Close Menu
abdulmanan.netabdulmanan.net
  • Beranda
  • About
  • Reportase
  • Artikel
  • Spy Stories
  • Publikasi
Facebook X (Twitter) Instagram
23 May 2025
abdulmanan.netabdulmanan.net
Facebook X (Twitter) Instagram
  • Beranda
  • About
  • Reportase
  • Artikel
  • Spy Stories
  • Publikasi
abdulmanan.netabdulmanan.net
Home»Reportase»Buron Terhormat dari Tolitoli

Buron Terhormat dari Tolitoli

Abdul Manan25 June 2007
Default Image
Share
Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email
Tujuh anggota DPRD menghilang saat akan dieksekusi. Jaksa menyesalkan lambatnya pengiriman putusan dari Mahkamah Agung.

HILANG sudah kesabaran Kepala Kejaksaan Negeri Tolitoli, Sulawesi Tengah, Fachruddin Siregar. Setelah diberi waktu sepekan untuk masuk penjara secara baik-baik tapi tidak menggubris, kini tujuh bekas anggota DPRD Tolitoli dimasukkan ke daftar buron kejaksaan. ”Tidak ada jalan lain, mereka harus dijemput paksa, di mana pun mereka berada,” ujar Fachruddin.

Tujuh orang tersebut adalah terpidana kasus korupsi dana anggaran pendapatan dan belanja daerah sebesar Rp 4,5 miliar. Mahkamah Agung menghukum mereka lima sampai enam tahun penjara, 22 Desember 2005. Namun kejaksaan baru menerima putusan itu 18 bulan kemudian, tetapnya 22 Mei lalu. Rupanya, waktu sepanjang itu dipakai para terpidana untuk kabur.

Dalam kasus korupsi dana APBD itu, sebenarnya ada 14 anggota DPRD periode 1999-2004 yang jadi tersangka. Kasusnya dipecah menjadi dua berkas. Berkas pertama: Umar Alatas, Zainal Daud, Norma Donggio, Yamin Tinango, Barnabas Pato, Alwi Kama, dan Azhar Samsuddin. Berkas kedua: Dahyar Alatas, M.A. Muluk, Irwan A.R. Moh. Said, Sarpan M. Said, A.R. Katiandago, Hasbi Bantilan, dan Abd. Halik.

Tidak semua terdakwa itu bekas anggota DPRD. Ada dua yang kini masih menjabat pada periode 2004-2009. Abd. Halik kini wakil ketua DPRD dan Sarpan M. Said tetap anggota Dewan. Pada saat kasus ini diperiksa, kejaksaan sempat menahan Dahyar dan kawan-kawan. Namun mereka dilepaskan setelah ada penangguhan penahanan saat para anggota Dewan itu mengajukan permohonan kasasi. Kini kejaksaan akan mengeksekusi Dahyar Alatas dkk karena putusan kasasinya sudah keluar pada 2005. Sedangkan putusan terhadap Umar Alatas dkk hingga kini belum keluar.

Sebelumnya, di pengadilan negeri, ke-14 anggota DPRD itu dituntut 9-12 tahun penjara. Pada April 2005, pengadilan memvonis mereka satu hingga dua tahun penjara. Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah pada Juni 2005 memperberat hukuman mereka menjadi lima sampai enam tahun penjara plus denda Rp 50 juta dan uang pengganti Rp 100 juta. Putusan terhadap Dahyar Alatas dkk itu dikuatkan Mahkamah Agung.

Tapi putusan Mahkamah Agung pada 2005 itu tak lantas membuat mereka masuk bui. Saat kejaksaan menerima putusan itu pada 22 Mei 2007, semua terpidana sudah tak ada di rumah. Sebelumnya, kejaksaan sudah berkirim surat meminta mereka secara sukarela menjalani eksekusi.

Di rumah Abdul Muluk, misalnya, jaksa yang akan mengeksekusi hanya ditemui istrinya, Arif Muluk. Menurut Arif, suaminya pergi berobat, tapi ia tak tahu di mana. ”Katanya ke Makassar, tapi sampai sekarang saya tidak tahu, di Makassar atau di Jakarta,” kata Arif.

Kejaksaan Tolitoli sudah meminta polisi di Jakarta mengejar mereka. Awal bulan lalu, polisi menyatroni Hotel Borobudur, Jakarta. Ada info, Dahyar, Sarpan, Hasbi Bantilan, dan Katiandago menginap di sana. Namun, saat akan ditangkap, para buron keburu kabur. ”Polisi datang jam 10 malam, ternyata mereka sudah check-out sekitar jam tujuh malam,” kata Fachruddin.

Kejaksaan menyesalkan lambatnya pengiriman putusan. ”Mestinya sudah tiba awal tahun 2006,” kata Fachruddin. Pengadilan Negeri Tolitoli baru menerima putusan itu pada 20 Mei 2007. Dua hari kemudian, putusan itu disampaikan ke kejaksaan. Ketua Pengadilan Negeri Tolitoli Firzal Arzy mengaku tak tahu penyebab terlambatnya pengiriman putusan itu. ”Tugas dan kewenangan kami kan hanya menyampaikan putusan Mahkamah Agung,” katanya.

