Skip to main content

Bila Harga Sembako Merebak

Amuk massa merambah mulai Pasuruan sampai Ujungpandang. Benarkah cuma lantaran krisis sembako? Pelaku di Jawa Timur orannya sama.

HARGA sembilan bahan pokok (sembako) terus membumbung dan keresahan rakyat pun terus melambung. Kondisi yang sudah berlangsung lebih dari sebulan ini rupanya membuat rakyat tak tahan, maka tak terlalu heran mendengar adanya kerusuhan di beberapa kota di Jawa, pekan-pekan belakangan ini. Salah satunya terjadi di Pasar Karangketug, Kecamatan Kraton, Pasuruan, Jawa Timur (Ja-Tim)--sekitar 70 kilometer dari Surabaya--Rabu, 4 Februari pekan lalu.

Mulanya, pada pukul 08.00, sekitar 50 pemuda mencoba membikin kisruh di pasal yang letaknya di phlggir jalan raya jalur Anyer-Panarukan itu. Mereka datang dari beberapa desa di sekitar Pasar Karangketug. Sambil berteriak-teriak, anak-anak muda itu melontarkan batu-batuan sebesar kepalan tangan ke arah deretan toko-toko yang sebagian besar milik pedagang keturunan Cina. Toh, aparat tak kalah sigap. Dari kantor Polsek Kraton, yang cuma berjarak sekitar 100 meter dari pasar, polisi segera menghalau massa yang segera kabur cerai-berai.

Selesai? Belum. Massa ternyata memilih langkah "mundur untuk maju". Saat ngacir mereka cepat membaur dengan pengunjung pasar. Dan, beberapa jam kemudian pas matahari sedang terik-teriknya, massa kembali bergerak. Tak tanggung-tanggung. Kali ini, menurut saksi mata, kira-kira mencapai 500 orang, atau sepuluh kali lipat aksi pertama. Lemparan batu pun dianggap belum cukup. Sebagian di antara mereka juga mencoba main bakar. Lalu, "booom...." Sebuah bom ikan yang dilemparkan ke sebuah ruko di utara pasar meledak. Asap pun mengepul. Sebagian massa sempat membajak dan melarikan sebuah truk.

Untung, petugas pun telah bersiaga. Nyala api sempat dipadamkan sebelum jilatannya melebar ke sekitarnya. Untuk menghadapi amuk, tak kurang, dikerahkan pasukan dari polres, kodim, dan batalyon zeni tempur yang bermarkas di kota itu. Datang pula pasukan brigade mobil dari Malang, sekitar 100 kilometer dari Pasuruan. Sebuah helikopter dari Polda Ja-Tim tampak melayang-layang, mengamati keadaan.

Aparat meringkus 31 orang dari tempat kejadian. Setelah menginap 24 jam, 28 orang dilepas. Akan halnya tiga sisanya diperiksa lebih lanjut. "Mereka tertangkap tangan sedang melempari rumah penduduk," kata Kapolres Letkol Wisjnu A.S. kepada D&R. Tak jelas berapa kerugian akibat peristiwa itu.

* Tak Hanya di Ja-Tim

Tak cuma Pasuruan yang bergolak. Seminggu sebelumnya, kerusuhan juga meruyak di Kecamatan Palang, Tambakboyo dan Kota Tuban juga di Ja-Tim. Akibatnya, sebelas toko rusak berat. Pelaku yang diringkus petugas mencapai 131 orang. Dalam kerusuhan itu, petugas sempat menembak kaki Tohir Chamid, seorang kiai muda dari Tegalagung, lantaran dianggap mencoba melarikan diri.

Kerusuhan di Tuban itu diperkirakan merupakan rembesan peristiwa serupa di Rembang, Jawa Tengah (Ja-Teng). Maklum, dua wilayah itu memang berdempetan. Lagi pula kerusuhan di Rembang skalanya jauh lebih besar menjelang tengah malam, 27 Januari silam, ratusan warga meluluh-lantakan tak kurang dari 11 toko di pasar Kecamatan Kragan. Aparat keamanan setempat tak mampu lagi meredakan amarah massa. Amuk baru terhenti setelah didatangkan bantuan dari polres dan kodam. Polisi menciduk 10 perusuh. Tak kurang Kapolda Ja-Teng Mayjen Nugroho Djayusman harus turun tangan ke lokasi untuk mengimbau agar masyarakat tak mudah terpancing isu-isu yang menyesatkan.

Akibat peristiwa itu aparat di wilayah di sekitarnya pun, seperti Bojonegoro dan Lamongan, harus bersiaga penuh. Mereka mengawasi kawasan pertokoan yang kebanyakan milik warga keturunan Cina. Karena, desas-desus akan adanya pergelakan massa terus beredar.

Dan, sesungguhnya, tak hanya warga Ja-Tim dan Ja-Teng yang marah dengan kenaikan harga ini. Penduduk Ujungpandang, Sulawesi Selatan, pun ikut tergerak, Senin, 2 Februari pekan silam. Dimulai dari adanya embusan isu bahwa satu toko telah menimbun sembako. Isu itu sempat memancing ribuan masyarakat bergerombol di pinggir-pinggir jalan utama. Dan seolah ada yang mengomando, mereka lalu berduyun-duyun menyerhu sebuah toko yang diduga melakukan penimbunan sembako. Untungnya, petugas segera memblokir jalan-jalan untuk mengalihkan massa ke luar kota. Empat orang ditahan.

