Islamabad – Politisi di Pakistan tak hanya komplain kepada pemerintah di Washington menanggapi terus berlangsungnya serangan pesawat tanpa awak (drone) Amerika Serikat di negara ini. Meski serangan drone sudah dilakukan AS sejak 2004 lalu, namun peristiwa 21 November 2013 memicu kemarahan politisi Pakistan, terutama dari Partai Tehreek-e-Insaf, yang memerintah di Khyber Pakhtunkhwa.
Serangan drone Kamis dua pekan lalu itu menyasar madrasah di distrik Hangu barat laut Khyber Pakhtunkhwa, menewaskan enam orang, lima di antaranya adalah orang pentolan dan komandan jaringan Haqqani, kelompok Taliban di Pakistan. Salah satu korbannya adalah Maulvi Ahmad Jan, penasihat pemimpin jaringan Haqqani, Sirajuddin Haqqani.
Haqqani berbasis di Pakistan dan menjadi salah satu musuh Amerika Serikat paling ditakuti di Afganistan. Amerika Serikat menuding kelompok ini berkonstribusi besar atas tewasnya lebih dari 2.000 militer Amerika Serikat yang bertugas di Afganistan.
Imran Khan, yang semasa kampanye pemilihan umum getol kampanye anti-drone, sangat marah atas serangan terbaru itu. Selain dianggap menyebabkan banyak jatuh korban sipil, serangan pesawat yang dikenalikan dari jarak jauh itu juga mengganggu rencana pemerintah Pakistan yang sedang ingin melakukan perundingan damai dengan musuh latennya di dalam negeri tersebut.
Khan, melalui partainya, menggalang unjukrasa pada 23 November 2013. Ribuan massa itu memblokir sebuah jalan di barat laut Pakistan, yang merupakan rute truk pengangkut suplai untuk pasukan NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara) dan peralatan yang keluar dan masuk Afganistan.
Aksi protes yang dipimpin Khan itu lebih memiliki nilai simbolis dari dampak praktis. Sebab, kendaraan yang mengangkut suplai pasukan pada hari itu biasanya sedikit. Rute yang diblokir di provinsi Khyber Pakhtunkhwa mengarah ke salah satu dari dua perlintasan perbatasan yang digunakan untuk mengirim pasokan darat dari Pakistan ke Afganistan.
Khan meminta pemerintah federal Pakistan bersikap tegas untuk memaksa Amerika Serikat mengakhiri serangan drone dengan memblokade rute suplai untuk pasokan NATO di seluruh negeri. “Kami akan melakukan tekanan pada Amerika, dan protes kami akan berlanjut jika serangan drone tidak dihentikan,” kata Khan di depan pengunjuk rasa.
Perlawanan tak hanya sampai di situ. Dalam sebuah konferensi pers empat hari kemudian, juru bicara partai, Shireen Mazari meminta agar orang yang mereka tuding sebagai Kepala Dinas Intelijen Amerika Serikat Central Intelligence Agency (CIA) di Islamabad, Craig Osth, diselidiki dengan pasal pembunuhan melalui serangan drone. “Kementerian Dalam Negeri harus memasukkan namanya dalam daftar cekal karena ia mungkin mencoba untuk melarikan diri,” kata juru bicara partai, Shireen Mazari.
John Brennan, Direktur CIA, juga diusulkan sebagai “terdakwa” atas pembunuhan dan “berperang melawan Pakistan” terkait serangan drone di negara ini. Kedutaan Amerika Serikat di Islamabad mengatakan tidak bisa berkomentar soal itu. Juru bicara CIA Dean Boyd juga tidak bersedia mengkonfirmasi nama kepala misinya di sana dan menolak untuk berkomentar soal itu.
Jika identitasnya terkonfirmasi, itu akan menjadi kedua kalinya kampanye anti-drone berujung pada dibukanya identitas kepala CIA di negara ini —-yang seharusnya dirahasiakan. Pada tahun 2010, Kepala CIA di Islamabad, Jonathan Banks, dibuka penyamarannya terkait serangan drone. Dua hari kemudian, Banks pun ditarik pulang dari Pakistan.
Reuters | Guardian | Firstpost.com | Abdul Manan