Putusan dari Mahkamah Agung memang baru dikirim pada 17 April 2007. Menurut Kepala Bidang Hukum dan Humas Mahkamah Agung Nurhadi, lamanya proses pengiriman putusan itu karena ada mekanisme internal yang harus dilewati.

Setelah putusan diucapkan majelis hakim, ujar Nurhadi, itu bukan berarti langsung sudah ada petikan putusan. Putusan itu akan disusun dulu oleh panitera pengganti yang dimiliki masing-masing hakim agung. Setelah putusan diketik dan dikoreksi, baru disampaikan kepada ketua majelis hakim untuk dikoreksi lagi, kemudian baru ditandatangani anggota hakim lainnya. Nurhadi menyatakan lamanya proses penyusunan putusan bergantung pada beban masing-masing panitera pengganti. ”Kalau sebulan ada 100 perkara yang diputus hakim agung, ya, sebanyak itu beban yang diselesaikan,” katanya.

Jika ada putusan Mahkamah Agung yang baru sampai pengadilan negeri 18 bulan kemudian—seperti ”kasus Tolitoli”— menurut Nurhadi, itu mungkin saja terjadi. ”Tapi lambatnya pengiriman putusan itu soal yang berbeda dengan kaburnya terpidana,” kata dia. ”Kalau tak punya niat baik, mereka bisa kabur kapan saja. Bahkan sebelum putusan keluar.”

Abdul Manan, Darlis Muhamad

Majalah Tempo, Edisi. 18/XXXIIIIII/25 Juni – 01 Juli 2007

Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Email WhatsApp

Related Posts

Manis-Pahit Budi Daya Keramba Jaring Apung

27 October 2024

Kenangan Pudar di Danau Maninjau

27 October 2024

Havana Syndrome Operasi Unit 29155 GRU Rusia?

3 April 2024

Eks Intelijen Austria Ditahan karena Spionase

2 April 2024

Jenderal Dudung soal Kebijakan TNI AD, Papua dan Revisi UU TNI

22 May 2023

Surya Paloh soal Panas Dingin Hubungannya dengan Jokowi

15 May 2023
View 2 Comments

2 Comments

  1. Anonymous on 21 January 2008 09:31

    Seperti itulah unjuk kerja Lembaga Peradilan Indonesia.Dimana jaman maju seperti ini, teknologi informasi bisa menjangkau dunia dalam hitungan milidetik. Ada telp, fax, komputer, email,dsb.Masih saja soal komunikasi birokrasi yg dijadikan alasan. Makanya Bapak2 Hakim dan Jaksa : Jangan heran kalau Buron Terhormat lainnya akan bermunculan dimana mana, mereka tidak akan takut dan segan2 berbuat hal yang sama, akibat lemahnya system peradilan kita.

    Reply
  2. Firman on 23 May 2008 16:43

    Yah mau diapakan lagi bangsa ini…. sebagian besar pejabat sudah ditakdirkan seperti itu. Sebaiknya kita kum muda pernagi saja kaum tua ini daripada mereka hanya bikin rusak masyarakat.

    Reply
Leave A Reply Cancel Reply

About
About

Memulai karir sebagai koresponden Majalah D&R di Surabaya pada 1996 sampai 1999. Setelah itu menjadi editor Harian Nusa, Denpasar (1999-2001), bergabung ke Tempo sejak 2001 sampai sekarang.

Facebook X (Twitter) Instagram
Artikel Populer

Bebas Memilih di Bilik Wartel

24 April 2007

Cek Palsu di Manhattan

25 September 2007

Naga Hijau: Antara Ada dan Tiada

25 January 1997
Arsip
Artikel Lainnya

Korea Selatan Luncurkan Satelit Mata-mata ke-4 untuk Awasi Korea Utara

26 April 2025

Mantan Manajer Petronas Didakwa dengan Spionase Bisnis

24 April 2025

Protes AP ke Gedung Putih dan Isu Amandemen Pertama

15 February 2025
Label
Al-Qaeda Alexander Litvinenko Amerika Serikat Arab Saudi Barack Obama Barisan Nasional Biro Penyelidik Federal (FBI) AS Central Intelligence Agency (CIA) CIA Cina Donald Trump Edward Snowden Federasi Rusia GCHQ Greenpeace Hamas Indonesia Inggris Iran Israel Jerman Joko Widodo Journalism KGB Korea Selatan Korea Utara Mahatir Mohamad Malaysia Mossad Najib Razak National Security Agency (NSA) Osama bin Laden Pakatan Harapan Pakistan Palestina Politics Rusia Secret Intelligence Service (MI6) Security Service Inggris (MI5) Serangan 11 September 2001 spionase Uni Eropa Uni Sovyet US Navy SEALs Vladimir Putin
© 2025 abdulmanan.net | blog personal abdul manan

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.