Skip to main content

Suap Jualan Kapal Perang

Menjabat Direktur Utama PT PAL Indonesia (Persero) sejak Senin pekan lalu, Budiman Saleh menghadapi tantangan tak biasa. Dia menggantikan Firmansyah Arifin, yang ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi pada Kamis siang dua pekan lalu. "Tugas saya saat ini berfokus pada pemulih¡©an dari kerusakan dan konsolidasi organisasi," kata Budiman pada Rabu pekan lalu.


Tim KPK menangkap Firmansyah, yang diduga menerima suap dalam proyek pengadaan dua kapal perang untuk Kementerian Pertahanan Filipina. Tim KPK juga menangkap Manajer Treasury PT PAL Arief Cahyana, Direktur Keuangan PT PAL Saiful Anwar, dan pegawai PT Pirusa Sejati, Agus Nugroho. Agus merupakan penghubung PT PAL dengan Ashanti Sales Inc, agen jual-beli kapal perang asal Filipina.

PT PAL memenangi lelang internasional pengerjaan dua unit kapal perang jenis strategic sealift vessel (SSV) untuk Kementerian Pertahanan Filipina pada 2013. Nilai proyek sebesar US$ 86,96 juta atau sekitar Rp 1,2 triliun. Satu unit kapal, SSV-1 BRP Tarlac, telah dikirim PT PAL ke Filipina pada 13 Mei 2016.

Dalam proyek ini, PT PAL menggandeng Ashanti Sales Inc, perusahaan yang berkantor di Makati, Manila. PT PAL dan Ashanti menyepakati fee agensi 4,75 persen dari nilai proyek, yaitu US$ 1,087 juta atau sekitar Rp 15 miliar.

Manajer Humas PT PAL Indonesia Bayu Witjaksono mengatakan pemakaian jasa agen dalam penjualan kapal ke luar negeri merupakan praktek lazim. Imbalan 3-4 persen dari nilai proyek pun tertuang dalam kontrak. "Untuk ekspor kapal, kami memang pakai jasa agen sebagai penghubung," kata Bayu. Tugas agen, menurut dia, antara lain menjembatani PT PAL dengan pembeli sampai kapal pesanan terkirim. "Penunjukan Ashanti sesuai dengan kesepakatan dengan pihak Filipina."

Di luar kontrak, rupanya ada kesepakatan diam-diam antara petinggi PT PAL dan Ashanti. Dari imbalan resmi 4,75 persen untuk Ashanti, ada 1,25 persen yang dikembalikan ke sejumlah petinggi PT PAL. "Kesepakatan rahasia ini dibuat pada Januari 2014, tak lama setelah proyek ditandatangani pemerintah Filipina dan PT PAL," kata seorang pejabat di KPK. Kesepakatan rahasia itulah yang berujung pada penangkapan Firmansyah dan tiga orang lainnya.

Tiga hari setelah penangkapan Firmansyah dan kawan-kawan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara melantik Budiman, mantan Direktur Niaga dan Restrukturisasi PT Dirgantara Indonesia (Persero), menjadi Direktur Utama PT PAL. Sebagai pejabat baru, Budiman memastikan satu unit kapal lagi, SSV-2 Davao Del Sur, yang telah dipesan Kementerian Pertahanan Filipina, akan selesai pada akhir April. "Serah-terima tetap sesuai dengan jadwal," ujar Budiman.

Prioritas Budiman berikutnya adalah mengusahakan calon pembeli lain tidak mundur meski petinggi PT PAL sebelumnya ditangkap KPK. "Yang sudah terdata antara lain Angkatan Laut Filipina dan Malaysia," kata Budiman.

l l l
Mulanya adalah komunikasi antara Agus Nugroho dan Arief Cahyana yang terpantau radar KPK. "Kamis, 30 Maret 2017, sekitar pukul 13.00 WIB, terjadi komunikasi GM Treasury PT PAL, AC (Arief Cahyana) dan AN (Agus Nugroho)," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers pada Jumat malam dua pekan lalu.

Arief sehari-hari berkantor di Surabaya, tapi hari itu dia sedang berada di Jakarta. Menurut Bayu Witjaksono, kala itu Arief ditugasi ke Jakarta selama lima hari untuk menyiapkan dokumen audit menjelang pemaparan PT PAL di Kementerian BUMN. Kamis itu adalah hari terakhir Arief di Ibu Kota sebelum kembali ke Surabaya.

Dalam percakapan yang dimonitor KPK, Arief dan Agus sepakat berjumpa di kantor PT Pirusa Sejati. Perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan dan jasa ini berkantor di MT Haryono Square, persis di samping jalan tol dalam kota Jakarta, sekitar 27 kilometer ke arah Bandar Udara Soekarno-Hatta. Setelah bertemu dengan Agus, Arief tadinya akan langsung bertolak ke bandara.

Arief tiba di kantor PT Pirusa diantar sopir. Tanpa diketahui mereka, tim KPK sudah menunggu di tempat yang sama. Dari tempat parkir, Arief menuju kantor PT Pirusa di Blok B2 MT Haryono Square. Setelah bertemu sebentar dengan Agus, Arief keluar kembali menuju tempat parkir. Begitu Arief masuk mobil, sekitar pukul 14.00, tim satuan tugas KPK menyergap dia. Di dalam mobil, tim KPK menemukan uang US$ 25.000 dalam tiga amplop. Dua amplop berisi US$ 10.000 dan satu lagi US$ 5.000.

