Brawijaya, Mayjen Imam Utomo. Namun, menurut seorang sumber, Imam Prawoto yang akan menjabat sebagai staf di Markas Besar TNI AD itu malah merasa heran dengan istilah stres yang dipakai. Karena, menurut si sumber, Imam dalam kondisi baik-baik saja.
Bagaimanapun, sidang sudah mulai dilaksanakan. Menurut Ketua PN Situbondo Emran Tanri, proses sidang itu akan diadakan secara maraton. "Diusahakan persoalan ini akan usai sebelum bulan puasa," ucapnya.
Laporan Abdul Manan (Situbondo)
D&R, Edisi 961221-019/Hal. 14 Rubrik Peristiwa & Analisa
Comments