Tuduhan Suap Menerpa Jaksa

Sejumlah jaksa di Jawa Timur dituduh menerima suap dari para terdakwa. Beberapa di antaranya sudah dikenakan sanksi. Bagaimana nasib yang lainnya?

GELOMBANG (ISU) suap kembali menerpa korps kejaksaan di Jawa Timur. Kali ini, yang terkena adalah M. Yusuf Calla, jaksa senior di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur. "Tidak hanya uang yang dia (Yusuf Calla) minta, tapi juga perhiasan dan televisi. Semuanya sudah kami berikan, tapi janjinya tidak ditepati," kata Gusti Lazadi, terdakwa yang mengaku menyuap sang jaksa itu.

Mencuatnya isu suap tersebut memang merupakan buntut persidangan perkara Gusti, 44 tahun. Pria asal Kalimantan Timur itu diseret ke Pengadilan Negeri Surabaya dalam kasus penipuan terhadap Ny. Paini. Pasalnya, Gusti dituduh menilap uang Rp 98,5 juta dari tabungan Ny. Paini, yang mestinya digunakan untuk mengurus sengketa warisan tanah keluarga Paini.

Dalam perkara itu, Yusuf Calla tampil sebagai jaksa penuntut umum. Dalam dakwaannya, Yusuf menyatakan Gusti telah melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penipuan Terencana. Karena itu, Gusti diancam hukuman 9 bulan penjara.

Ancaman hukuman itu ternyata membuat Gusti keder. Tanpa pikir panjang, ia pun menerima tawaran Yusuf untuk meringankan hukumannya menjadi hukuman percobaan, tentunya dengan imbalan. Singkat cerita, Gusti pun memberikan "uang pelicin" sebesar Rp 9,5 juta. Belakangan, menurut Gusti, jaksa asal Sulawesi Selatan itu minta pula dibelikan televisi. "Saat membawa TV ke rumah jaksa itu, malah saya angkat sendiri di bawah hujan deras," kata Gusti, yang berstatus tahanan luar.

Sungguhpun begitu, bukannya keringanan yang didapat. Saat pembacaan replik (jawaban atas pembelaan terdakwa) Yusuf malah menaikkan ancaman hukuman menjadi 15 bulan. Mendengar ancaman itu, Gusti tentu saja kesal. Awal September lalu, ia pun mengirim surat ke Yusuf Calla untuk meminta kembali uangnya. Sebagai balasan, Gusti dan Anselmus, penasihat hukum Gusti, mendapat surat ancaman dari kelompok yang menamakan diri Ikatan Keluarga Sulawesi Selatan Cabang Surabaya. Isinya, jika berani menyebarkan fitnah soal dana kolusi itu, keduanya akan dihajar secara fisik. Bukannya takut, Gusti malah membeberkan soal uang suap itu kepada pers. "Habisnya, saya kesal sekali. Bukannya uang dikembalikan, malah mengancam," ujar Gusti.

Yusuf tentu saja membantah tuduhan suap itu. "Tuduhan itu sama sekali tidak benar. Saya tidak pernah meminta uang, apalagi perhiasan dan TV," katanya. Namun, Yusuf mengaku pernah beberapa kali diberi "uang bensin" saat mengupayakan status tahanan luar bagi Gusti. "Besarnya hanya Rp 10 ribu atau Rp 20 ribu," ujar Yusuf.

Toh, perkara suap itu segera diperiksa Kejati Jawa Timur. Selasa, pekan lalu, Yusuf dipanggil oleh atasannya, Kepala Kejati Jawa Timur, M.A. Rahman. Esoknya, giliran Gusti dipanggil untuk dimintai keterangan. "Kasus ini sedang dalam proses," kata Kepala Humas Kejati Jawa Timur, Handriyatno, tanpa mau memerinci tindakan yang akan diambil Kajati M.A. Rahman.

Memang, bukan kali ini saja wajah korps kejaksaan di Jawa Timur tercoreng. Sebelumnya, Jaksa Ramli M. dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya juga dituduh menerima suap dari Ny. Irene, terdakwa kasus pembunuhan suami-istri Djauhari Sutanto. Sama seperti Gusti, Irene kecewa berat karena jaksa menuntutnya dengan hukuman 6 tahun penjara. Padahal, sebelumnya, Ramli berjanji hanya akan menuntut Irene dengan 3 tahun penjara, asal diberi uang Rp 14 juta. Kabarnya, selain untuk jaksa, dana itu akan digunakan sebagai uang pelicin untuk majelis hakim.

Tuduhan serupa juga menimpa Jaksa Mudjiharti dan Umar Sahidu. Kedua penegak hukum dari Kejari Surabaya itu dituduh terdakwa, Alexander alias Ektay, telah menggelapkan barang bukti, 13 buah televisi. Hal itu terungkap ketika barang bukti yang diajukan jaksa di pengadilan tak sesuai dengan berkas acara penyitaan yang dibuat polisi.

Sebagaimana Yusuf Calla, ketiga sejawatnya itu juga menyangkal tuduhan suap dari para terdakwa. "Untuk apa saya lacurkan profesi saya hanya untuk uang segitu," kata Ramli. Toh, ketiga jaksa itu kini juga sedang diperiksa Kejati Jawa Timur. "Kalau tuduhan itu benar, mereka akan saya tindak," kata Kajati M.A Rahman.

Sikap tegas dalam menindak aparat yang mencoreng korpsnya sudah ditunjukkan Rahman yang baru 2 bulan menduduki jabatannya itu. Jaksa Bidasari, misalnya, langsung dipecat karena terbukti memanipulasi putusan. Pemecatan itu dilakukan setelah Kejaksaan Agung menolak pembelaan Bidasari. Selain itu, 2 jaksa di Kejari Tanjungperak, Johni Ginting dan Simanjuntak, juga dimutasikan ke luar Pulau Jawa. Kedua jaksa senior yang sebelumnya menjabat kepala seksi itu kini hanya menjadi jaksa fungsional alias tak memegang jabatan apa pun.

Begitu pula seorang karyawan di Kejari Pasuruan, berinisial H.S., sedang diperiksa di Polres Malang, Jawa Timur. Pasalnya, ia dilaporkan menipu 3 orang pencari kerja: Sri Indayani, Bahri, dan Siswono. Oleh H.S., Sri dan kawan-kawan ditawari pekerjaan masing-masing di PT Telkom, Bea Cukai, dan Pertamina. Tapi, setelah ketiganya memberi uang Rp 26 juta, janji yang ditawarkan tak pernah terwujud. "Pokoknya, oknum yang begini-begini akan kami bersihkan," kata Rahman.

Mudah-mudahan, ucapan itu bukan sekadar janji, lo, Pak.

Laporan Abdul Manan (Surabaya)

D&R, Edisi 961005-008/Hal. 63 Rubrik Hukum

Comments

Popular posts from this blog

Metamorfosa Dua Badan Intelijen Inggris, MI5 dan MI6

Kronologis Penyerbuan Tomy Winata ke TEMPO