Close Menu
abdulmanan.netabdulmanan.net
  • Beranda
  • About
  • Reportase
  • Artikel
  • Spy Stories
  • Publikasi
Facebook X (Twitter) Instagram
23 May 2025
abdulmanan.netabdulmanan.net
Facebook X (Twitter) Instagram
  • Beranda
  • About
  • Reportase
  • Artikel
  • Spy Stories
  • Publikasi
abdulmanan.netabdulmanan.net
Home»Ketimbang Sembunyi-sembunyi

Ketimbang Sembunyi-sembunyi

Abdul Manan7 July 2006
Default Image
Share
Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email
Mahkamah Agung mengeluarkan pedoman perilaku hakim. Seharusnya hakim dilarang menerima bingkisan apa pun.

DIRILIS pada akhir Mei lalu, pedoman perilaku hakim itu langsung menuai pro-kontra. Aturan setebal 36 halaman yang dikeluarkan Mahkamah Agung tersebut dinilai memberi celah bagi hakim untuk menerima bingkisan. “Ini bisa menggerogoti independensi dan martabat hakim. Mestinya tidak ada toleransi,” kata Ketua Komite Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Firmansyah Arifin.

Dalam pedoman yang ditandatangani Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan itu, setidaknya ada dua hal yang memantik kontroversi: soal penerapan prinsip berperilaku jujur dan berintegritas tinggi. Penjelasan prinsip hakim harus berperilaku jujur dalam pedoman tersebut, ditegaskan bahwa hakim atau keluarganya tak boleh meminta atau menerima hadiah dari pihak yang sedang atau mungkin beperkara.

Tapi, aturan ini ternyata bukan harga mati. Hadiah itu boleh diterima asal dari saudara, teman, atau pihak lain, dalam perkawinan, ulang tahun, hari besar keagamaan, upacara adat, perpisahan, atau peringatan lainnya. Yang penting jumlahnya wajar dan bukan untuk mempengaruhi hakim. Ini yang dikritik Firmansyah. “Meski jumlahnya kecil atau nilainya tak berharga, tak ada yang bisa menjamin itu tidak mempengaruhi independensi hakim,” ujarnya.

Mahkamah Agung punya alasan kenapa hakim boleh menerima bingkisan. “Ini sesuai dengan realitas. Ketimbang mereka sembunyi-sembunyi, ya, kita buka,” kata juru bicara Mahkamah Agung, Djoko Sarwoko. Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan menegaskan hanya barang-barang kecil yang boleh diterima. Bagir memberi contoh karangan bunga. “Masa, orang bisa dipengaruhi hanya karena satu karangan bunga?” kata Bagir.

Peneliti Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP), Dian Rositawati, yang juga ikut membantu perumusan pedoman hakim, mengatakan soal pemberian hadiah itu sempat jadi perdebatan dalam tim. Ada yang minta dilarang, tapi ada hakim yang mengaku sulit menolak pemberian kecil-kecil yang diyakini tak mempengaruhi independensi. “Akhirnya, komprominya di situ,” kata Dian.

Selain bisa menerima “barang-barang kecil”, yang juga menjadi sorotan dalam pedoman itu adalah soal bantuan pemerintah daerah. Pedoman hakim menyebutkan, “Masih ditoleransi pemberian pemda atau sesama koleganya selama pemberian sewajarnya diduga tidak dimaksudkan untuk mempengaruhi hakim dalam pelaksanaan tugas-tugas peradilan.” Salah satu alasannya, lantaran minimnya dana dari pemerintah untuk pengadilan.

Firmansyah mengecam kelonggaran ini. Menurut dia, bantuan dari pemda berbahaya karena bisa mempengaruhi proses hukum kasus korupsi. “Apalagi saat ini banyak kasus korupsi di daerah,” ujarnya. Tapi, menurut Djoko, bantuan dari pemerintah daerah sekarang sebenarnya sudah tak ada. “Kalaupun ada, itu karena kebaikan pemerintah daerah,” ujarnya.

Kendati idenya sebenarnya sudah lama, pedoman yang memicu kontroversi ini baru dibahas secara serius ketika Rapat Kerja Nasional Mahkamah Agung di Surabaya pada 2002. Kala itu, salah satu komisi dalam rapat merumuskan 11 norma sebagai “pedoman perilaku aparat peradilan”. Pada awal 2005 draf pertama pedoman perilaku hakim itu selesai. Setelah draf mengalami beberapa perubahan, akhir Mei silam Ketua Mahkamah Agung mengesahkan pedoman itu.

