Close Menu
abdulmanan.netabdulmanan.net
  • Beranda
  • About
  • Reportase
  • Artikel
  • Spy Stories
  • Publikasi
Facebook X (Twitter) Instagram
18 May 2025
abdulmanan.netabdulmanan.net
Facebook X (Twitter) Instagram
  • Beranda
  • About
  • Reportase
  • Artikel
  • Spy Stories
  • Publikasi
abdulmanan.netabdulmanan.net
Home»Reportase»Pahitnya Nasib Petani Tebu

Pahitnya Nasib Petani Tebu

Abdul Manan17 May 1999
Default Image
Share
Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email
Pembebasan bea impor gula mencekik petani tebu dan pabrik-pabrik gula. Indonesia tidak akan mampu swasmbada gula.

GULA pasir Impor membanjiri Tanah Air belakangan ini. Harganya pun lebih murah dari harga gula domestik. Lo, ada apa? Jelas, ini karena kebijakan pemerintah, menuruti saran Dana Moneter International (IMF), membebaskan tata niaga gula dan menghapus tarif bea masuk impor gula sejak Januari 199#. Kebijakan yang dibuat lebih dari setahun lalu itu baru terasa sekarang. Ketika kurs rupiah di atas Rp 10 ribu per dolar, belum ada pengusaha berani mengimpor gula. Ketika itu, petani tebu Indonesia sempat menikmati keuntungan karena harga gula naik jadi sekitar Rp 3.600 sekilo di pasar eceran dan Rp 3.100 sekilo di tangan produsen, sampai awal tahun 1999.

Namun, kini setelah nilai rupiah menguat, gula impor membanjiri pasaran Indonesia, karena hargnya relatif murah. Banjir gula ini membuat harga gula lokal anjlok jadi Rp 2.950 (21,6 persen) di pasar eceran dan di tingkat produsen anjlok jadi Rp 1950 (37,1 persen). Akibatnya, sekitar 1,43 juta petani tebu yang panen raya Mei ini rugi besar. Jatuhnya harga ini mendorong pemerintah menyanggupi membeli gula hasil bagi milik petani seharga Rp 2.500 sekilo. Artinya ada subsidi sebesar Rp 600 sekilonya. Subsidi ini pun rawan.

Tak heran bila Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Siswono Yudohusodo menilai kebijakan pemerintah ini sebagai. tindakan bunuh diri dan tidak profesional. “Untuk jangka panjang, kebijakan itu membuat kita terus tergantung pada produksi pertanian luar negeri,” ungkapnya kesal. Tak kalah geramnya adalah Haubrinderjit Singh Dillon, Direktur Centre for Agriculture Policy Studies dan mantan staf ahli Menteri Pertanian. “Kebijakan bea masuk nol persen itu sangat menyedihkan. Mestinya, setelah depresiasi yang begitu tinggi pun, pemerintah perlu memberikan proteksi untuk melindungi petani,” desaknya.

* Kerbau Dicocok Hidungnya

Apalagi World Trade Organization mengizinkan proteksi berupa tarif sampai sebesar 110persen. Sebagai perbandingan, India mengenakan tarif lebih dari 100 persen, Brasil 60 persen, dan negara-negua Uni Eropa memasang tarif sebesar 250 persen. Hanya Australia sebagai negara penghasil gula paling kompetitif yang memasang bea masuk nol persen. Anehnya, hak kerbau dicocok
hidungnya, Indonesia mengikuti kemauan IMF itu. Padahal, “Sistem tarif ini tidak bertentangan dengan sistem perdgangan dunia dan berlaku berangsur-angsur turun sampai tahun 2004,” ujar Maswar, staf senior pada Asosiasi Gula Indonesia.

Jadi, tak usah kaget bila musim panen periode Mei-September 1999 hasilnya jeblok. Bisa dipastikan produksi gula Indonesia akan terus merosot (lihat tabel). Tingkat produksi gula nasional maksimal hanya mampu berproduksi sebesar 2,5 juta ton gula per tahun, tapi realisasinya pada tahun 1998 hanya mencapai 1,46 juta ton. Konsumsi gula nasional sekitar 3,3 juta ton, maka Indonesia tergantung pada gula impor sekitar 1,9 juta ton atau lebih dari 60 persen. Padahal hampir dua dekade lalu ketergantungan itu hanya sekitar 40 persen.

Bagaimanapun, kebijakan pemerintah yang membebaskan tarif impor benar-benar “membunuh” petani dan pabrik gula. Pengurus pabrik gula di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta yang diwakili Imam Supangkat, Kepala Biro Sekretariat PT Perkebunan Nusantara X Jawa Timur, mengatakan prospek industri gula tergantung pada kebijakan pemerintah. “Misalnya pada bea masuk, mestinya, ya, tidak betul kebijakan ke masuk nol persen itu,” ujarnya. Imam pun menyurati Menteri Perindustnan dan Perdagangan agar membatasi impor gula karena berpengaruh pada harga gula dalam negeri. * Tergantung pada Pasokan Petani

Pasokan yang kurang karena petani enggan menanam tebu membuat pabrik-pahrik gula di Jawa kelabakan karena tidak mempunyai lahan sendiri seperti pabrik gula di luar Jawa. Pabrik-pabrik gula di Jawa tergantung 70 persen pada pasokan tebu dari petani.

