Close Menu
abdulmanan.netabdulmanan.net
  • Beranda
  • About
  • Reportase
  • Artikel
  • Spy Stories
  • Publikasi
Facebook X (Twitter) Instagram
14 June 2025
abdulmanan.netabdulmanan.net
Facebook X (Twitter) Instagram
  • Beranda
  • About
  • Reportase
  • Artikel
  • Spy Stories
  • Publikasi
abdulmanan.netabdulmanan.net
Home»Reportase»Tak Lekang Diterpa Krisis

Tak Lekang Diterpa Krisis

Abdul Manan11 January 1999
Default Image
Share
Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email
Krisis yang makin mengimpit tak meminggirkan warung-warung makan pinggir jalan di kota-kota besar. Mereka masih bisa menikmati sisa-sisa rezeki.

MUNGKIN benar kata orang, bisnis makanan tak mengenal krisis. Soalnya, setiap orang–kendati penganggur-tetap membutuhkan makan. Karena itu, tak heran jika di aman krisis yang makin mengimpit ini, penjuai makanan kaki lima masih mampu bertahan, sebagian malah tambah penghasilannya.

Tengok saja dari Kota Medan sampai Ujungpandang dan dari Jakarta sampai Surabaya, penjual makanan dengan berbagai ukuran tenda memenuhi tempat-tempat strategis baik siang maupun malam, dari skala kecil hingga skala besar. Dari pelanggan tukang becak sampai pelanggan tukang insinyur. Menunya sangat beragam begitupun harganya.

Di Yogyakarta bahkan ada menu “nasi kucing” seharga Rp 300. Jangan kaget, menu ini bukan nasi dengan lauk kucing goreng, namun menu belisi nasi sekitar lima sendok nasi dengan lauk teri, sambal pedas, atau oseng-oseng tempe. Disebut “nasi kucing” karena persis menu kucing. Menurut Parmin, yang menekuni usaha ini empat thun lalu, harga sebelum krisis jangan kaget hanya Rp 100. Begitu pula nasi goreng ala Parrnin yang berdagang di Jalan Wates, sebelum krisis harganya hanya Rp 250, kini Rp 500.

Kalau soal adu murah memang Yogya tempatnya (lihat Boks). Tapi, kondisi ini tidak berlaku di Jalan Malioboro, sentra utama warung lesehan. Kalau tidak hati-hati dan menanyakan tarif lebih dulu, bisa-bisa makan nasi gudeg dan paha ayam harus membayar Rp 10 ribu. Kecuali pendatang yang masih tertarik makan sambil duduk-duduk di jalan utama Kota Yogya, mahasiswa dan penduduk tetap cenderung mengerumuni warung “nasi kucing” atau “warung hik”, hidangan istimewa kampung. Dari berjualan “nasi kucing” itu, Parmin mampu mengantungi keuntungan Rp 15 ribu per malamnya.

Di Surabaya, para penjual makanan yang banyak berjajar di sepanjang Jalan Kedungdoro, Kertajaya, Semolowan atau Embong Blimbing, misalnya. tak surut dilanda krisis. Walau rata-rata keuntungannya mengalami penurunan, mereka masih mampu bertahan dan menikmati keuntungan. Bu Pari yang membuka warung di sekitar Kertajaya dan berjualan nasi pecel mengaku omzetnya mengalami penurunan. Dulu Bu Pari menghabiskan 15 kilogram beras, namun kini hanya bisa menanak beras sebanyak 10 kilogram. “Tetap ada untung. Sebab, meski krisis, orang kan masih butuh makan,” ujarnya.

* Modal Sendiri

Di Jakarta bisnis makanan malah lebih bagus peruntungannya. Warung-warung makan yang tersebar hampir di seluruh penjuru ibu kota ini rata-rata tetap menikmati keuntungan walau berkurang. Contohnya Emiwati, 38 tahun, yang membuka warung makan warisan orang tuanya di depan Bioskop Grand Senen, Jakarta Pusat. Emi yang berjualan nasi dengan aneka lauk masih bisa untung kotor Rp 200 ribu per hari. Memang dulu, keuntungannya bisa lebih bebas lagi.