Satu lagi perubahan yang mencolok menyangkut laporan pemberian hadiah. Dalam pedoman dikatakan, hakim punya kewajiban melapor ke Ketua Muda Mahkamah Agung Bidang Pengawasan Komisi Pemberantasan Korupsi, setelah menerima gratifikasi. Ini berbeda dengan draft awal yang menyertakan Komisi Yudisial sebagai lembaga yang juga harus dilapori. Sayangnya, Djoko enggan menerangkan kenapa ini berubah. “Jangan tanya soal itu. Ini hasil rapat kerja,” katanya.

Selain Mahkamah Agung, Komisi Konstitusi juga memiliki pedoman untuk para hakimnya. Seperti tak mau kalah, Komisi Yudisial juga berencana membuat pedoman untuk para hakim. “Versi Komisi Yudisial tidak memperbolehkan hakim menerima pemberian apa pun, baik hari besar keagamaan, upacara adat, ataupun acara perpisahan,” kata Wakil Ketua Komisi Yudisial, Thahir Saimima. Tapi, menurut Djoko, pedoman hakim itu seharusnya cukup satu. “Itu idealnya,” ujarnya.

Perlunya satu pedoman perilaku hakim sebenarnya pernah dibicarakan oleh Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial. Menurut Wakil Direktur LeIP, Asril, dalam sebuah pertemuan pada Agustus 2005, ketiga lembaga itu sepakat perlunya satu pedoman hakim. Tapi, belakangan pembicaraan satu pedoman itu tak berlanjut seiring konflik yang terjadi antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. “Saya menduga pengesahan pedoman ini juga tak lepas dari konflik itu,” kata Asril. ***

Abdul Manan, Evy Flamboyan, Fanny Febiana

Law
Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Email WhatsApp

Related Posts

ICW: Politisi Terganggu Sepak Terjang Satgas Anti Mafia

1 December 2010

Greenpeace: Kontribusi AS Kurang dari Kebutuhan Indonesia

9 November 2010

Tak Siap, tapi Harus Jalan Terus

30 April 2010

Denny Indrayana: Bukti Tuduhan ke Pimpinan KPK Sangat Lemah

16 July 2009

Greenpeace Discovers Illegal Logging in Nabire

18 October 2008

Menangkap Kakap tanpa Melepas Teri

15 September 2008
Add A Comment
Leave A Reply Cancel Reply

About
About

Memulai karir sebagai koresponden Majalah D&R di Surabaya pada 1996 sampai 1999. Setelah itu menjadi editor Harian Nusa, Denpasar (1999-2001), bergabung ke Tempo sejak 2001 sampai sekarang.

Facebook X (Twitter) Instagram
Artikel Populer

Bebas Memilih di Bilik Wartel

24 April 2007

Cek Palsu di Manhattan

25 September 2007

Naga Hijau: Antara Ada dan Tiada

25 January 1997
Arsip
Artikel Lainnya

Korea Selatan Luncurkan Satelit Mata-mata ke-4 untuk Awasi Korea Utara

26 April 2025

Mantan Manajer Petronas Didakwa dengan Spionase Bisnis

24 April 2025

Protes AP ke Gedung Putih dan Isu Amandemen Pertama

15 February 2025
Label
Al-Qaeda Alexander Litvinenko Amerika Serikat Arab Saudi Barack Obama Barisan Nasional Biro Penyelidik Federal (FBI) AS Central Intelligence Agency (CIA) CIA Cina Donald Trump Edward Snowden Federasi Rusia GCHQ Greenpeace Hamas Indonesia Inggris Iran Israel Jerman Joko Widodo Journalism KGB Korea Selatan Korea Utara Mahatir Mohamad Malaysia Mossad Najib Razak National Security Agency (NSA) Osama bin Laden Pakatan Harapan Pakistan Palestina Politics Rusia Secret Intelligence Service (MI6) Security Service Inggris (MI5) Serangan 11 September 2001 spionase Uni Eropa Uni Sovyet US Navy SEALs Vladimir Putin
© 2025 abdulmanan.net | blog personal abdul manan

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.