Sukata, petani tebu yang memiliki lahan seluas satu hektare di Kragilan, Sleman, Yogyakarta, merasa rugi menanam tebu. Misalnya, ongkos sewa dari pabrik gula sebeal Rp 2 juta untuk sehektare lahan miliknya selama 18 bulan sama sekali tidak memadai. Sebab, ongkos sewa itu habis untuk mengolah kembali lahan itu setelah ditanami tebu.

Padahal menanam tebu itu tak gampang. Kalau musim tanam ataupun musim panennya tidak tepat waktu, misalnya akan mempengaruhi rendemen (zat manis gula). Unluk pabrik-pabrik gula di Jawa sering kandungan gula dalam tananam tebu hanya mencapai 7,65 persen. Padahal, menurut Soeparno, Administratur PG Tasikmadu dan Colomadu, Karanganyar, Surakarta, kandungan ratarata yang bernilai ekonomis setidaknya mencapai 10 persen-12 persen dari angka tertinggi 14 persen.

Menurut Hotman Siahaan, sosiolog dari Universitas Airlangga Surabaya, yang meneliti perlawanan petani terhadap program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) unluk disertasinya, mengungkapkan, petani tak pernah diuntungkan dalam sejarah bisnis tebu di Indonesia. Ini terutama sejak Inpres No. 9 Tahun 1975 tentang TRI.

Asumsinya, menurut Hotman, TRI menempatkan petani sebagai tuan di lahannya sendiri. Bila pabrik menyewa lahan petani dalam satu musim tanam ( 16-18 bulan), petani mendapat biaya tanam untuk pembelian bibit tebu, pemeliharaan, waktu tebang, dan mengangkut hasil panen. Singkatnya petani terlibat dalam proses produksi. Tapi, praktiknya tidak demikian. Petani dieksploitasi. Baru setelah reformasi banyak petani TRI berani menolak menanam tebu. Dulu mereka takut karena akan berhadapan dengan aparat keamanan dan dicap PKI.

Itu sebabnya, Dillon terus ngotot membela petani. “Kalau seorang petani hanya memiliki 0,3 hektare dan harus bersaing dengan orang yang menguasai lahan empat hektare apalagi masih disubsidi, ya. ibarat kelas bulu melawan kelas berat,” ujar Dillon. Jadi, hayo tebak kebijakan pemerintah ini menguntungkan siapa? Yang jelas bukan petani.

Fadjar Harijanto/Laporan Mohamad Subroto, Ondy A. Saputra, Reko Alum (Jakarta), Abdul Manan, Hari Nugroho (Surabaya), Ahmad Solikhan (Yogyakarta), dan Blontank Poer (Solo)

D&R, Edisi 990517-040/Hal. 54 Rubrik Bisnis & Ekonomi

Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Email WhatsApp

Related Posts

Manis-Pahit Budi Daya Keramba Jaring Apung

27 October 2024

Kenangan Pudar di Danau Maninjau

27 October 2024

Havana Syndrome Operasi Unit 29155 GRU Rusia?

3 April 2024

Eks Intelijen Austria Ditahan karena Spionase

2 April 2024

Jenderal Dudung soal Kebijakan TNI AD, Papua dan Revisi UU TNI

22 May 2023

Surya Paloh soal Panas Dingin Hubungannya dengan Jokowi

15 May 2023
Add A Comment
Leave A Reply Cancel Reply

About
About

Memulai karir sebagai koresponden Majalah D&R di Surabaya pada 1996 sampai 1999. Setelah itu menjadi editor Harian Nusa, Denpasar (1999-2001), bergabung ke Tempo sejak 2001 sampai sekarang.

Facebook X (Twitter) Instagram
Artikel Populer

Bebas Memilih di Bilik Wartel

24 April 2007

Cek Palsu di Manhattan

25 September 2007

Naga Hijau: Antara Ada dan Tiada

25 January 1997
Arsip
Artikel Lainnya

Korea Selatan Luncurkan Satelit Mata-mata ke-4 untuk Awasi Korea Utara

26 April 2025

Mantan Manajer Petronas Didakwa dengan Spionase Bisnis

24 April 2025

Protes AP ke Gedung Putih dan Isu Amandemen Pertama

15 February 2025
Label
Al-Qaeda Alexander Litvinenko Amerika Serikat Arab Saudi Barack Obama Barisan Nasional Biro Penyelidik Federal (FBI) AS Central Intelligence Agency (CIA) CIA Cina Donald Trump Edward Snowden Federasi Rusia GCHQ Greenpeace Hamas Indonesia Inggris Iran Israel Jerman Joko Widodo Journalism KGB Korea Selatan Korea Utara Mahatir Mohamad Malaysia Mossad Najib Razak National Security Agency (NSA) Osama bin Laden Pakatan Harapan Pakistan Palestina Politics Rusia Secret Intelligence Service (MI6) Security Service Inggris (MI5) Serangan 11 September 2001 spionase Uni Eropa Uni Sovyet US Navy SEALs Vladimir Putin
© 2025 abdulmanan.net | blog personal abdul manan

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.