Close Menu
abdulmanan.netabdulmanan.net
  • Beranda
  • About
  • Reportase
  • Artikel
  • Spy Stories
  • Publikasi
Facebook X (Twitter) Instagram
24 May 2025
abdulmanan.netabdulmanan.net
Facebook X (Twitter) Instagram
  • Beranda
  • About
  • Reportase
  • Artikel
  • Spy Stories
  • Publikasi
abdulmanan.netabdulmanan.net
Home»Reportase»Terganjal di Sinyal Kuning

Terganjal di Sinyal Kuning

Abdul Manan4 May 2008
Default Image
Share
Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email
SUSAH benar perjalanan empat berkas penyelidikan kasus pelanggaran hak asasi manusia itu. Berbilang tahun ia mondar-mandir di sekitar Komisi Nasional Hak Asasi Manusia di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, dan gedung Kejaksaan Agung di Jakarta Selatan.

Awal April lalu, berkas itu tercecer. Dibawa dalam selusin kardus tanpa segel, berkas diserahkan kejaksaan ke satuan pengamanan Komisi. Lazimnya, berkas seperti ini diserahkan resmi ke anggota Komisi. ”Isinya nama-nama yang diduga menjadi pelaku serta saksi pelanggaran hak asasi dan harus dilindungi,” kata Yosep Adi Prasetyo, anggota Komisi.

Ada empat kasus dalam berkas itu: kasus Trisakti dan Semanggi I-II, penculikan 1997/1998, kerusuhan Mei 1998, dan penembakan Wamena-Wasior. Kedua institusi berbeda pendapat soal kelengkapan berkas. Komisi menganggap berkas sudah lengkap sehingga tak ada alasan kejaksaan mengembalikannya.

Menurut Jonny Simanjuntak, anggota Komisi, pekan lalu mereka mengirim tiga surat ke kejaksaan. Surat itu menegaskan semua berkas sudah lengkap. Surat dikirim karena sudah tiga kali berkas kasus Trisakti dan Semanggi dikirim balik ke Komisi. Adapun kasus Wamena-Wasior sekali bolak-balik.

Juru bicara Kejaksaan Agung, B.D. Nainggolan, menjelaskan berkas kasus Trisakti dikembalikan karena sejumlah pelakunya sudah diadili di pengadilan militer. Hukum tak memungkinkan pelaku diadili dua kali dalam perkara yang sama.

Untuk kasus orang hilang dan kerusuhan Mei, menurut Nainggolan, pengadilan ad hoc hak asasi manusia harus dibentuk lebih dulu. Adapun untuk kasus Wamena-Wasior, kejaksaan meminta Komisi memperbaiki berkas penyelidikan. ”Itu dua kasus berbeda sehingga harus jadi dua berkas,” katanya.

Marwan Effendy, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, menyatakan sulit menyidik kasus-kasus itu sebelum ada pengadilan ad hoc. Misalnya, soal penahanan para tersangka yang memerlukan izin pengadilan.

Dalam suratnya ke kejaksaan, Komisi mengatakan tugas mereka sebagai penyelidik sudah selesai. Mereka meminta kejaksaan melanjutkan ke tahap penyidikan. ”Kalau bukti kurang, tugas penyidik melengkapinya,” demikian tertulis dalam surat 29 April 2008 itu.

Pada kasus Mei dan penculikan, Komisi menganggap keharusan pembentukan pengadilan ad hoc tak disebutkan dalam Undang-Undang Hak Asasi Manusia. Komisi juga mengutip keputusan Mahkamah Konstitusi: rekomendasi Dewan Perwakilan Rakyat bisa diberikan dengan mempertimbangkan penyelidikan Komisi Hak Asasi dan penyidikan Kejaksaan Agung. Rekomendasi Dewan merupakan syarat pembentukan pengadilan ad hoc.

Jonny Simanjuntak mengatakan Kejaksaan Agung kini bertugas melaksanakan penyidikan. ”Kalau menilai tak ada pelanggaran hak asasi berat, silahkan keluarkan surat perintah penghentian penyidikan,” katanya.

Yosep Adi Prasetyo menilai kasus ini seperti bola panas yang ditolak Kejaksaan Agung. Asmara Nababan, mantan anggota Komisi, menganggap ruwetnya penanganan kasus ini akibat tak adanya kemauan politik pemerintah. Jaksa Marwan Effendy menepis tudingan itu.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan pernah membawa penanganan kasus-kasus itu ke Istana, pada saat aktivisnya bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, 25 Maret lalu. Menurut Haris Azhar, wakil koordinator komisi tersebut, Presiden terkesan memiliki kemauan politik. ”Tapi yang penting tindak lanjutnya,” ia menambahkan.

Namun, menurut Asmara, sinyal dukungan Istana terhadap kasus ini belum terlihat. ”Kalaupun ada, mungkin kuning,” katanya. ”Sinyal kuning bisa berubah menjadi hijau atau merah.” Juru bicara presiden, Andi Mallarangen menampik tidak adanya dukungan politik. ”Komitmen presiden untuk menuntaskan kasus HAM jelas,” katanya.

Abdul Manan, Rini Kustiani

Majalah Tempo, Edisi. 11/XXXVII/05 – 11 Mei 2008

Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Email WhatsApp

Related Posts

Manis-Pahit Budi Daya Keramba Jaring Apung

27 October 2024

Kenangan Pudar di Danau Maninjau

27 October 2024

Havana Syndrome Operasi Unit 29155 GRU Rusia?

3 April 2024

Eks Intelijen Austria Ditahan karena Spionase

2 April 2024

Jenderal Dudung soal Kebijakan TNI AD, Papua dan Revisi UU TNI

22 May 2023

Surya Paloh soal Panas Dingin Hubungannya dengan Jokowi

15 May 2023
Add A Comment
Leave A Reply Cancel Reply

About
About

Memulai karir sebagai koresponden Majalah D&R di Surabaya pada 1996 sampai 1999. Setelah itu menjadi editor Harian Nusa, Denpasar (1999-2001), bergabung ke Tempo sejak 2001 sampai sekarang.

Facebook X (Twitter) Instagram
Artikel Populer

Bebas Memilih di Bilik Wartel

24 April 2007

Cek Palsu di Manhattan

25 September 2007

Naga Hijau: Antara Ada dan Tiada

25 January 1997
Arsip
Artikel Lainnya

Korea Selatan Luncurkan Satelit Mata-mata ke-4 untuk Awasi Korea Utara

26 April 2025

Mantan Manajer Petronas Didakwa dengan Spionase Bisnis

24 April 2025

Protes AP ke Gedung Putih dan Isu Amandemen Pertama

15 February 2025
Label
Al-Qaeda Alexander Litvinenko Amerika Serikat Arab Saudi Barack Obama Barisan Nasional Biro Penyelidik Federal (FBI) AS Central Intelligence Agency (CIA) CIA Cina Donald Trump Edward Snowden Federasi Rusia GCHQ Greenpeace Hamas Indonesia Inggris Iran Israel Jerman Joko Widodo Journalism KGB Korea Selatan Korea Utara Mahatir Mohamad Malaysia Mossad Najib Razak National Security Agency (NSA) Osama bin Laden Pakatan Harapan Pakistan Palestina Politics Rusia Secret Intelligence Service (MI6) Security Service Inggris (MI5) Serangan 11 September 2001 spionase Uni Eropa Uni Sovyet US Navy SEALs Vladimir Putin
© 2025 abdulmanan.net | blog personal abdul manan

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.