Nasib pedagang makanan kaki lima ini masih lebih baik dibanding pemilik warung tegal (warteg). enurut Ketua Umum Koperasi Warteg, Sastoro, para pedagang warteg yang kini masih bertahan sebenarnya sekadar bertahan, tanpa ada keuntungan samasekali. Menurut dia, dulu keuntungan pedagang warteg bisa meneapai Rp 300–Rp 400 ribu per hari. Kini bisa mencapai untung Rp 100 ribu saja termasuk lumayan. Menurut Sastoro, dari 26 ribu unggota, yang bangkrut mencapai 35 persen dan kembang kempis 25 persen. “Yang masih bertahan adalah yang memiliki tempat berdagang sendiri, tidak ngontrak sedangkan pedagang makanan kaki lima tidak dibebani dengan mengontrak tempat,” ujarnya.

Kendati begitu, toh, sebagian besar warteg masih jalan. Menurut Anggito Abimanyu, ekonom dari Universitas Gadjah Mada pemerhati warung makan kaki lima ini menilai, eksisnya warung makan kaki lima di saat krisis ekonomi saat ini karena adanya limpahan dari level di atasnya. Maksudnya, ketika orang tidak mampu lagi makan di level atas (misalnya di hotel, restoran, fastfood), ia akan makan di level warung makan pinggir jalan atau kaki lima itu.

Orang berusaha membagi duit yang sudah mepet sekarang ini untuk makan sebagai upaya bertahan hidup. Akhirnya tak ada pilihan lain kecuali di warung makan kaki lima. Di samping itu, menurut Mubyarto, Asisten Menteri Koordinator Ekonomi dan Industri Bidang Ekonomi, daya tahan warung makan atau usaha kecil lain cukup kuat karena usaha kecil mengandalkn kekuatan sendiri, tidak mengandalkan modal pinjaman atau utang.

Fadjar Hariyanto/Laporan Eko Yulistyo A,.E, Reko Alum, Silvester Keda (Jakarta), Abdul Manan (Surabaya), Prasetya (Yogya)

D&R, Edisi 990111-022/Hal. 56 Rubrik Bisnis & Ekonomi

Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Email WhatsApp

Related Posts

Manis-Pahit Budi Daya Keramba Jaring Apung

27 October 2024

Kenangan Pudar di Danau Maninjau

27 October 2024

Havana Syndrome Operasi Unit 29155 GRU Rusia?

3 April 2024

Eks Intelijen Austria Ditahan karena Spionase

2 April 2024

Jenderal Dudung soal Kebijakan TNI AD, Papua dan Revisi UU TNI

22 May 2023

Surya Paloh soal Panas Dingin Hubungannya dengan Jokowi

15 May 2023
Add A Comment
Leave A Reply Cancel Reply

About
About

Memulai karir sebagai koresponden Majalah D&R di Surabaya pada 1996 sampai 1999. Setelah itu menjadi editor Harian Nusa, Denpasar (1999-2001), bergabung ke Tempo sejak 2001 sampai sekarang.

Facebook X (Twitter) Instagram
Artikel Populer

Bebas Memilih di Bilik Wartel

24 April 2007

Cek Palsu di Manhattan

25 September 2007

Naga Hijau: Antara Ada dan Tiada

25 January 1997
Arsip
Artikel Lainnya

Korea Selatan Luncurkan Satelit Mata-mata ke-4 untuk Awasi Korea Utara

26 April 2025

Mantan Manajer Petronas Didakwa dengan Spionase Bisnis

24 April 2025

Protes AP ke Gedung Putih dan Isu Amandemen Pertama

15 February 2025
Label
Al-Qaeda Alexander Litvinenko Amerika Serikat Arab Saudi Barack Obama Barisan Nasional Biro Penyelidik Federal (FBI) AS Central Intelligence Agency (CIA) CIA Cina Donald Trump Edward Snowden Federasi Rusia GCHQ Greenpeace Hamas Indonesia Inggris Iran Israel Jerman Joko Widodo Journalism KGB Korea Selatan Korea Utara Mahatir Mohamad Malaysia Mossad Najib Razak National Security Agency (NSA) Osama bin Laden Pakatan Harapan Pakistan Palestina Politics Rusia Secret Intelligence Service (MI6) Security Service Inggris (MI5) Serangan 11 September 2001 spionase Uni Eropa Uni Sovyet US Navy SEALs Vladimir Putin
© 2025 abdulmanan.net | blog personal abdul manan

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.