Tim KPK lantas membawa lagi Arief ke kantor PT Pirusa di lantai dasar. Agus masih berada di sana. Di kantor itu, KPK juga menemukan bukti penyerahan uang US$ 25.000 dari PT Pirusa kepada Agus. Uang dolar itulah yang ditemukan di mobil Arief.

Dari MT Haryono Square, tim KPK membawa Agus beserta tujuh pegawainya dan Arief beserta sopirnya menuju kantor KPK di Kuningan, Jakarta Selatan. Sore itu juga KPK mengirim tim ke Surabaya, menuju kantor pusat PT PAL Indonesia.

Kabar penangkapan di MT Haryono segera beredar. Tapi PT PAL sempat membantah ada anggota direksinya yang ditangkap. Hari itu, di Surabaya, direksi dan komisaris PT PAL Indonesia menggelar rapat persiapan teknis penyusunan laporan tahunan ke Kementerian BUMN. Pemaparan laporan tahun 2016 tadinya akan disampaikan dalam pertemuan di Hotel Sheraton Surabaya pada 30-31 Maret 2017. Tapi acara tersebut dijadwalkan ulang setelah sejumlah petinggi PT PAL ketahuan ditangkap.

Tim KPK tiba di kantor pusat PT PAL Indonesia, yang berada dalam kompleks Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut, Surabaya, sekitar pukul 22.00. Tim menggeledah ruangan Firmansyah Arifin selama satu jam. Malam itu juga tim KPK menggelandang Firmansyah, Sekretaris Perusahaan PT PAL Elly Dwiratmanto, dan enam pegawai lain ke kantor Kepolisian Daerah Jawa Timur.

Tim penyidik KPK memeriksa kedelapan orang itu sampai keesokan harinya. Seusai pemeriksaan maraton, Elly dan enam pegawai PT PAL lainnya diperbolehkan pulang. Sedangkan Firmansyah dibawa ke kantor KPK di Jakarta. Ia ditahan bersama Arief dan Agus. Tujuh pegawai PT Pirusa dan sopir yang ditangkap di MT Haryono Square juga diizinkan pulang.

Dalam jumpa pers pada Jumat malam dua pekan lalu, KPK mengumumkan Firmansyah dan Arief sebagai tersangka penerima suap. Adapun Agus menjadi tersangka pemberi suap. KPK juga menetapkan Direktur Keuangan PT PAL Saiful Anwar sebagai tersangka penerima suap. Namun Saiful baru ditangkap keesokan harinya di Terminal 2E Bandara Soekarno-Hatta, sewaktu dia pulang dari lawatan ke Korea Selatan.

Setelah diperiksa KPK pada Jumat malam dua pekan lalu, Firmansyah menolak menjawab pertanyaan wartawan. Menutupi wajah dengan tangan kanan, ia bergegas menuju mobil tahanan.

Komisi antikorupsi baru mengetahui detail kasus suap penjualan dua kapal perang itu setelah mengorek keterangan dari para tersangka. Menurut kontrak, Ashanti Sales Inc mendapatkan fee 4,75 persen. Imbalan itu akan dibayarkan dalam tiga tahap, sesuai dengan termin pembayaran dari pemerintah Filipina kepada PT PAL Indonesia.

Berdasarkan kesepakatan, imbalan rahasia sebesar 1,25 persen dari Ashanti untuk sejumlah pejabat PT PAL pun akan diberikan bertahap. Tahap pertama sebesar US$ 163 ribu atau setara dengan Rp 2,2 miliar, tahap kedua US$ 380 ribu atau sekitar Rp 5,2 miliar, dan tahap ketiga US$ 544 ribu atau setara dengan Rp 7,3 miliar. Imbalan tahap pertama dikirim pada Desember 2016 melalui transfer antarbank. Adapun imbalan tahap kedua diserahkan sebagian, US$ 25 ribu, secara tunai di MT Haryono Square.

Sejauh ini, KPK masih meneliti hubungan PT Pirusa dengan Ashanti Sales Inc. Menurut seorang pejabat KPK, setoran dari Ashanti kepada pejabat PT PAL Indonesia ditransfer melalui rekening PT Pirusa.

Kuasa hukum PT Pirusa Sejati, Hotma Sitompoel, membenarkan bahwa Agus Nugroho merupakan karyawan PT Pirusa sejak 1987. Namun, menurut dia, PT Pirusa tidak pernah melakukan transaksi bisnis dengan PT PAL dan Ashanti. "Klien kami tak punya kepentingan apa pun dengan pihak-pihak yang disebut berperan dalam tindak pidana suap tersebut," kata Hotma, Jumat pekan lalu. l

Abdul Manan, Grandy Aji, Artika Rachmi F . (Surabaya)

Majalah Tempo, Rubrik Hukum, 10 April 2017

Comments

Popular posts from this blog

Melacak Akar Terorisme di Indonesia

Judul: The Roots of Terrorism in Indonesia: From Darul Islam to Jemaah Islamiyah Penulis: Solahudin Penerbit: University of New South Wales, Australia Cetakan: Juli 2013 Halaman: 236