Isu serupa juga mencuat di Pekalongan dan Tegal, Ja-Teng. Sebuah kelompok yang menamakan dirinya Komite Rakyat Pekalongan "Saddam Hussein" secara demonstratif membagi-bagi selebaran yang menyerukan turunnya harga sembako. Ada pula tempelan pamflet di tembok-tembok dan toko-toko yang menyatakan akan adanya perusakan pertokoan di kota itu. Walhasil, tak satu pun pintu toko dibuka. Aparat pun bersiaga.

* Karena Terpancing Isu

Menurut Kapolres Wisjnu, kerusuhan di Pasar Karangketug, Kraton, tak terjadi secara spontan. "Apa mungkin aksi yang spontan berlangsung secara bergelombang," kata Wisjnu. Kemarahan massa, menurut dia, karena massa mudah terpancing isu kenaikan harga sembako, seperti desas-desus yang mengabarkan para pedagang menaikkan harga minyak tanah hingga Rp 1.000 per liter. "Padahal, saya tak melihat ada yang menjual segitu," katanya.

Namun, Wisjnu tak menyangkal adanya kelangkaan minyak tanah di pasar-pasar. Penyebabnya adalah jalur distribusi yang terganggu l.mtaran para sopir truk tangki juga berlibur Lebaran. Untuk itulah pemda setempat melakukan pendekatan kepada tokoh-tokoh masyarakat dan para pedagang agar tak menaikkan harga seenaknya.

Wijnu ada benarnya. Tapi, hasil penelusuran wartawan D&R di Pasar Karangketug ternyata lain. Beberapa pedagang memang mematok harga minyak Rp 1.000 per liter--ini juga terjadi di Pasar Kragan, Rembang. Sementara itu, beras kualitas sedang dijual Rp 1.800 per kilogram. Artinya, rata-rata penghasilan seorang buruh tani per hari di daerah itu cuma cukup untuk membeli 1,5 kilogram beras. Akan halnya harga minyak goreng di Tuban melambung dari Rp 3.000 menjadi Rp 5.000 per kilogram. Maka dari itu, "Jika nanti harga beras mencapai Rp 2.000, pasti ada kerusuhan lagi," kata seorang pedagang Pasar Karangketug.

* Penganggur Terus Bertambah

Wah, menilik nadanya yang mengancam, agaknya perkiraan pedagang itu perlu dicermati. Maklum, sejak isu sembako mulai menguat, wilayah Ja-Tim memang rawan terhadap aksi kerusuhan. Huru-hara selama empat hari di jalur Jember-Banyuwangi baru saja berlalu. Sebelum Peristiwa Kraton, di wilayah Pasuruan pun sebelumnya massa sempat mengamuk--kendati dalam skala lebih kecil. Apalagi, sekitar 100 ribu pekerja properti di provinsi itu dalam waktu dekat diperkirakan akan di-PHK (pemutusan hubungan kerja).

Maka, keresahan sosial tampaknya akan semakin meluas. Karena, angka PHK akan terus merambat naik. Di Boyolali, Ja-Teng, misalllya, heberapa industri tekstil yang padat karya sudah mulai menggilir hari kerja buruh hariannya. Artinya, ini setengah PHK. Sementara itu, tak kurang dari 47 perusahaan--masing-masing dengan 100-500 karyawati Bekasi sudah mengajukm izin untuk melakukan PHK. Diperkirakan 36 ribu karyawan industri alat mobil juga akan segera dirumahkan. Sepanjang tahun 1998/1999, sekitar 6,7 juta rakyat Indonesia
diperkirakan akan menganggur.

Memang, di mata Gubernur Ja-Tim Basofi Sudirman, berbagai amuk di wilayahnya "cuma" merupakan aksi untuk menjatuhkan kedudukannya. Karena, kerusuhan di berbagai wilayahnya dilakukan orang yang sama. "Saya dijatuhkan tak apa-apa, tapi jangan sengsarakan rakyat," katanya.

Kendati belum ada sejarahnya seorang gubernur di Indonesia jatuh lantararan amuk massa, sinyalemen Basofi memang perlu diperhatikan. Bagaimanapun, korban sebenarnya dari setiap kerusuhan adalah rakyat banyak. Cuma, kalau harga terus melambung dan duit enggak ada, mau bagaimana lagi?

Laporan Zed Abidin, Abdul Manan (Surabaa), Prasetya (Semarang), dan Dwi Arjanto (Solo)

D&R, Edisi 980214-026/Hal. 22 Rubrik Peristiwa & Analisa

Comments

Popular posts from this blog

Melacak Akar Terorisme di Indonesia

Judul: The Roots of Terrorism in Indonesia: From Darul Islam to Jemaah Islamiyah Penulis: Solahudin Penerbit: University of New South Wales, Australia Cetakan: Juli 2013 Halaman: 236